Cari Blog Ini

Halaman

Selasa, 06 Maret 2018

PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, Menyenangkan)



A.      Definisi PAKEM
Istilah PAKEM semula dikembangkan dari istilah AJEL (Active Joyful and Effective Learning). Untuk pertama kalinya di Indonesia, yaitu pada tahun 1999, metode ini dikenal dengan istilah PEAM (Pembelajaran Efektif, Aktif dan Menyenangkan). Pada hakekatnya, landasan-landasan teori yang digunakan PAKEM adalah mengambil teori-teori tentang active learning atau pembelajaran aktif. Istilah pembelajaran aktif di sini lebih tepat merupakan lawan dari pembelajaran konvensional. Pada pembelajaran konvensional, gurulah yang mendominasi. Sementara, pada pembelajaran aktif siswalah yang lebih banyak melakukan aktif belajar. Kedua pendekatan pembelajaran tersebut masih tetap menonjolkan keaktifan siswa, namun dalam kadar yang berbeda. Secara kuantitatif, Depdiknas pernah menetapkannya dengan perbandingan 3:7. Pada pendekatan konvensional (implementasi kurikulum 1994 dan sebelumnya), 70% guru ceramah dan 30% siswa aktif melakukan kegiatan sedangkan pada pembelajaran aktif (implementasi dari kurikulum 2006), 70% siswa yang aktif melakukan kegiatan dan guru hanya 30% saja.
PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, Menyenangkan) merupakan strategi pembelajaran untuk mengembangkan keterampilan dan pemahaman siswa, dengan penekanan pada pemahaman siswa, dengan penekanan pada belajar sambil bekerja (learning by doing). Pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa dapat meningkatkan motivasi siswa untuk terus belajar selama hidupnya. Motivasi siswa dalam kelas dapat meningkatkan antusiasme, perhatian, keterlibatan siswa dan usaha siswa untuk belajar. Melalui upaya tersebut siswa SD diharapkan memiliki pengalaman belajar yang menyenangkan, termotivasi terus untuk belajar serta tidak akan mengalami kesulitan dalam tahapan belajar membaca berikutnya.[1]

B.       Kriteria PAKEM
Dalam PAKEM ini, guru dituntut untuk dapat melakukan kegiatan pembelajaran yang dapat melibatkan siswa melalui pembelajaran, aktif, kreatif, efektif, dan membuat karya, gagasan, pendapat, ide atas hasil penemuannya dan usahanya sendiri, bukan dari gurunya.
PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan) sebagai sebuah strategi pembelajaran, memiliki 5 kriteria yang bisa dipaparkan sebagai berikut:
1.    Pembelajaran
Pembelajaran berarti upaya membelajarkan siswa.[2] Pembelajaran merupakan terjemahan dari learning.[3] Pembelajaran berarti proses, cara, perbuatan mempelajari. Pada pembelajaran guru mengajar diartikan sebagai upaya guru mengorganisir lingkungan terjadinya pembelajaran. Guru mengajar dalam perspektif pembelajaran adalah guru menyediakan fasilitas belajar bagi peserta didiknya untuk mempelajarinya. Jadi, subyek pembelajaran adalah peserta didik. Pembelajaran berpusat pada peserta didik. Pembelajaran adalah dialog interaktif. Pembelajaran merupakan proses organik dan konstuktif, bukan mekanis seperti halnya pengajaran.[4]

