A.
Definisi
PAKEM
Istilah
PAKEM semula dikembangkan dari istilah AJEL (Active Joyful and Effective
Learning). Untuk pertama kalinya di Indonesia, yaitu pada tahun 1999, metode
ini dikenal dengan istilah PEAM (Pembelajaran Efektif, Aktif dan Menyenangkan).
Pada hakekatnya, landasan-landasan teori yang digunakan PAKEM adalah
mengambil teori-teori tentang active learning atau pembelajaran aktif.
Istilah pembelajaran aktif di sini lebih tepat merupakan lawan dari
pembelajaran konvensional. Pada pembelajaran konvensional, gurulah yang
mendominasi. Sementara, pada pembelajaran aktif siswalah yang lebih
banyak melakukan aktif belajar. Kedua pendekatan pembelajaran tersebut
masih tetap menonjolkan keaktifan siswa, namun dalam kadar yang berbeda.
Secara kuantitatif, Depdiknas pernah menetapkannya dengan perbandingan
3:7. Pada pendekatan konvensional (implementasi kurikulum 1994 dan
sebelumnya), 70% guru ceramah dan 30% siswa aktif melakukan kegiatan
sedangkan pada pembelajaran aktif (implementasi dari kurikulum 2006),
70% siswa yang aktif melakukan kegiatan dan guru hanya 30% saja.
PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif,
Efektif, Menyenangkan) merupakan strategi pembelajaran untuk mengembangkan
keterampilan dan pemahaman siswa, dengan penekanan pada pemahaman siswa,
dengan penekanan pada belajar sambil bekerja (learning by doing).
Pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa dapat meningkatkan motivasi
siswa untuk terus belajar selama hidupnya. Motivasi siswa dalam kelas
dapat meningkatkan antusiasme, perhatian, keterlibatan siswa dan usaha siswa
untuk belajar. Melalui upaya tersebut siswa SD diharapkan memiliki
pengalaman belajar yang menyenangkan, termotivasi terus untuk belajar
serta tidak akan mengalami kesulitan dalam tahapan belajar membaca
berikutnya.[1]
B. Kriteria PAKEM
Dalam PAKEM ini, guru
dituntut untuk dapat melakukan kegiatan pembelajaran yang dapat melibatkan
siswa melalui pembelajaran, aktif, kreatif, efektif, dan membuat karya,
gagasan, pendapat, ide atas hasil penemuannya dan usahanya sendiri, bukan dari
gurunya.
PAKEM
(Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan) sebagai sebuah strategi pembelajaran, memiliki 5 kriteria yang bisa
dipaparkan sebagai berikut:
1. Pembelajaran
Pembelajaran berarti upaya membelajarkan siswa.[2] Pembelajaran
merupakan terjemahan dari learning.[3]
Pembelajaran berarti proses, cara, perbuatan mempelajari. Pada
pembelajaran guru mengajar diartikan sebagai upaya guru mengorganisir lingkungan
terjadinya pembelajaran. Guru mengajar dalam perspektif pembelajaran adalah guru menyediakan
fasilitas belajar bagi peserta didiknya untuk mempelajarinya.
Jadi, subyek pembelajaran adalah peserta didik. Pembelajaran berpusat pada peserta didik. Pembelajaran adalah dialog
interaktif. Pembelajaran merupakan proses organik dan konstuktif, bukan mekanis seperti halnya pengajaran.[4]
2. Pembelajaran
Aktif
Pembelajaran aktif merupakan pembelajaran yang lebih
banyak melibatkan aktivitas siswa dalam mengakses berbagai informasi dan
pengetahuan untuk dibahas dan dikaji dalam proses pembelajaran di kelas,
sehingga mereka mendapatkan berbagai pengalaman yang dapat meningkatkan
pemahaman dan kompetensinya.[5]
Aktivitas yang dimaksud adalah aktivitas jasmaniah dan aktivitas mental yang
dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Aktivitas
visual (visual activities) seperti membaca, menulis, melakukan
eksperimen, dan demonstrasi.
b. Aktivitas
lisan (oral activities) seperti bercerita, membaca sajak, Tanya jawab,
diskusi, menyanyi.
c. Aktivitas
mendengarkan (listening activities) seperti mendengarkan penjelasan
guru, ceramah, pengarahan.
d. Aktivitas
gerak (motor activities) seperti senam, atletik, menari, melukis.
e. Aktivitas
menulis (writting activities) seperti mengarang, membuat makalah,
membuat surat.[6]
Siswa lebih aktif mempelajari materi pembelajaran yang menyiapkan siswa untuk
hidup, informasi yang diterima lebih lama diingat dan disimpan, dan lebih
menikmati suasana kelas yang nyaman. Siswa mengemukakan pendapat, tanya jawab,
mengembangkan pengetahuannya, memecahkan masalah, diskusi dan menarik
kesimpulan. Peran guru tidak dominan menguasai proses pembelajaran melainkan
memberikan kemudahan (fasilitator). Kegiatan pembelajaran aktif antara lain
tanya jawab di dalam kelas.[7]
Agar siswa belajar secara aktif, guru perlu menciptakan strategi yang
tepat, sehingga mereka mempunyai motivasi yang tinggi untuk belajar. Motivasi
yang seperti ini akan dapat tercipta kalau guru dapat meyakinkan siswa akan
kegunaan materi pembelajaran bagi kehidupan nyata siswa. Demikian juga, guru
harus dapat menciptakan situasi sehingga materi pembelajaran
selalu tampak menarik dan tidak membosankan. Untuk kepentingan tersebut, guru
harus mampu bertindak sebagai fasilitator, yang perannya tidak terbatas pada
penyampaian informasi kepada siswa. Sesuai kemajuan dan tuntutan zaman, guru
harus memiliki kemampuan untuk memahami siswa dengan berbagai keunikannya agar
mampu membantu mereka dalam menghadapi kesulitan belajar. Guru juga dituntut
memahami berbagai macam strategi dan metode pembelajaran agar dapat membimbing
siswa secara optimal.[8]
3. Pembelajaran
Kreatif
Pembelajaran kreatif merupakan proses pembelajaran
yang mengaharuskan guru untuk dapat memotivasi dan memunculkan kreativitas
siswa selama pembelajaran berlangsung, dengan menggunakan beberapa metode dan
strategi yang bervariasi, misalnya kerja kelompok, bermain peran, dan pemecahan
masalah.