2.    Pembelajaran Aktif
Pembelajaran aktif merupakan pembelajaran yang lebih banyak melibatkan aktivitas siswa dalam mengakses berbagai informasi dan pengetahuan untuk dibahas dan dikaji dalam proses pembelajaran di kelas, sehingga mereka mendapatkan berbagai pengalaman yang dapat meningkatkan pemahaman dan kompetensinya.[5] Aktivitas yang dimaksud adalah aktivitas jasmaniah dan aktivitas mental yang dapat digolongkan sebagai berikut:
a.    Aktivitas visual (visual activities) seperti membaca, menulis, melakukan eksperimen, dan demonstrasi.
b.    Aktivitas lisan (oral activities) seperti bercerita, membaca sajak, Tanya jawab, diskusi, menyanyi.
c.    Aktivitas mendengarkan (listening activities) seperti mendengarkan penjelasan guru, ceramah, pengarahan.
d.   Aktivitas gerak (motor activities) seperti senam, atletik, menari, melukis.
e.    Aktivitas menulis (writting activities) seperti mengarang, membuat makalah, membuat surat.[6]
 Siswa lebih aktif mempelajari materi pembelajaran yang menyiapkan siswa untuk hidup, informasi yang diterima lebih lama diingat dan disimpan, dan lebih menikmati suasana kelas yang nyaman. Siswa mengemukakan pendapat, tanya jawab, mengembangkan pengetahuannya, memecahkan masalah, diskusi dan menarik kesimpulan. Peran guru tidak dominan menguasai proses pembelajaran melainkan memberikan kemudahan (fasilitator). Kegiatan pembelajaran aktif antara lain tanya jawab di dalam kelas.[7]
Agar siswa belajar secara aktif, guru perlu menciptakan strategi yang tepat, sehingga mereka mempunyai motivasi yang tinggi untuk belajar. Motivasi yang seperti ini akan dapat tercipta kalau guru dapat meyakinkan siswa akan kegunaan materi pembelajaran bagi kehidupan nyata siswa. Demikian juga, guru harus dapat menciptakan situasi sehingga materi pembelajaran selalu tampak menarik dan tidak membosankan. Untuk kepentingan tersebut, guru harus mampu bertindak sebagai fasilitator, yang perannya tidak terbatas pada penyampaian informasi kepada siswa. Sesuai kemajuan dan tuntutan zaman, guru harus memiliki kemampuan untuk memahami siswa dengan berbagai keunikannya agar mampu membantu mereka dalam menghadapi kesulitan belajar. Guru juga dituntut memahami berbagai macam strategi dan metode pembelajaran agar dapat membimbing siswa secara optimal.[8]
3.    Pembelajaran Kreatif
Pembelajaran kreatif merupakan proses pembelajaran yang mengaharuskan guru untuk dapat memotivasi dan memunculkan kreativitas siswa selama pembelajaran berlangsung, dengan menggunakan beberapa metode dan strategi yang bervariasi, misalnya kerja kelompok, bermain peran, dan pemecahan masalah.
Pembelajaran kreatif menuntut guru untuk merangsang kreativitas siswa, baik dalam mengembangkan kecakapan berpikir maupun dalam melakukan suatu tindakan. Berpikir kreatif selalu  dimulai dengan berpikir kritis, yakni menemukan dan melahirkan sesuatu yang sebelumnya tidak ada atau memperbaiki sesuatu. Siswa dikatakan kreatif apabila mampu melakukan sesuatu yang menghasilkan sebuah kegiatan baru yang diperoleh dari hasil berpikir kreatif dengan mewujudkannya dalam bentuk sebuah hasil karya baru. [9]
Pembelajaran kreatif merupakan pembelajaran yang diasumsikan mampu meningkatkan kualitas proses belajar mengajar. Pembelajaran kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Kreatif dari sisi guru dapat dilihat dari kegiatan yang dikembangkan cukup beragam dan pengembangan berbagai alat bantu pembelajaran (alat peraga).[10]
Dalam mengajari siswa agar menjadi kreatif dapat dilakukan dengan :
a.    Mengembangkan ide sebanyak-banyaknya.
b.    Mengembangkan ide berdasarkan ide-ide orang lain.
c.    Jangan memberi kritik pada saat pengembangan ide.
d.   Mengevaluasi ide-ide yang telah ada.
e.    Menyimpulkan ide yang terbaik.
Pembelajaran kreatif memiliki beberapa karakteristik antara lain :
a.    Keterlibatan siswa secara intelektual dan emosional dalam pembelajaran.
b.    Siswa didorong untuk menemukan/mengonstruksi sendiri konsep yang sedang dikaji melalui penafsiran yang dilakukan dengan berbagai cara seperti observasi, diskusi atau percobaan.
c.    Siswa diberi kesempatan untuk bertanggungjawab menyelesaikan tugas bersama.
d.   Pada dasarnya untuk menjadi kreatif seseorang harus bekerja keras, berdedikasi tinggi, antusias, serta percaya diri.[11]
Dengan mengacu kepada karakteristik tersebut, pembelajaran kreatif diasumsikan mampu memotivasi siswa dalam melaksanakan berbagai kegiatan sehingga merasa tertantang menyelesaikan tugas-tugasnya secara kreatif.
Dalam pelaksanaan pembelajaran kreatif terdapat lima tahap pembelajaran, yaitu :
a.    Orientasi
Tahap ini diawali dengan orientasi untuk menyepakati tugas dan langkah pembelajaran. Dalam hal ini guru mengomunikasikan tujuan, materi, waktu, langkah-langkah pembelajaran, hasil akhir yang diharapkan dari siswa, serta penilaian yang diterapkan. Tahap orientasi sangat penting dilakukan pada awal pembelajaran, karena dapat memeberi arah dan petunjuk bagi siswa tentang kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan. Pada kesempatan ini siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapat tentang langkah/cara kerja serta hasil akhir yang diharapkan serta penilaian. Dalam tahapan ini tejadi negosiasi antara siswa dan guru tentang aspek-aspek tersebut, namun pada akhirnya diharapkan terjadi kesepakatan antara guru dan siswa.
b.    Eksplorasi
Dalam tahapan ini, siswa melakukan eksplorasi terhadap masalah/konsep yang dikaji. Eksplorasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti membaca, melakukan observasi, wawancara, melakukan percobaan, browsing lewat intenet, dan sebagainya. Melalui kegiatan eksplorasi, siswa akan dirangsang untuk meningkatkan rasa ingin tahunya, dan hal tersebut dapat memacu kegiatan belajar selanjutnya. Kegiatan ini dapat dilakukan secara individual maupun kelompok. Waktu untuk eksplorasi disesuaikan dengan luasnya cakupan bidang/bahasan yang akan dibahas. Agar eksplorasi terarah, guru harus membuat panduan singkat yang memuat tujuan, waktu, materi, cara kerja serta hasil akhir yang diharapkan.
c.    Interpretasi
Dalam tahapan ini, hasil eksplorasi diinterpretasikan melalui kegiatan analisis, diskusi, tanya jawab, atau bahkan berupa percobaan kembali, jika memang hal itu diperlukan kembali. Tahap interpretasi sangat penting dilakukan dalam kegiatan pembelajaran karena melalui tahap interpretasi siswa didorong untuk berpikir tingkat tinggi (analisis, sintesis, dan evaluasi) sehingga terbiasa dalam memecahkan masalah meninjau dari berbagai aspek. Interpretasi sebaiknya dilakukan pada jam tatap muka, meskipun persiapannya dilakukan siswa di luar jam tatap muka. Jika eksplorasi dilakukan oleh kelompok, setiap kelompok selanjutnya diharuskan menyajikan hasil pemahamannya di depan kelas dengan cara masing-masing, diikuti tanggapan oleh siswa lain. Pada akhir tahapan ini diharapkan semua siswa sudah memahami konsep/topik/masalah yang dikaji.
d.   Re-kreasi
Dalam tahap ini, siswa ditugaskan untuk menghasilkan sesuatu yang mencerminkan pemahamannya  terhadap konsep/topik/masalah yang dikaji menurut kreasinya masing-masing. Siswa dituntut untuk mampu menghasilkan sesuatu sehingga apa yang telah dipelajarinya menjadi bermakna, lebih-lebih untuk memecahkan masalah yang sering dijumpai pada kehidupan sehari-hari. Re-kreasi dpat dilakukan secara individual atau kelompok sesuai dengan pilihan siswa. Hasil re-kreasi merupakan produk kreatif sehingga dapat dipresentasikan, dipajang atau ditindaklanjuti.
e.    Evaluasi
Evaluasi dilakukan selama proses pembelajaran dan pada akhir pembelajaran. Selama proses pembelajaran evaluasi dilakukan dengan mengamati sikap dan kemampuan berpikir siswa. Hal-hal yang dinilai selama proses pembelajaran adalah kesungguhan mengerjakan tugas, hasil eksplorasi, kemampuan berpikir kritis dan logis dalam memberikan pandangan/argumentasi, kemampuan untuk bekerja sama dan memikul tanggungjawab bersama. Sedangkan evaluasi pada akhir pembelajaran evaluasi terhadap produk kreatif yang dihasilkan siswa. Kriteria penilaian dapat disepakati bersama pada waktu orientasi.[12]
Secara operasional kegiatan guru dan siswa selama proses pembelajaran kreatif dapat dijabarkan sebagai berikut.
No
Tahap
Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
1.
Orientasi
Mengomunikasikan tujuan, materi, waktu, langkah-langkah pembelajaran, hasil yang diharapkan dan penilaian.
Menanggapi/mendiskusikan langkah-langkah pembelajaran, hasil yang diharapkan dan penilaian.
2.
Eksplorasi
Fasilitator, motivator, mengarahkan, dan memberi bimbingan belajar.
Membaca, melakukan observasi, wawancara, melakukan percobaan, browsing lewat internet, dan sebagainya.
3.
Interpretasi
Membimbing, fasilitator, mengarahkan.
Analisis, diskusi, tanya jawab, atau berupa percobaan kembali.
4.
Re-kreasi
Membimbing, mengarahkan, memberi dorongan, menumbuhkembangkan daya cipta.
Mengambil kesimpulan, menghasilkan sesuatu/produk yang baru.
5.
Evaluasi
Melakukan evaluasi, memberikan balikan.
Mendiskusikan hasil evaluasi.



1.    Pembelajaran Efektif
Pembelajaran efektif adalah pembelajaran yang dilakukan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.[1] Pembelajaran dapat dikatakan efektif jika mampu memberikan pengalaman baru kepada siswa, membentuk kompetensi siswa, serta mengantarkan mereka ke tujuan yang ingin dicapai secara optimal. Seluruh siswa harus dilibatkan secara penuh agar bergairah dalam pembelajaran, sehingga suasana pembelajaran betul-betul kondusif dan terarah pada tujuan dan pembentukan kompetensi siswa.[2]
Pembelajaran efektif dapat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
a.    Pemanasan dan Apersepsi
Pemanasan dan apersepsi perlu dilakukan untuk menjajaki pengetahuan peserta didik, memotivasi peserta didik dengan menyajikan materi yang menarik dan mendorong mereka untuk mengetahui berbagai hal baru. Pemanasan dan apersepsi dapat dilakukan sebagai berikut.
1)   Memulai pembelajaran dengan hal-hal yang diketahui dan dipahami peserta didik.
2)   Memotivasi peserta didik dengan bahan ajar yang menarik dan berguna bagi kehidupan mereka.
3)   Menggerakkan peserta didik agar tertarik dan berkeinginan untuk mengetahui hal-hal baru.
b.    Eksplorasi
Tahap eksplorasi merupakan kegiatan untuk mengenalkan bahan dan mengaitkannya dengan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik. Hal tersebut dapat ditempuh sebagai berikut.
1)   Perkenalkan materi standar dan kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh peserta didik.
2)   Kaitkan materi standar dan kompetensi dasar yang baru dengan pengetahuan dan kompetensi yang sudah dimiliki oleh peserta didik.
3)   Pilih metode yang paling tepat, dan gunakan secara bervariasi untuk meningkatkan penerimaan peserta didik terhadap materi standar dan kompetensi baru.
c.    Konsolidasi Pembelajaran
Konsolidasi merupakan kegiatan untuk mengaktifkan peserta didik dalam pembentukan kompetensi, dengan mengaitkan kompetensi dengan kehidupan peserta didik. Konsolidasi pembelajaran ini dapat dilakukan sebagai berikut.
1)   Libatkan peserta didik secara aktif dalam menafsirkan dan memahami materi standar dan kompetensi baru.
2)   Libatkan peserta didik secara aktif dalam proses pemecahan masalah, teutama dalam masalah-masalah aktual.
3)   Pilihlah metodologi yang tepat sehingga materi standar dapat diproses menjadi kompetensi peserta didik.
d.   Pembentukan Kompetensi dan Karakter
Pembentukan kompetensi dan karakter peserta didik dapat dilakukan sebagai berikut.
1)   Doronglah peserta didik untuk menerapkan konsep, pengertian, dan kompetensi yang dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari.
2)   Praktikkan pembelajaran secara langsung, agar peserta didik dapat membangun kompetensi dan karakter baru dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan pengertian yang telah dipelajari.
3)   Gunakan metodologi yang paling tepat agar terjadi perubahan kompetensi dan karakter peserta didik.
e.    Penilaian Formatif
1)   Kembangkan cara-cara untuk menilai hasil pembelajaran peserta didik.
2)   Gunakan hasil penilaian tersebut untuk menganalisis kelemahan atau kekurangan peserta didik dan masalah-masalah yang dihadapi guru dalam memberikan kemudahan kepada peserta didik.
3)   Pilihlah metodologi yang paling tepat sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.[3]