Pembelajaran kreatif menuntut guru untuk merangsang
kreativitas siswa, baik dalam mengembangkan kecakapan berpikir maupun dalam
melakukan suatu tindakan. Berpikir kreatif selalu dimulai dengan berpikir kritis, yakni
menemukan dan melahirkan sesuatu yang sebelumnya tidak ada atau memperbaiki
sesuatu. Siswa dikatakan kreatif apabila mampu melakukan sesuatu yang
menghasilkan sebuah kegiatan baru yang diperoleh dari hasil berpikir kreatif
dengan mewujudkannya dalam bentuk sebuah hasil karya baru. [9]
Pembelajaran kreatif merupakan
pembelajaran yang diasumsikan mampu meningkatkan kualitas proses belajar
mengajar. Pembelajaran kreatif juga dimaksudkan agar guru
menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat
kemampuan siswa. Kreatif dari sisi guru dapat dilihat dari kegiatan yang
dikembangkan cukup beragam dan pengembangan berbagai alat bantu pembelajaran
(alat peraga).[10]
Dalam mengajari siswa agar menjadi
kreatif dapat dilakukan dengan :
a. Mengembangkan ide sebanyak-banyaknya.
b. Mengembangkan ide berdasarkan ide-ide orang lain.
c. Jangan memberi kritik pada saat pengembangan ide.
d. Mengevaluasi ide-ide yang telah ada.
e. Menyimpulkan ide yang terbaik.
Pembelajaran kreatif memiliki beberapa
karakteristik antara lain :
a. Keterlibatan siswa secara intelektual dan emosional dalam
pembelajaran.
b. Siswa didorong untuk menemukan/mengonstruksi sendiri konsep yang
sedang dikaji melalui penafsiran yang dilakukan dengan berbagai cara seperti
observasi, diskusi atau percobaan.
c. Siswa diberi kesempatan untuk bertanggungjawab menyelesaikan tugas
bersama.
d. Pada dasarnya untuk menjadi kreatif seseorang harus bekerja keras,
berdedikasi tinggi, antusias, serta percaya diri.[11]
Dengan mengacu kepada karakteristik
tersebut, pembelajaran kreatif diasumsikan mampu memotivasi siswa dalam
melaksanakan berbagai kegiatan sehingga merasa tertantang menyelesaikan
tugas-tugasnya secara kreatif.
Dalam pelaksanaan pembelajaran kreatif
terdapat lima tahap pembelajaran, yaitu :
a. Orientasi
Tahap ini diawali
dengan orientasi untuk menyepakati tugas dan langkah pembelajaran. Dalam hal
ini guru mengomunikasikan tujuan, materi, waktu, langkah-langkah pembelajaran,
hasil akhir yang diharapkan dari siswa, serta penilaian yang diterapkan. Tahap
orientasi sangat penting dilakukan pada awal pembelajaran, karena dapat
memeberi arah dan petunjuk bagi siswa tentang kegiatan pembelajaran yang akan
dilakukan. Pada kesempatan ini siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan
pendapat tentang langkah/cara kerja serta hasil akhir yang diharapkan serta
penilaian. Dalam tahapan ini tejadi negosiasi antara siswa dan guru tentang
aspek-aspek tersebut, namun pada akhirnya diharapkan terjadi kesepakatan antara
guru dan siswa.
b. Eksplorasi
Dalam tahapan ini, siswa
melakukan eksplorasi terhadap masalah/konsep yang dikaji. Eksplorasi dapat
dilakukan dengan berbagai cara, seperti membaca, melakukan observasi,
wawancara, melakukan percobaan, browsing lewat intenet, dan sebagainya. Melalui
kegiatan eksplorasi, siswa akan dirangsang untuk meningkatkan rasa ingin
tahunya, dan hal tersebut dapat memacu kegiatan belajar selanjutnya. Kegiatan
ini dapat dilakukan secara individual maupun kelompok. Waktu untuk eksplorasi
disesuaikan dengan luasnya cakupan bidang/bahasan yang akan dibahas. Agar eksplorasi
terarah, guru harus membuat panduan singkat yang memuat tujuan, waktu, materi,
cara kerja serta hasil akhir yang diharapkan.
c. Interpretasi
Dalam tahapan ini, hasil
eksplorasi diinterpretasikan melalui kegiatan analisis, diskusi, tanya jawab,
atau bahkan berupa percobaan kembali, jika memang hal itu diperlukan kembali.
Tahap interpretasi sangat penting dilakukan dalam kegiatan pembelajaran karena
melalui tahap interpretasi siswa didorong untuk berpikir tingkat tinggi
(analisis, sintesis, dan evaluasi) sehingga terbiasa dalam memecahkan masalah
meninjau dari berbagai aspek. Interpretasi sebaiknya dilakukan pada jam tatap
muka, meskipun persiapannya dilakukan siswa di luar jam tatap muka. Jika
eksplorasi dilakukan oleh kelompok, setiap kelompok selanjutnya diharuskan
menyajikan hasil pemahamannya di depan kelas dengan cara masing-masing, diikuti
tanggapan oleh siswa lain. Pada akhir tahapan ini diharapkan semua siswa sudah
memahami konsep/topik/masalah yang dikaji.
d. Re-kreasi
Dalam tahap ini, siswa
ditugaskan untuk menghasilkan sesuatu yang mencerminkan pemahamannya terhadap konsep/topik/masalah yang dikaji
menurut kreasinya masing-masing. Siswa dituntut untuk mampu menghasilkan
sesuatu sehingga apa yang telah dipelajarinya menjadi bermakna, lebih-lebih untuk
memecahkan masalah yang sering dijumpai pada kehidupan sehari-hari. Re-kreasi
dpat dilakukan secara individual atau kelompok sesuai dengan pilihan siswa.