Untuk menciptakan pembelajaran yang efektif, guru harus memerhatikan beberapa hal, yaitu:
a.    Pengelolaan tempat belajar
b.    Pengelolaan siswa
c.    Pengelolaan kegiatan pembelajaran
d.   Pengelolaan konten/materi pelajaran
e.    Pengelolaan media dan sumber belajar.[1]
1.    Pembelajaran Menyenangkan
Pembelajaran menyenangkan (joyfull instruction) merupakan suatu proses pembelajaran yang didalamnya terdapat suatu kohesi yang kuat antara guru dan siswa, tanpa ada perasaan terpaksa atau tertekan. Dengan kata lain pembelajaran menyenangkan adalah adanya pola hubungan yang baik anatara guru dengan siswa dalam proses pembelajaran. Guru memposisikan diri sebagai mitra belajar siswa, bahkan dalam hal tertentu tidak menutup kemungkinan guru belajar dari siswanya. Dalam hal ini perlu diciptakan suasana yang demokratis dan tidak ada beban, baik guru maupun siswa dalam melakukan proses pembelajaran.[2]
Menurut Agus Suprijono dalam bukunya Cooperatif Learning menjelaskan, pembelajaran menyenangkan adalah pembelajaran dengan suasana socio emotional climate. Peserta didik merasakan bahwa proses belajar yang dialaminya bukan sebuah derita yang mendera dirinya, melainkan berkah yang harus disyukurinya. Belajar bukanlah tekanan jiwa pada dirinya, namun merupakan panggilan jiwa yang harus ditunaikannya. Pembelajaran menyenangkan menjadikan peserta didik ikhlas menjalaninya.[3]
Menurut Dryden dan Vos dikutip oleh Darmansyah menjelaskan bahwa pembelajaran menyenangkan adalah pembelajaran di mana interaksi antara guru dan siswa, lingkungan fisik, dan suasana memberikan peluang terciptanya kondisi yang kondusif untuk belajar.
a.    Interaksi
Interaksi haruslah positif, aman, mendukung, santai/rileks, penjelajahan (exploratory), menggembirakan dan menggunakan humor. Menurut DePorter dkk. Dikutip oleh Darmansyah, jika guru ingin komunitas belajarnya menjadi tempat yang meningkatkan kesadaran, daya dengar, partisipasi, umpan balik, dan pertumbuhan serta tempat emosi dihargai, maka suasanan kelas termasuk bahasa yang dipilih, cara menjalin rasa simpati, dan sikap terhadap sekolah serta belajar harusnyalah suasana yang penuh kegembiraan, yang dapat membawa kegembiraan pula pada paraa siswa.
Guru terbaik adalah guru yang mendahulukan interaksi dalam lingkungan belajar, memperhatikan kualitas interaksi antarpelajar, antara pelajar dengan guru, serta antara pelajar dan kurikulum. Cara terbaik untuk berinteraksi dengan peserta didik adalah memahami impian siswa terhadap guru ideal yang menurutnya mampu memberikan dorongan terbesar dalam belajar. [4]
b.    Lingkungan fisik
Lingkungan fisik siswa perlu adanya penataaan ruangan, jenis dan warna cat yang digunakan, penataan bunga dan aroma, poster berwarna-warni serta kelengkapan kelas lainnya. Lingkungan kelas yang kondusif, nyaman, menyenangkan, dan bersih berperan penting dalam menunjang kefektivitasan belajar. Lingkungan juga akan mempengaruhi mental siswa secara psikologis dalam menerima informasi dari guru di dalam kelas.
Banyak hal yang dapat dilakukan dalam sebuah kelas untuk memberikan kenyamanan kepada siswa. Penyusunan meja dan kursi yang memungkinkan siswa dapat menerima akses informasi dengan baik dan merata. Memberikan aroma tertentu yang membangkitkan semangat dan motivasi. Menata bunga dan berbagai tumbuhan yang akan memberikan kesegaran. Memilih warna cat dinding yang sesuai dengaan kebutuhan untuk sebuah ruang belajar. Memasang poster-poster tentang ikon-ikon tertentu, tentang topik-topik utama pembelajaran. menempelkan poster yang berisikan kalimat-kalimat afirmasi yang memungkinkan siswa termotivasi untuk menjadi seseorang yang berprestasi dan pemenang di kelasnya.
Dengann mengatur lingkungan, guru mengambil langkah pertama yang efektif untuk mengatur pengalaman belajar secara keseluruhan. Kenyataannya, satu aalasan mengapa program-prograam pembelajaran begitu sukses dalam membantu seseorang menjadi peelajar yang lebih baik. Ini karena guru berjuang untuk menciptakan lingkungan optimal, baik secara fisik maupun mental.[5]
c.    Penataan suasana
Disarankan memilih suasana yang nyaman, cukup penerangan, enak dipandang mata, diiringi musik, dan lain-lain. Pembelajaran yang didukung oleh suasana kondusif akan memberikan dampak terhadap peningkatan hasil belajar. Suasana itu kebanyakan dipengaruhi berbagai faktor seperti sirkulasi udara dalam ruangan, pencahayaan, dan pengaruh musik dalam suasana belajar. Suasana hati memberikan pengaruh berarti terhadap pencapaian hasil belajar. Perasaan gembira, nyaman dan releks dalap membuka peluang bagi otak untuk bekerja secara ringan. [6]

A.      Prinsip-Prinsip PAKEM
 Pelaksanaan pembelajaran yang mengutamakan aspek keaktifan, kreatifitas dan inovatif, sehingga membuat pembelajaran menjadi efektif dan menyenangkan, menuntut guru untuk menguasai berbagai metode mengajar serta keterampilan dasar mengajar. Penguasaan berbagai metode mengajar tersebut akan memberi keleluasaan untuk memilih metode yang sesuai dengan tujuan, materi, peserta didik dan aspek-aspek lainnya, sehingga prinsip-prinsip PAKEM dapat diterapkan secara optimal. [7]
Prinsip-prinsip pembelajaran PAKEM antara lain:
1.    Pemahaman
Di aspek pemahaman ini siswa diajarkan untuk dapat belajar mandiri. Didalamnya terdapat banyak cara untuk penerapanya, antara lain seperti eksperimen, pengamatan, percobaan, penyelidikan, dan wawancara. Pada aspek pengalaman, anak belajar banyak melalui perbuatan dan dengan melalui pengalaman langsung dapat mengaktifkan banyak indera yang dimiliki anak tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh Edgar Dale dalam kerucut pengalamannya (cone experience) bahwa dengan pengalaman langsung sekitar 90% materi yang didapatkan oleh anak akan cepat terserap dan bertahan lebih lama.
2.    Komunikasi
Aspek komunikasi ini dapat dilakukan dengan beberapa bentuk, antara lain mengemukakan pendapat, presentasi laporan, dan memanjangkan hasil kerja. Di aspek ini ada hal-hal yang ingin didapatkan, misalnya anak dapat mengungkapkan gagasan, dapat mengonsolidasi pikirannya, mengeluarkan gagasannya, memancingkan gagasan orang lain, dan membuat bangunan makna mereka dapat diketahui oleh guru.
3.    Interaksi
Aspek interaksi ini dapat dilakukan dengan cara interaksi, Tanya jawab, dan saling melempar pertanyaan. Dengan hal-hal seperti itulah kesalahan makna yang diperbuat oleh anak-anak berpeluang untuk terkoreksi dan makna yang terbangun semakin mantap, sehingga dapat menyebabkan hasil belajar meningkat.
4.    Refleksi
Dalam aspek ini yang dilakukan adalah memikirkan kembali apa yang telah diperbuat/dipikirkan oleh anak selama mereka belajar. Hal ini dilakukan supaya terdapatnya perbaikan gagasan/makna yang telah dikeluarkan oleh anak dan agar mereka tidak mengulangi kesalahan. Di sini anak diharapkan juga dapat menciptakan gagasan-gagasan baru.[8]