Hasil re-kreasi merupakan produk kreatif sehingga dapat dipresentasikan,
dipajang atau ditindaklanjuti.
e. Evaluasi
Evaluasi
dilakukan selama proses pembelajaran dan pada akhir pembelajaran. Selama proses
pembelajaran evaluasi
dilakukan dengan mengamati sikap dan kemampuan berpikir siswa. Hal-hal yang
dinilai selama proses pembelajaran adalah kesungguhan mengerjakan tugas, hasil
eksplorasi, kemampuan berpikir kritis dan logis dalam memberikan
pandangan/argumentasi, kemampuan untuk bekerja sama dan memikul tanggungjawab
bersama. Sedangkan evaluasi pada akhir pembelajaran evaluasi terhadap produk
kreatif yang dihasilkan siswa. Kriteria
penilaian dapat disepakati bersama pada waktu orientasi.[12]
Secara
operasional kegiatan guru dan siswa selama proses pembelajaran kreatif dapat
dijabarkan sebagai berikut.
No
|
Tahap
|
Kegiatan Guru
|
Kegiatan Siswa
|
1.
|
Orientasi
|
Mengomunikasikan
tujuan, materi, waktu, langkah-langkah pembelajaran, hasil yang diharapkan
dan penilaian.
|
Menanggapi/mendiskusikan
langkah-langkah pembelajaran, hasil yang diharapkan dan penilaian.
|
2.
|
Eksplorasi
|
Fasilitator,
motivator, mengarahkan, dan memberi bimbingan belajar.
|
Membaca,
melakukan observasi, wawancara, melakukan percobaan, browsing lewat internet,
dan sebagainya.
|
3.
|
Interpretasi
|
Membimbing, fasilitator,
mengarahkan.
|
Analisis,
diskusi, tanya jawab, atau berupa percobaan kembali.
|
4.
|
Re-kreasi
|
Membimbing,
mengarahkan, memberi dorongan, menumbuhkembangkan daya cipta.
|
Mengambil
kesimpulan, menghasilkan sesuatu/produk yang baru.
|
5.
|
Evaluasi
|
Melakukan evaluasi,
memberikan balikan.
|
Mendiskusikan
hasil evaluasi.
|
1. Pembelajaran
Efektif
Pembelajaran
efektif adalah pembelajaran yang dilakukan dapat mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.[1] Pembelajaran
dapat dikatakan efektif jika mampu memberikan pengalaman baru kepada siswa,
membentuk kompetensi siswa, serta mengantarkan mereka ke tujuan yang ingin
dicapai secara optimal. Seluruh siswa harus dilibatkan secara penuh agar
bergairah dalam pembelajaran, sehingga suasana pembelajaran betul-betul
kondusif dan terarah pada tujuan dan pembentukan kompetensi siswa.[2]
Pembelajaran efektif dapat dilakukan dengan
prosedur sebagai berikut:
a. Pemanasan dan Apersepsi
Pemanasan dan apersepsi perlu dilakukan untuk menjajaki pengetahuan peserta didik, memotivasi
peserta didik dengan menyajikan materi yang menarik dan mendorong mereka untuk
mengetahui berbagai hal baru. Pemanasan dan apersepsi dapat dilakukan sebagai berikut.
1) Memulai pembelajaran dengan hal-hal yang
diketahui dan dipahami peserta didik.
2) Memotivasi peserta didik dengan bahan ajar yang menarik dan
berguna bagi kehidupan mereka.
3) Menggerakkan peserta didik agar tertarik dan berkeinginan untuk
mengetahui hal-hal baru.
b.
Eksplorasi
Tahap
eksplorasi merupakan kegiatan untuk mengenalkan bahan dan mengaitkannya dengan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik. Hal tersebut dapat ditempuh sebagai
berikut.
1)
Perkenalkan materi standar dan kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh peserta didik.
2)
Kaitkan materi standar dan kompetensi dasar
yang baru dengan pengetahuan dan kompetensi yang sudah dimiliki oleh peserta didik.
3)
Pilih metode yang paling tepat, dan gunakan secara bervariasi untuk meningkatkan penerimaan
peserta didik terhadap materi standar dan kompetensi baru.
c.
Konsolidasi Pembelajaran
Konsolidasi merupakan kegiatan untuk mengaktifkan peserta didik
dalam pembentukan kompetensi, dengan mengaitkan kompetensi
dengan kehidupan peserta didik. Konsolidasi pembelajaran ini dapat dilakukan sebagai berikut.
1)
Libatkan peserta didik secara aktif dalam menafsirkan dan memahami materi standar dan kompetensi
baru.
2)
Libatkan peserta didik secara aktif dalam proses pemecahan masalah, teutama dalam masalah-masalah aktual.
3)
Pilihlah metodologi
yang tepat sehingga materi standar dapat diproses menjadi kompetensi peserta
didik.
d.
Pembentukan Kompetensi dan Karakter
Pembentukan kompetensi dan karakter peserta
didik dapat dilakukan
sebagai berikut.
1)
Doronglah peserta didik untuk menerapkan konsep, pengertian, dan
kompetensi yang dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari.
2)
Praktikkan pembelajaran secara langsung, agar peserta didik dapat membangun kompetensi
dan karakter baru dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan pengertian yang telah dipelajari.
3)
Gunakan metodologi yang paling tepat agar terjadi perubahan kompetensi dan karakter
peserta didik.
e.
Penilaian Formatif
1)
Kembangkan cara-cara untuk menilai hasil pembelajaran peserta didik.
2)
Gunakan hasil penilaian tersebut untuk menganalisis kelemahan atau kekurangan peserta didik dan masalah-masalah yang dihadapi guru dalam memberikan kemudahan kepada peserta didik.
Untuk
menciptakan pembelajaran yang efektif, guru harus memerhatikan beberapa hal,
yaitu:
a. Pengelolaan
tempat belajar
b. Pengelolaan
siswa
c. Pengelolaan
kegiatan pembelajaran
d. Pengelolaan
konten/materi pelajaran
e. Pengelolaan
media dan sumber belajar.[1]
1. Pembelajaran
Menyenangkan
Pembelajaran
menyenangkan (joyfull instruction) merupakan suatu proses pembelajaran
yang didalamnya terdapat suatu kohesi yang kuat antara guru dan siswa, tanpa
ada perasaan terpaksa atau tertekan. Dengan kata lain pembelajaran menyenangkan
adalah adanya pola hubungan yang baik anatara guru dengan siswa dalam proses
pembelajaran. Guru memposisikan diri sebagai mitra belajar siswa, bahkan dalam hal
tertentu tidak menutup kemungkinan guru belajar dari siswanya. Dalam hal ini
perlu diciptakan suasana yang demokratis dan tidak ada beban, baik guru maupun
siswa dalam melakukan proses pembelajaran.[2]
Menurut
Agus Suprijono dalam bukunya Cooperatif Learning menjelaskan,
pembelajaran menyenangkan adalah pembelajaran dengan suasana socio emotional
climate. Peserta didik merasakan bahwa proses belajar yang dialaminya bukan
sebuah derita yang mendera dirinya, melainkan berkah yang harus disyukurinya.
Belajar bukanlah tekanan jiwa pada dirinya, namun merupakan panggilan jiwa yang
harus ditunaikannya. Pembelajaran menyenangkan menjadikan peserta didik ikhlas
menjalaninya.[3]
Menurut Dryden dan Vos dikutip oleh Darmansyah
menjelaskan bahwa pembelajaran menyenangkan adalah pembelajaran di mana interaksi
antara guru dan siswa, lingkungan fisik, dan suasana memberikan peluang
terciptanya kondisi yang kondusif untuk belajar.
a. Interaksi
Interaksi haruslah positif, aman, mendukung,
santai/rileks, penjelajahan (exploratory), menggembirakan dan
menggunakan humor. Menurut DePorter dkk. Dikutip oleh Darmansyah, jika guru
ingin komunitas belajarnya menjadi tempat yang meningkatkan kesadaran, daya
dengar, partisipasi, umpan balik, dan pertumbuhan serta tempat emosi dihargai,
maka suasanan kelas termasuk bahasa yang dipilih, cara menjalin rasa simpati,
dan sikap terhadap sekolah serta belajar harusnyalah suasana yang penuh
kegembiraan, yang dapat membawa kegembiraan pula pada paraa siswa.
Guru terbaik adalah guru yang mendahulukan interaksi
dalam lingkungan belajar, memperhatikan kualitas interaksi antarpelajar, antara
pelajar dengan guru, serta antara pelajar dan kurikulum. Cara terbaik untuk
berinteraksi dengan peserta didik adalah memahami impian siswa terhadap guru
ideal yang menurutnya mampu memberikan dorongan terbesar dalam belajar. [4]
b. Lingkungan
fisik
Lingkungan fisik siswa perlu adanya penataaan
ruangan, jenis dan warna cat yang digunakan, penataan bunga dan aroma, poster
berwarna-warni serta kelengkapan kelas lainnya. Lingkungan kelas yang kondusif,
nyaman, menyenangkan, dan bersih berperan penting dalam menunjang kefektivitasan
belajar. Lingkungan juga akan mempengaruhi mental siswa secara psikologis dalam
menerima informasi dari guru di dalam kelas.
Banyak hal yang dapat dilakukan dalam sebuah kelas
untuk memberikan kenyamanan kepada siswa. Penyusunan meja dan kursi yang
memungkinkan siswa dapat menerima akses informasi dengan baik dan merata.
Memberikan aroma tertentu yang membangkitkan semangat dan motivasi. Menata
bunga dan berbagai tumbuhan yang akan memberikan kesegaran. Memilih warna cat
dinding yang sesuai dengaan kebutuhan untuk sebuah ruang belajar. Memasang
poster-poster tentang ikon-ikon tertentu, tentang topik-topik utama
pembelajaran. menempelkan poster yang berisikan kalimat-kalimat afirmasi yang
memungkinkan siswa termotivasi untuk menjadi seseorang yang berprestasi dan
pemenang di kelasnya.
Dengann mengatur lingkungan, guru mengambil langkah
pertama yang efektif untuk mengatur pengalaman belajar secara keseluruhan.
Kenyataannya, satu aalasan mengapa program-prograam pembelajaran begitu sukses
dalam membantu seseorang menjadi peelajar yang lebih baik. Ini karena guru
berjuang untuk menciptakan lingkungan optimal, baik secara fisik maupun mental.[5]
c. Penataan
suasana
Disarankan
memilih suasana yang
nyaman, cukup penerangan, enak dipandang mata, diiringi musik, dan lain-lain. Pembelajaran yang didukung oleh suasana kondusif akan
memberikan dampak terhadap peningkatan hasil belajar. Suasana itu kebanyakan
dipengaruhi berbagai faktor seperti sirkulasi udara dalam ruangan, pencahayaan,
dan pengaruh musik dalam suasana belajar. Suasana hati memberikan pengaruh
berarti terhadap pencapaian hasil belajar. Perasaan gembira, nyaman dan releks
dalap membuka peluang bagi otak untuk bekerja secara ringan. [6]
A.
Prinsip-Prinsip PAKEM
Pelaksanaan
pembelajaran yang mengutamakan aspek keaktifan, kreatifitas dan inovatif, sehingga
membuat pembelajaran menjadi efektif dan menyenangkan, menuntut guru untuk
menguasai berbagai metode mengajar serta keterampilan dasar mengajar.
Penguasaan berbagai metode mengajar tersebut akan memberi keleluasaan untuk
memilih metode yang sesuai dengan tujuan, materi, peserta didik dan aspek-aspek
lainnya, sehingga prinsip-prinsip PAKEM dapat diterapkan secara optimal. [7]
Prinsip-prinsip pembelajaran
PAKEM antara lain:
1. Pemahaman
Di
aspek pemahaman ini siswa diajarkan untuk dapat belajar mandiri. Didalamnya
terdapat banyak cara untuk penerapanya, antara lain seperti eksperimen,
pengamatan, percobaan, penyelidikan, dan wawancara. Pada aspek pengalaman, anak
belajar banyak melalui perbuatan dan dengan melalui pengalaman langsung dapat
mengaktifkan banyak indera yang dimiliki anak tersebut. Seperti yang
dikemukakan oleh Edgar Dale dalam kerucut pengalamannya (cone experience) bahwa
dengan pengalaman langsung sekitar 90% materi yang didapatkan oleh anak akan
cepat terserap dan bertahan lebih lama.