1.    Jigsaw
Pembelajaran dengan metode jigsaw diawali dengan pengenalan topik yang akan dibahas oleh guru. Guru bisa menuliskan topik yang akan dipelajari pada papan tulis, white board, penayangan power point dan sebagainya. Guru menanyakan kepada peserta didik apa yang mereka ketahui mengenai topik tersebut. Kegiatan sumbang saran ini di­maksudkan untuk mengaktifkan skemata atau struktur kog­nitif peserta didik agar lebih siap menghadapi kegiatan pelajaran yang baru.
Selanjutnya guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok lebih kecil. Jumlah kelompok bergantung pada jumlah konsep yang terdapat pada topik yang dipelajari. Misal, topik yang disajikan adalah metode penelitian sejarah, karena topik ini terdiri dari konsep heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi, maka kelompok terbagi men­jadi 4. Jika dalam satu kelas ada 40 orang, maka setiap kelompok beranggotakan 10 orang. Keempat kelompok itu adalah kelompok heuristik, kelompok kritik, kelompok interpretasi dan kelompok historiografi. Kelompok-kelompok ini disebut home teams (kelompok asal).
Setelah kelompok asai terbentuk, guru membagikan materi tekstual kepada tiap-tiap kelompok. Setiap orang dalam setiap kelompok bertanggung jawab mempelajari materi tekstual yang diterimanya dari guru. Kelompok heuristik akan menerima materi tekstual dari guru tentang heuristik. Tiap orang dalam kelompok heuristik memiliki tanggung jawab mengkaji secara mendalam konsep terse­but. Demikian pula kelompok kritik, tiap-tiap orang dalam kelompok ini mendalami konsep kritik, demikian seterus­nya.
Sesi berikutnya, membentuk expert teams (kelompok ahli). Jumlah kelompok ahli tetap 4. Setiap kelompok ahli mempunyai 10 anggota yang berasal dari masing-masing kelompok asal. Karena jumlah anggota setiap kelompok asal adalah 10 orang, maka aturlah sedemikian rupa terpenting adalah di setiap kelompok ahli ada anggota dari kelompok asal yang berbeda-beda tersebut. Dalam satu kelompok ahli ada anggota dari kelompok heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi.
Setelah terbentuk kelompok ahli, berikan kesempatan kepada mereka berdiskusi. Melalui diskusi di kelompok ahli diharapkan mereka memahami topik metode penelitian sejarah sebagai pengetahuan yang utuh yaitu merupakan pengetahuan struktur yang mengintegrasikan hubungan antar-konsep heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Setelah diskusi di kelompok ini selesai, selanjutnya mereka kembali ke kelompok asal. Artinya, anggota-anggota yang berasal dari kelompok heuristik berkumpul kembali ke kelompoknya yaitu kelompok heuristik, dan seterusnya. Setelah mereka kembali ke kelompok asal berikan kesempat­an kepada mereka berdiskusi. Kegiatan ini merupakan re­fleksi terhadap pengetahuan yang telah mereka dapatkan dari hasil berdiskusi di kelompok ahli.
Sebelum pembelajaran diakhiri, diskusi dengan seluruh kelas perlu dilakukan. Selanjutnya, guru menutup pembelajaran dengan memberikan review terhadap topik yang telah dipelajari.[9]
2.    Think-Pair-Share
Seperti namanya Thinking, pembelajaran ini diawali dengan guru mengajukan pertanyaan atau isu terkait dengan pelajaran untuk dipikirkan oleh peserta didik. Guru mem­beri kesempatan kepada mereka memikirkan jawabannya.
Selanjutnya, Pairing, pada tahap ini guru meminta peserta didik berpasang-pasangan. Beri kesempatan kepada pasangan-pasangan itu untuk berdiskusi. Diharapkan dis­kusi ini dapat memperdalam makna dari jawaban yang telah dipikirkannya melalui intersubjektif dengan pasangannya.
Hasil diskusi intersubjektif di tiap-tiap pasangan hasil­nya dibicarakan dengan pasangan seluruh kelas. Tahap ini dikenal dengan Sharing. Dalam kegiatan ini diharapkan terjadi tanya jawab yang mendorong pada pengonstruksian pengetahuan secara integratif, Peserta didik dapat menemu­kan struktur dari pengetahuan yang dipelajarinya.[10]
3.    Numbered Heads Together
Pembelajaran dengan menggunakan metode Numbered Heads Together diawali dengan Numbering. Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil. Jumlah kelompok sebaiknya mempertimbangkan jumlah konsep yang di­pelajari. Jika jumlah peserta didik dalam satu kelas terdiri dari 40 orang dan terbagi menjadi 5 kelompok berdasarkan jumlah konsep yang dipelajari, maka tiap kelompok terdiri 8 orang. Tiap-tiap orang dalam tiap-tiap kelompok diberi nomor 1-8.
Setelah kelompok terbentuk guru mengajukan bebe­rapa pertanyaan yang harus dijawab oleh tiap-tiap kelom­pok. Berikan kesempatan kepada tiap-tiap kelompok me­nemukan jawaban. Pada kesempatan ini tiap-tiap kelompok menyatukan kepalanya Heads Together berdiskusi memikirkan jawaban atas pertanyaan dari guru.
Langkah berikutnya adalah guru memanggil peserta didik yang memiliki nomor yang sama dari tiap-tiap kelom­pok. Mereka diberi kesempatan memberi jawaban atas per­tanyaan yang telah diterimanya dari guru. Hal itu dilakukan terus hingga semua peserta didik dengan nomor yang sama dari masing-masing kelompok mendapat giliran memapar­kan jawaban atas pertanyaan guru. Berdasarkan jawaban-jawaban itu guru dapat mengembangkan diskusi lebih men­dalam, sehingga peserta didik dapat menemukan jawaban pertanyaan itu sebagai pengetahuan yang utuh.[11]
4.    Group lnvestigation
Pembelajaran dengan metode group investigation di­mulai dengan pembagian kelompok. Selanjutnya guru beserta peserta didik memilih topik-topik tertentu dengan permasa­lahan-permasalahan yang dapat dikembangkan dari topik-topik itu. Sesudah topik beserta permasalahannya di­sepakati, peserta didik beserta guru menentukan metode penelitian yang dikembangkan untuk memecahkan masa­lah.
Setiap kelompok bekerja berdasarkan metode inves­tigasi yang telah mereka rumuskan. Aktivitas tersebut merupakan kegiatan sistemik keilmuan mulai dari me­ngumpulkan data, analisis data, sintesis, hingga menarik kesimpulan.
Langkah berikutnya adalah presentasi hasil oleh masing-masing kelompok. Pada tahap ini diharapkan terjadi intersubjektif dan objektivikasi pengetahuan yang telah di­bangun oleh suatu kelompok. Berbagai perspektif diharap­kan dapat dikembangkan oleh seluruh kelas atas hasil yang dipresentasikan oleh suatu kelompok. Seyogianya di akhir pembelajaran dilakukan evaluasi. Evaluasi dapat memasuk­kan assesmen individual atau kelompok.[12]
5.    Two Stay Two Stray
Metode two stay two stray atau metode dua tinggal dua tamu. Pembelajaran dengan metode itu diawali dengan pembagian kelompok. Setelah kelompok terbentuk guru memberikan tugas berupa permasalahan-permasalahan yang harus mereka diskusikan jawabannya.
Setelah diskusi intrakelompok usai, dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertamu kepada kelompok yang lain. Anggota kelompok yang tidak mendapat tugas sebagai duta (tamu) mem­punyai kewajiban menerima tamu dari suatu kelompok. Tugas mereka adalah menyajikan hasil kerja kelompoknya kepada tamu tersebut. Dua orang yang bertugas sebagai tamu diwajibkan bertamu kepada semua kelompok. Jika mereka telah usai menunaikan tugasnya, mereka kembali ke kelompoknya masing-masing.
Setelah kembali ke kelompok asal, baik peserta didik yang bertugas bertamu maupun mereka yang bertugas menerima tamu mencocokkan dan membahas hasil kerja yang telah mereka tunaikan.[13]
6.    Make a Match
Hal-hal yang perlu dipersiapkan jika pembelajaran di­kembangkan dengan make a match adalah kartu-kartu. Kartu-kartu tersebut terdiri dari kartu berisi pertanyaan-pertanya­an dan kartu-kartu lainnya berisi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Langkah berikutnya adalah guru membagi komunitas kelas menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama merupakan kelompok pembawa kartu-kartu berisi pertanyaan-per­tanyaan. Kelompok kedua adalah kelompok pembawa kartu-kartu berisi jawaban-jawaban. Kelompok ketiga adalah kelompok penilai. Aturlah posisi kelompok-kelompok tersebut berbentuk huruf U. Upayakan kelompok per­tama dan kedua berjajar saling berhadapan.
Jika masing-masing kelompok sudah berada di posisi yang telah ditentukan, maka guru membunyikan peluit se­bagai tanda agar kelompok pertama maupun kelompok kedua saling bergerak mereka bertemu, mencari pasangan pertanyaan-jawaban yang cocok. Berikan kesempatan kepada mereka untuk berdiskusi. Ketika mereka diskusi alangkah baiknya jika ada musik instrumentalia yang lembut mengiringi aktivitas belajar mereka. Hasil diskusi ditandai oleh pasangan-pasangan antara anggota kelompok pembawa kartu pertanyaan dan anggota kelompok pem­bawa kartu jawaban.
Pasangan-pasangan yang sudah terbentuk wajib me­nunjukkan pertanyaan-jawaban kepada kelompok penilai. Kelompok ini kemudian membaca apakah pasangan per­tanyaan-jawaban itu cocok. Setelah penilaian dilakukan, aturlah sedemikian rupa kelompok pertama dan kelompok kedua bersatu kemudian memosisikan dirinya menjadi kelompok penilai. Sementara, kelompok penilai pada sesi pertama tersebut di atas dipecah menjadi dua, sebagian anggota memegang kartu pertanyaan sebagian lainnya memegang kartu jawaban. Posisikan mereka dalam bentuk huruf U. Guru kembali membunyikan peluitnya menandai kelompok pemegang kartu pertanyaan dan jawaban ber­gerak untuk mencari, mencocokkan, dan mendiskusikan pertanyaan-jawaban. Berikutnya adalah masing-masing pasangan pertanyaan-jawaban menunjukkan hasil kerjanya kepada penilai.
Perlu diketahui bahwa tidak semua peserta didik baik yang berperan sebagai pemegang kartu pertanyaan, pemegang kartu jawaban, maupun penilai mengetahui dan memahami secara pasti apakah betul kartu pertanyaan-jawaban yang mereka pasangkan sudah cocok. Demikian halnya bagi peserta didik kelompok penilai. Mereka juga belum mengetahui pasti apakah penilaian mereka benar atas pasangan pertanyaan-jawaban. Berdasarkan kondisi inilah guru memfasilitasi diskusi untuk memberikan kesempatan kepada seluruh peserta didik mengonfirmasikan hal-hal yang mereka telah lakukan yaitu memasangkan pertanyaan- jawaban dan melaksanakan penilaian.[14]
7.    Listening Team
Pembelajaran dengan metode listening team diawali dengan pemaparan materi pembelajaran oleh guru. Selanjut­nya guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok. Setiap kelompok mempunyai peran masing-masing. Misal, 40 orang dalam suatu kelas dibagi menjadi 4 kelompok. Kelompok pertama, merupakan kelompok penanya, kelom­pok kedua dan kelompok ketiga adalah kelompok pen­jawab. Kelompok kedua, merupakan kumpulan orang yang menjawab berdasarkan perspektif tertentu, sementara kelompok ketiga, adalah kumpulan orang yang menjawab dengan perspektif yang berbeda dengan kelompok kedua. Perbedaan ini diharapkan memunculkan diskusi yang aktif yang ditandai oleh adanya proses dialektika berpikir, sehingga mereka dapat menemukan pengetahuan struktural. Kelompok keempat, adalah kelompok yang bertugas me-review dan membuat kesimpulan dari hasil diskusi.
Pembelajaran diakhiri dengan penyampaian berbagai kata kunci atau konsep yang telah dikembangkan oleh peserta didik dalam berdiskusi.[15]
8.    Inside-Outside Circle
Pembelajaran dengan metode inside-outside circle di­awali dengan pembentukan kelompok. Jika kelas terdiri dari 40 orang bagilah menjadi   2 kelompok besar. Tiap-tiap kelom­pok besar terdiri dari 2 kelompok lingkaran dalam dengan jumlah anggota 10 dan kelompok lingkaran luar terdiri dari 10 orang.
Aturlah sedemikian rupa pada masing-masing kelom­pok besar yaitu anggota kelompok lingkaran dalam berdiri melingkar menghadap keluar dan anggota kelompok ling­karan luar berdiri menghadap ke dalam. Dengan demikian, antara anggota lingkaran dalam dan luar saling berpasangan dan berhadap-hadapan. Berikan tugas pada tiap-tiap pasangan yang berhadap-hadapan itu. Kelompok ini di­sebut kelompok pasangan asal. Sebaiknya, tugas yang di­berikan pasangan asal itu sesuai dengan indikator-indikator pembelajaran yang telah dirumuskan. Karena dalam contoh ini ada 10 pasangan berarti ada 10 indikator pembelajaran. Selanjutnya, berikan waktu secukupnya kepada tiap-tiap pasangan untuk berdiskusi.