2. Komunikasi
Aspek
komunikasi ini dapat dilakukan dengan beberapa bentuk, antara lain mengemukakan
pendapat, presentasi laporan, dan memanjangkan hasil kerja. Di aspek ini ada hal-hal
yang ingin didapatkan, misalnya anak dapat mengungkapkan gagasan, dapat
mengonsolidasi pikirannya, mengeluarkan gagasannya, memancingkan gagasan orang
lain, dan membuat bangunan makna mereka dapat diketahui oleh guru.
3. Interaksi
Aspek
interaksi ini dapat dilakukan dengan cara interaksi, Tanya jawab, dan saling
melempar pertanyaan. Dengan hal-hal seperti itulah kesalahan makna yang
diperbuat oleh anak-anak berpeluang untuk terkoreksi dan makna yang terbangun
semakin mantap, sehingga dapat menyebabkan hasil belajar meningkat.
4. Refleksi
Dalam aspek ini yang dilakukan adalah memikirkan
kembali apa yang telah diperbuat/dipikirkan oleh anak selama mereka belajar. Hal
ini dilakukan supaya terdapatnya perbaikan gagasan/makna yang telah dikeluarkan
oleh anak dan agar mereka tidak mengulangi kesalahan. Di sini anak diharapkan
juga dapat menciptakan gagasan-gagasan baru.[8]
1. Jigsaw
Pembelajaran dengan
metode jigsaw diawali dengan pengenalan topik yang akan dibahas oleh guru. Guru
bisa menuliskan topik yang akan dipelajari pada papan tulis, white board,
penayangan power point dan sebagainya. Guru menanyakan kepada peserta
didik apa yang mereka ketahui mengenai topik tersebut. Kegiatan sumbang saran
ini dimaksudkan untuk mengaktifkan skemata atau struktur kognitif peserta
didik agar lebih siap menghadapi kegiatan pelajaran yang baru.
Selanjutnya guru
membagi kelas menjadi kelompok-kelompok lebih kecil. Jumlah kelompok bergantung
pada jumlah konsep yang terdapat pada topik yang dipelajari. Misal, topik yang
disajikan adalah metode penelitian sejarah, karena topik ini terdiri dari konsep
heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi, maka kelompok terbagi menjadi
4. Jika dalam satu kelas ada 40 orang, maka setiap kelompok beranggotakan 10
orang. Keempat kelompok itu adalah kelompok heuristik, kelompok kritik, kelompok interpretasi dan kelompok historiografi. Kelompok-kelompok ini disebut home teams (kelompok asal).
Setelah kelompok asai
terbentuk, guru
membagikan materi tekstual
kepada tiap-tiap kelompok. Setiap orang dalam setiap kelompok bertanggung jawab
mempelajari materi tekstual yang diterimanya dari guru. Kelompok heuristik akan
menerima materi tekstual dari guru tentang heuristik. Tiap orang dalam kelompok
heuristik memiliki tanggung jawab mengkaji secara mendalam konsep tersebut.
Demikian pula kelompok kritik, tiap-tiap orang dalam kelompok ini mendalami
konsep kritik, demikian seterusnya.
Sesi berikutnya,
membentuk expert teams (kelompok ahli). Jumlah kelompok ahli tetap 4.
Setiap kelompok ahli mempunyai 10 anggota yang berasal dari masing-masing
kelompok asal. Karena jumlah anggota setiap kelompok asal adalah 10 orang, maka
aturlah sedemikian rupa terpenting adalah di setiap kelompok ahli ada anggota
dari kelompok asal yang berbeda-beda tersebut. Dalam satu kelompok ahli ada
anggota dari kelompok heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi.
Setelah terbentuk
kelompok ahli, berikan kesempatan kepada mereka berdiskusi. Melalui diskusi di kelompok
ahli diharapkan mereka memahami topik metode penelitian sejarah sebagai
pengetahuan yang utuh yaitu merupakan pengetahuan struktur yang
mengintegrasikan hubungan antar-konsep
heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Setelah diskusi di kelompok
ini selesai,
selanjutnya mereka kembali ke kelompok
asal. Artinya, anggota-anggota yang berasal dari kelompok heuristik berkumpul
kembali ke kelompoknya yaitu kelompok heuristik, dan seterusnya. Setelah mereka
kembali ke kelompok asal berikan kesempatan kepada mereka berdiskusi. Kegiatan
ini merupakan refleksi terhadap pengetahuan yang telah mereka dapatkan dari
hasil berdiskusi di kelompok ahli.
Sebelum pembelajaran
diakhiri, diskusi dengan seluruh kelas perlu dilakukan. Selanjutnya, guru
menutup pembelajaran dengan memberikan review terhadap topik yang telah
dipelajari.[9]
2. Think-Pair-Share
Seperti namanya “Thinking”,
pembelajaran ini diawali dengan guru mengajukan pertanyaan atau isu terkait
dengan pelajaran untuk dipikirkan oleh peserta didik. Guru memberi kesempatan
kepada mereka memikirkan jawabannya.
Selanjutnya, “Pairing”, pada tahap ini guru meminta
peserta didik berpasang-pasangan. Beri kesempatan kepada pasangan-pasangan itu
untuk berdiskusi. Diharapkan diskusi ini dapat memperdalam makna dari jawaban
yang telah dipikirkannya melalui intersubjektif dengan pasangannya.
Hasil diskusi
intersubjektif di tiap-tiap pasangan hasilnya dibicarakan dengan pasangan
seluruh kelas. Tahap ini dikenal dengan “Sharing”.