Setelah mereka berdiskusi, mintalah kepada anggota kelompok lingkaran dalam bergerak berlawanan arah dengan anggota kelompok lingkaran luar. Setiap pergerakan itu akan terbentuk pasangan-pasangan baru. Pasangan-pasangan ini wajib memberikan informasi berdasarkan hasil diskusi dengan pasangan asal, demikian seterusnya. Pergerakan baru diberhentikan jika anggota kelompok lingkaran dalam dan luar sebagai pasangan asal bertemu kembali.
Hasil diskusi di tiap-tiap kelompok besar tersebut di atas, kemudian dipaparkan sehingga terjadilah diskusi antar-kelompok besar. Diskusi ini diharapkan menghasilkan pengetahuan bermakna bagi seluruh peserta didik. Penge­tahuan ini merupakan pengetahuan yang lebih kompre­hensif.
Di penghujung pertemuan, untuk mengakhiri pelajaran dengan metode inside-outside circle guru dapat memberi ulas­an maupun mengevaluasi hal-hal yang telah didiskusikan. Perumusan kesimpulan dapat juga dibuat sebagai konstruk­si terhadap pengetahuan yang diperoleh dari diskusi.[16]
9.    Bamboo Dancing
Pembelajaran dengan metode bamboo dancing serupa dengan metode inside-outside circle. Pembelajaran diawali dengan pengenalan topik oleh guru. Guru bisa menuliskan topik tersebut di papan tulis atau dapat pula guru bertanya jawab apa yang diketahui peserta didik mengenai topik itu. Kegiatan sumbang saran ini dimaksudkan untuk mengaktif­kan struktur kognitif yang telah dimiliki peserta didik agar lebih siap menghadapi pelajaran yang baru.
Selanjutnya, guru membagi kelas menjadi 2 kelompok besar, jika dalam satu kelas ada 40 orang, maka tiap kelom­pok besar terdiri 20 orang. Aturlah sedemikian rupa pada tiap-tiap kelompok besar yaitu sepuluh orang berdiri ber­jajar saling berhadapan dengan 10 orang lainnya yang juga dalam posisi berdiri berjajar. Dengan demikian di dalam tiap-tiap kelompok besar mereka saling berpasang-pasangan. Pasangan ini disebut sebagai pasangan awal. Bagikan tugas kepada setiap pasangan untuk dikerjakan atau dibahas. Pada kesempatan itu berikan waktu yang cukup kepada mereka agar mendiskusikan tugas yang diterimanya.
Usai diskusi, 20 orang dari tiap-tiap kelompok besar yang berdiri berjajar saling berhadapan itu bergeser meng­ikuti arah jarum jam. Dengan cara ini tiap-tiap peserta didik akan mendapat pasangan baru dan berbagi informasi, demi­kian seterusnya. Pergeseran searah jarum jam baru berhenti ketika tiap-tiap peserta didik kembali ke pasangan asal.
Hasil diskusi di tiap-tiap kelompok besar kemudian dipresentasikan kepada seluruh kelas. Guru memfasilitasi terjadinya intersubjektif, dialog interaktif, tanya jawab dan sebagainya. Kegiatan ini dimaksudkan agar pengetahuan yang diperoleh melalui diskusi di tiap-tiap kelompok besar dapat diobjektivikasi dan menjadi pengetahuan bersama seluruh kelas.[17]
10.  Point-Counter-Point
Metode pembelajaran point-counter-point dipergunakan untuk mendorong peserta didik berpikir dalam berbagai perspektif. Jika metode pembelajaran ini dikembangkan, maka yang harus diperhatikan adalah materi pembelajaran. Di dalam bahan pelajaran harus terdapat isu-isu kontroversi. Misal, G-30-S PKl, Serangan Umum 1 Maret 1949 dan lain-lain.
Langkah pertama metode pembelajaran point-counter-point adalah membagi peserta didik ke dalam kelompok-kelompok. Aturlah posisi mereka sedemikian rupa sehingga mereka berhadap-hadapan. Berikan kesempatan kepada tiap-tiap kelompok merumuskan argumentasi-argumentasi sesuai dengan perspektif yang dikembangkannya.
Usai tiap-tiap kelompok berdiskusi secara intenal, maka mulailah mereka berdebat. Setelah seorang peserta didik dari suatu kelompok menyampaikan argumen sesuai pandangan yang dikembangkan kelompoknya, mintalah tanggapan, bantahan atau koreksi dari kelompok lain perihal isu yang sama. Lanjutkan proses ini sampai waktu yang memungkinkan.
Di penghujung waktu pelajaran buatlah evaluasi se­hingga peserta didik dapat mencari jawaban sebagai titik temu dari argumentasi-argumentasi yang telah mereka munculkan.[18]
11.  The Power Of  Two
Seperti metode pembelajaran kooperatif lainnya, praktik pembelajaran dengan metode the power of two diawali dengan mengajukan pertanyaan. Diharapkan per­tanyaan yang dikembangkan adalah pertanyaan yang mem­butuhkan pemikiran kritis.
Mintalah kepada peserta didik secara perorangan untuk menjawab pertanyaan yang diterimanya. Setelah semua menyelesaikan jawabannya, mintalah kepada peserta didik mencari pasangan.
Individu-individu yang berpasangan diwajibkan saling menjelaskan jawaban masing-masing, kemudian menyusun jawaban baru yang disepakati bersama. Setelah masing-masing pasangan menulis jawaban mereka, mintalah mereka membandingkan jawaban tersebut dengan pasangan lain, demikian seterusnya. Berikan waktu yang cukup agar peserta didik dapat mengembangkan pengetahuan yang lebih integratif.
Di akhir pelajaran buatlah rumusan-rumusan rang­kuman sebagai jawaban-jawaban atas pertanyaan yang telah diajukan. Rumusan tersebut merupakan konstruksi atas keseluruhan pengetahuan yang telah dikembangkan selama diskusi.[19]
12.  Listening Team
Langkah-langkah metode tim pendengar:
a.    Bagilah peserta didik menjadi 4 tim dan berilah tim-tim ini dengan tugas-tugas sebagai berikut:
TIM
PERAN
TUGAS
A
Penanya
Merumuskan pertanyaan.
B
Pendukung
Menjawab pertanyaan yang didasarkan pada poin-poin yang disepakati (membantu dan menjelaskannya, mengapa demikian).
C
Penentang
Mengutarakan poin-poin yang tidak disetujui atau tidak bermanfaat dan menjelaskan mengapa demikian.
D
Penarik Kesimpulan
Menyimpulkan hasil.