Dalam kegiatan ini diharapkan terjadi tanya jawab yang mendorong pada
pengonstruksian pengetahuan secara integratif, Peserta didik dapat menemukan
struktur dari pengetahuan yang dipelajarinya.[10]
3. Numbered Heads Together
Pembelajaran dengan
menggunakan metode Numbered Heads Together diawali dengan Numbering.
Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil. Jumlah kelompok sebaiknya
mempertimbangkan jumlah konsep yang dipelajari. Jika jumlah peserta didik
dalam satu kelas terdiri dari 40 orang dan terbagi menjadi 5 kelompok
berdasarkan jumlah konsep yang dipelajari, maka tiap kelompok terdiri 8 orang.
Tiap-tiap orang dalam tiap-tiap kelompok diberi nomor 1-8.
Setelah kelompok
terbentuk guru mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh
tiap-tiap kelompok. Berikan kesempatan kepada tiap-tiap kelompok menemukan
jawaban. Pada kesempatan ini tiap-tiap kelompok menyatukan kepalanya “Heads Together” berdiskusi memikirkan jawaban
atas pertanyaan dari guru.
Langkah berikutnya
adalah guru memanggil peserta didik yang memiliki nomor yang sama dari
tiap-tiap kelompok. Mereka diberi kesempatan memberi jawaban atas pertanyaan
yang telah diterimanya dari guru. Hal itu dilakukan terus hingga semua peserta
didik dengan nomor yang sama dari masing-masing kelompok mendapat giliran
memaparkan jawaban atas pertanyaan guru. Berdasarkan jawaban-jawaban itu guru
dapat mengembangkan diskusi lebih mendalam, sehingga peserta didik dapat
menemukan jawaban pertanyaan itu sebagai pengetahuan yang utuh.[11]
4. Group lnvestigation
Pembelajaran dengan
metode group investigation dimulai dengan pembagian kelompok. Selanjutnya guru
beserta peserta didik memilih
topik-topik tertentu dengan permasalahan-permasalahan yang dapat dikembangkan
dari topik-topik itu. Sesudah topik beserta permasalahannya disepakati,
peserta didik beserta guru menentukan metode penelitian yang dikembangkan untuk
memecahkan masalah.
Setiap kelompok
bekerja berdasarkan metode investigasi yang telah mereka rumuskan. Aktivitas
tersebut merupakan kegiatan sistemik keilmuan mulai dari mengumpulkan data,
analisis data, sintesis, hingga menarik kesimpulan.
Langkah berikutnya
adalah presentasi hasil oleh masing-masing kelompok. Pada tahap ini diharapkan
terjadi intersubjektif dan objektivikasi pengetahuan yang telah dibangun oleh
suatu kelompok. Berbagai perspektif diharapkan dapat dikembangkan oleh seluruh
kelas atas hasil yang dipresentasikan oleh suatu kelompok. Seyogianya di akhir pembelajaran dilakukan
evaluasi. Evaluasi dapat memasukkan assesmen individual atau kelompok.[12]
5.
Two Stay Two Stray
Metode two stay two stray atau metode dua tinggal dua tamu. Pembelajaran dengan
metode itu diawali dengan pembagian kelompok. Setelah kelompok terbentuk guru
memberikan tugas berupa permasalahan-permasalahan yang harus mereka diskusikan
jawabannya.
Setelah diskusi intrakelompok usai, dua orang dari masing-masing
kelompok meninggalkan kelompoknya
untuk bertamu kepada kelompok yang lain. Anggota kelompok
yang tidak mendapat tugas sebagai duta (tamu) mempunyai kewajiban menerima
tamu dari suatu kelompok. Tugas mereka adalah menyajikan hasil kerja
kelompoknya kepada tamu tersebut. Dua orang yang bertugas sebagai tamu
diwajibkan bertamu kepada semua kelompok. Jika mereka telah usai menunaikan
tugasnya, mereka kembali ke kelompoknya masing-masing.
Setelah kembali ke
kelompok asal, baik peserta didik yang bertugas bertamu maupun mereka yang
bertugas menerima tamu mencocokkan dan membahas hasil kerja yang telah mereka
tunaikan.[13]
6. Make a Match
Hal-hal yang perlu
dipersiapkan jika pembelajaran dikembangkan dengan make a match adalah
kartu-kartu. Kartu-kartu tersebut terdiri dari kartu berisi pertanyaan-pertanyaan
dan kartu-kartu lainnya
berisi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Langkah berikutnya
adalah guru membagi komunitas kelas menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama
merupakan kelompok pembawa kartu-kartu berisi pertanyaan-pertanyaan. Kelompok
kedua adalah kelompok pembawa kartu-kartu berisi jawaban-jawaban. Kelompok
ketiga adalah kelompok penilai. Aturlah posisi kelompok-kelompok tersebut berbentuk huruf U.
Upayakan kelompok pertama dan kedua berjajar saling berhadapan.
Jika masing-masing
kelompok sudah berada di posisi yang telah ditentukan, maka guru membunyikan peluit sebagai
tanda agar kelompok pertama maupun kelompok kedua saling bergerak mereka
bertemu, mencari pasangan pertanyaan-jawaban yang cocok. Berikan kesempatan
kepada mereka untuk berdiskusi. Ketika mereka diskusi alangkah baiknya jika ada
musik instrumentalia yang lembut mengiringi aktivitas belajar mereka. Hasil
diskusi ditandai oleh pasangan-pasangan antara anggota kelompok pembawa kartu
pertanyaan dan anggota kelompok pembawa kartu jawaban.
Pasangan-pasangan
yang sudah terbentuk wajib menunjukkan pertanyaan-jawaban kepada kelompok
penilai. Kelompok ini kemudian membaca apakah pasangan pertanyaan-jawaban itu
cocok. Setelah penilaian dilakukan, aturlah sedemikian rupa kelompok pertama
dan kelompok kedua bersatu kemudian memosisikan dirinya menjadi kelompok
penilai. Sementara, kelompok penilai pada sesi pertama tersebut di atas dipecah
menjadi dua, sebagian anggota memegang kartu pertanyaan sebagian lainnya
memegang kartu jawaban. Posisikan mereka dalam bentuk huruf U. Guru kembali
membunyikan peluitnya menandai kelompok pemegang kartu pertanyaan dan jawaban
bergerak untuk mencari, mencocokkan, dan mendiskusikan pertanyaan-jawaban.