b.      Penyaji memaparkan laporan hasil penelitiannya, setelah selesai beri waktu kepada tiap kelompok untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan perannya masing-masing.[20]



[1] Dr. Rusman, M.Pd, Model-Model Pembelajaran……, hal. 326
[2] Dr. Rusman, M.Pd, Model-Model Pembelajaran……, hal. 326
[3] Agus Suprijono, Cooperatif Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM……, hal. 6
[4] Darmansyah, S.T., M.Pd., Strategi Pembelajaran Menyenangkan Dengan Humor, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), Cet. 3, hal. 50-52
[5] Darmansyah, S.T., M.Pd., Strategi Pembelajaran Menyenangkan……, hal. 26-29
[6] Darmansyah, S.T., M.Pd., Strategi Pembelajaran Menyenangkan……, hal. 35-36
[7] Nur Azizah Arkarna, http://azkiyatunnufus.blogspot.co.id/2011/12/strategi -pembelajaran-PAKEM.html  diakses pada tanggal 11/11/2016 pukul 15:40
[8] Dr. Rusman, M.Pd, Model-Model Pembelajaran……, hal. 327-328
[9]Agus Suprijono, Cooperatif Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM……, hal. 89-91
[10]Agus Suprijono, Cooperatif Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM……, hal. 91
[11]Agus Suprijono, Cooperatif Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM……, hal. 92
[12]Agus Suprijono, Cooperatif Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM……, hal. 93
[13]Agus Suprijono, Cooperatif Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM……, hal. 93-94
[14]Agus Suprijono, Cooperatif Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM……, hal. 94-96
[15]Agus Suprijono, Cooperatif Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM……, hal. 96-97
[16]Agus Suprijono, Cooperatif Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM……, hal. 97-98
[17]Agus Suprijono, Cooperatif Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM……, hal. 98-99
[18]Agus Suprijono, Cooperatif Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM……, hal. 99-100
[19]Agus Suprijono, Cooperatif Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM……, hal. 100-101
[20]Agus Suprijono, Cooperatif Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM……, hal. 101-102



[1] Prof. Dr. H. E. Mulyasa, M.Pd., Manajemen Pendidikan Karakter......, hal. 131
[2] Dr. Rusman, M.Pd, Model-Model Pembelajaran……, hal. 326
[3] Prof. Dr. H. E. Mulyasa, M.Pd., Manajemen Pendidikan Karakter......, hal. 132-133

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Populer

Wikipedia

Hasil penelusuran

Total Tayangan Halaman