Berikutnya adalah masing-masing pasangan pertanyaan-jawaban menunjukkan hasil
kerjanya kepada penilai.
Perlu diketahui bahwa
tidak semua peserta didik baik yang berperan sebagai pemegang kartu pertanyaan,
pemegang kartu jawaban, maupun penilai mengetahui dan memahami secara pasti apakah betul
kartu pertanyaan-jawaban yang mereka pasangkan sudah cocok. Demikian halnya
bagi peserta didik kelompok penilai. Mereka juga belum mengetahui pasti apakah
penilaian mereka benar atas pasangan pertanyaan-jawaban. Berdasarkan kondisi
inilah guru memfasilitasi diskusi untuk memberikan kesempatan kepada seluruh peserta
didik mengonfirmasikan hal-hal yang mereka telah lakukan yaitu memasangkan
pertanyaan- jawaban dan melaksanakan penilaian.[14]
7. Listening Team
Pembelajaran dengan metode listening team
diawali dengan pemaparan materi pembelajaran oleh guru. Selanjutnya guru
membagi kelas menjadi kelompok-kelompok. Setiap kelompok mempunyai peran
masing-masing. Misal, 40 orang dalam suatu kelas dibagi menjadi 4 kelompok.
Kelompok pertama,
merupakan kelompok penanya, kelompok kedua dan kelompok ketiga adalah kelompok
penjawab. Kelompok kedua, merupakan kumpulan orang yang menjawab berdasarkan
perspektif tertentu, sementara kelompok ketiga, adalah kumpulan orang yang
menjawab dengan perspektif yang berbeda dengan kelompok kedua. Perbedaan ini
diharapkan memunculkan diskusi yang aktif yang ditandai oleh adanya proses
dialektika berpikir, sehingga mereka dapat menemukan pengetahuan struktural.
Kelompok keempat, adalah kelompok yang bertugas me-review dan membuat
kesimpulan dari hasil diskusi.
Pembelajaran diakhiri
dengan penyampaian berbagai kata kunci atau konsep yang telah dikembangkan oleh peserta didik dalam
berdiskusi.[15]
8. Inside-Outside Circle
Pembelajaran dengan
metode inside-outside circle diawali dengan pembentukan kelompok. Jika
kelas terdiri dari 40 orang bagilah menjadi 2
kelompok besar. Tiap-tiap kelompok besar terdiri dari 2 kelompok lingkaran
dalam dengan jumlah anggota 10 dan kelompok lingkaran luar terdiri dari 10
orang.
Aturlah sedemikian
rupa pada masing-masing kelompok besar yaitu anggota kelompok lingkaran dalam
berdiri melingkar menghadap keluar dan anggota kelompok lingkaran luar berdiri
menghadap ke dalam. Dengan demikian, antara anggota lingkaran dalam dan luar saling
berpasangan dan berhadap-hadapan. Berikan tugas pada tiap-tiap pasangan yang
berhadap-hadapan itu. Kelompok ini disebut kelompok pasangan asal. Sebaiknya, tugas yang diberikan pasangan
asal itu sesuai dengan indikator-indikator pembelajaran yang telah dirumuskan.
Karena dalam contoh ini
ada 10 pasangan berarti ada 10 indikator pembelajaran. Selanjutnya, berikan
waktu secukupnya kepada tiap-tiap pasangan untuk berdiskusi.
Setelah mereka
berdiskusi, mintalah kepada anggota kelompok lingkaran dalam bergerak
berlawanan arah dengan anggota kelompok lingkaran luar. Setiap pergerakan itu
akan terbentuk pasangan-pasangan baru. Pasangan-pasangan ini wajib memberikan
informasi berdasarkan hasil diskusi dengan
pasangan asal,
demikian seterusnya. Pergerakan baru diberhentikan jika anggota kelompok lingkaran dalam dan luar
sebagai pasangan asal bertemu kembali.
Hasil diskusi di
tiap-tiap kelompok besar tersebut di atas, kemudian dipaparkan sehingga terjadilah diskusi
antar-kelompok besar. Diskusi ini diharapkan menghasilkan pengetahuan bermakna
bagi seluruh peserta didik. Pengetahuan ini merupakan pengetahuan yang lebih
komprehensif.
Di penghujung
pertemuan, untuk mengakhiri pelajaran dengan metode inside-outside circle
guru dapat memberi ulasan maupun mengevaluasi hal-hal yang telah didiskusikan.
Perumusan kesimpulan dapat juga dibuat sebagai konstruksi terhadap pengetahuan
yang diperoleh dari diskusi.[16]
9. Bamboo Dancing
Pembelajaran dengan
metode bamboo dancing serupa dengan metode inside-outside circle. Pembelajaran diawali dengan pengenalan topik oleh
guru. Guru
bisa menuliskan topik tersebut di papan tulis atau dapat pula guru bertanya jawab apa yang diketahui peserta
didik mengenai topik itu. Kegiatan sumbang saran ini dimaksudkan untuk
mengaktifkan struktur kognitif yang telah dimiliki peserta didik agar lebih
siap menghadapi pelajaran yang baru.
Selanjutnya, guru
membagi kelas menjadi 2 kelompok besar, jika dalam satu kelas ada
40 orang, maka tiap kelompok besar terdiri 20 orang. Aturlah sedemikian rupa
pada tiap-tiap kelompok besar yaitu sepuluh orang berdiri berjajar saling
berhadapan dengan 10 orang lainnya yang juga dalam posisi berdiri berjajar. Dengan
demikian di dalam
tiap-tiap kelompok besar mereka saling berpasang-pasangan. Pasangan ini disebut
sebagai pasangan awal. Bagikan
tugas kepada setiap pasangan untuk dikerjakan atau dibahas. Pada kesempatan itu
berikan waktu yang cukup kepada mereka agar mendiskusikan tugas yang
diterimanya.
Usai diskusi, 20
orang dari tiap-tiap kelompok besar yang berdiri berjajar saling berhadapan itu
bergeser mengikuti arah jarum jam. Dengan cara ini tiap-tiap peserta didik
akan mendapat pasangan baru dan berbagi informasi, demikian seterusnya.
Pergeseran searah jarum jam baru berhenti ketika tiap-tiap peserta didik
kembali ke pasangan asal.
Hasil diskusi di
tiap-tiap kelompok besar kemudian dipresentasikan kepada seluruh kelas. Guru
memfasilitasi terjadinya intersubjektif, dialog interaktif, tanya jawab dan sebagainya. Kegiatan ini
dimaksudkan agar pengetahuan yang diperoleh melalui diskusi di tiap-tiap
kelompok besar dapat diobjektivikasi dan menjadi pengetahuan bersama seluruh
kelas.[17]
10. Point-Counter-Point
Metode pembelajaran point-counter-point
dipergunakan untuk mendorong peserta didik berpikir dalam berbagai perspektif.
Jika metode pembelajaran ini dikembangkan, maka yang harus diperhatikan adalah materi pembelajaran. Di dalam
bahan pelajaran harus
terdapat isu-isu kontroversi. Misal, G-30-S
PKl, Serangan Umum 1
Maret 1949 dan lain-lain.
Langkah pertama
metode pembelajaran point-counter-point adalah membagi peserta didik ke dalam kelompok-kelompok. Aturlah posisi mereka sedemikian rupa sehingga mereka
berhadap-hadapan. Berikan kesempatan kepada tiap-tiap kelompok merumuskan
argumentasi-argumentasi sesuai dengan perspektif yang dikembangkannya.
Usai tiap-tiap
kelompok berdiskusi secara intenal, maka mulailah mereka berdebat.
Setelah seorang peserta didik dari suatu kelompok menyampaikan argumen sesuai
pandangan yang dikembangkan kelompoknya, mintalah tanggapan, bantahan atau
koreksi dari kelompok lain perihal isu yang sama. Lanjutkan proses ini sampai
waktu yang memungkinkan.
Di penghujung waktu
pelajaran buatlah evaluasi sehingga peserta didik dapat mencari jawaban
sebagai titik temu dari argumentasi-argumentasi yang telah mereka munculkan.[18]
11. The Power Of Two
Seperti metode
pembelajaran kooperatif lainnya, praktik pembelajaran dengan metode the
power of two diawali dengan mengajukan pertanyaan.
Diharapkan pertanyaan yang dikembangkan adalah pertanyaan yang membutuhkan
pemikiran kritis.
Mintalah kepada
peserta didik secara perorangan untuk menjawab pertanyaan yang diterimanya. Setelah semua menyelesaikan jawabannya, mintalah kepada peserta didik mencari pasangan.
Individu-individu
yang berpasangan diwajibkan saling
menjelaskan jawaban masing-masing, kemudian menyusun jawaban baru yang disepakati bersama. Setelah masing-masing pasangan
menulis jawaban mereka, mintalah mereka membandingkan jawaban tersebut dengan pasangan lain,
demikian seterusnya. Berikan waktu yang cukup agar peserta didik dapat
mengembangkan pengetahuan yang lebih integratif.
Di akhir pelajaran
buatlah rumusan-rumusan rangkuman sebagai jawaban-jawaban atas pertanyaan yang
telah diajukan. Rumusan tersebut merupakan konstruksi atas keseluruhan
pengetahuan yang telah dikembangkan selama diskusi.[19]
12. Listening Team
Langkah-langkah
metode tim pendengar:
a.
Bagilah peserta didik menjadi 4 tim dan berilah
tim-tim ini dengan tugas-tugas sebagai berikut:
TIM
|
PERAN
|
TUGAS
|
A
|
Penanya
|
Merumuskan
pertanyaan.
|
B
|
Pendukung
|
Menjawab pertanyaan
yang didasarkan
pada poin-poin yang disepakati (membantu dan menjelaskannya, mengapa demikian).
|
C
|
Penentang
|
Mengutarakan
poin-poin yang tidak
disetujui atau tidak
bermanfaat dan menjelaskan mengapa demikian.
|
D
|
Penarik Kesimpulan
|
Menyimpulkan hasil.
|
b.
Penyaji memaparkan laporan hasil penelitiannya, setelah selesai beri waktu kepada tiap kelompok untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan perannya masing-masing.[20]
[1] Dr. Rusman, M.Pd, Model-Model
Pembelajaran……, hal. 326
[2] Dr. Rusman, M.Pd, Model-Model
Pembelajaran……, hal. 326
[3] Agus Suprijono, Cooperatif
Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM……, hal. 6
[4] Darmansyah, S.T., M.Pd., Strategi
Pembelajaran Menyenangkan Dengan Humor, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012),
Cet. 3, hal. 50-52
[5] Darmansyah, S.T., M.Pd., Strategi
Pembelajaran Menyenangkan……, hal. 26-29
[7]
Nur Azizah Arkarna, http://azkiyatunnufus.blogspot.co.id/2011/12/strategi
-pembelajaran-PAKEM.html diakses
pada tanggal 11/11/2016 pukul 15:40
[9]Agus Suprijono, Cooperatif
Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM……, hal. 89-91
[10]Agus Suprijono, Cooperatif
Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM……, hal. 91
[11]Agus Suprijono, Cooperatif
Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM……, hal. 92
[12]Agus Suprijono, Cooperatif
Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM……, hal. 93
[13]Agus Suprijono, Cooperatif
Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM……, hal. 93-94
[14]Agus Suprijono, Cooperatif
Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM……, hal. 94-96
[15]Agus Suprijono, Cooperatif
Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM……, hal. 96-97
[16]Agus Suprijono, Cooperatif
Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM……, hal. 97-98
[17]Agus Suprijono, Cooperatif
Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM……, hal. 98-99
[18]Agus Suprijono, Cooperatif
Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM……, hal. 99-100
[19]Agus Suprijono, Cooperatif
Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM……, hal. 100-101
[20]Agus Suprijono, Cooperatif
Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM……, hal. 101-102
Tidak ada komentar:
Posting Komentar