A. Kesenian Zaman Prasejarah
Seni cadas (rock art) merupakan
salah satu bentuk data arkeologi yang sangat penting untuk mengungkapkan
kehidupan dan budaya masa lampau, khususnya pada zaman prasejarah. Seni cadas
atau sering disebut lukisan dinding gua tidak saja dianggap sebagai peninggalan
yang dapat memberikan informasi tentang tata cara hidup manusia, tetapi sering
juga dilihat sebagai bukti pencapaian cita rasa seni manusia di masa lampau.[1]
Pemikiran manusia prasejarah masih
sederhana dalam mengekspresikan suatu objek. Hal tersebut masih bisa kita
temukan seperti, penggambaran lambang atau simbol-simbol yang bersifat magis-religius.
Patung-patung dan balontang pada etnis Dayak hingga sekarang masih
digambarkan secara sederhana, sekalipun saat ini telah tersedia para seniman
patung yang dapat membuat patung manusia secara sempurna.
Untuk seni tari, seni suara dan lainnya
juga dalam kasus yang sama dengan apa yang telah dijelaskan di atas. Bentuk
gerakan dan ucapan yang mempunyai ritme-ritme tertentu yang tertuang dalam
gerak tarian dan nyanyian semata-mata berdasarkan suatu tujuan yang mengandung
nilai lain, sekalipun semua itu diungkapkan dari emosi kejiwaan yang bersifat
sentimental penuh dengan perasaan. Sehingga sampai sekarang masih dikenal
tarian perang, tarian saat akan berburu, tarian untuk arwah dan sebagainya yang
masih ditemukan khususnya pada masyarakat Dayak di Kalimantan. Secara
etnografis, peninggalan tersebut merupakan sisa-sisa hasil kesenian dari masa
prasejarah di Kalimantan.[2]
Masyarakat Dayak, membuat karya seni
yang sangat sederhana dalam ragam hias. Penciptaan lebih mengarah pada fungsi
religius dalam bentuk lambang-lambang yang berkaitan dengan konsep kepercayaan
yang mereka anut. Konsep tersebut berhubungan dengan alam arwah, mitologi dan
kosmologi. Motif-motif yang terdapat pada tiang sandung, tiang sanggaran
dan tiang sapundu berbentuk sulur-suluran dan geometris. Motif
ini mempunyai makna sebagai pengikat arwah agar tidak bergentayangan mengganggu
yang hidup. Motif perahu digambarkan pada peti mati (raung), papan
bernama tingang dan bangunan induk sandung sebagai simbol
kendaraan yang akan membawa arwah dalam perjalanan menuju surga.
Ragam hias fauna seperti naga,
tambun, jata, burung tingang, menggambarkan kosmologi yang terdiri dari
alam atas, alam tengah dan alam bawah. Motif sanghari dan bintang bacarang
melambangkan sinar kehidupan yang dicita-citakan setiap orang, terdapat pada
ragam hias bakul arangan sebagai wadah untuk upacara aruh ganal
pada masyarakat Bukit Loksado. Motif lainnya menggambarkan flora, fauna dan
manusia yang kesemuanya mempunyai makna dari simbol-simbol tertentu. Motif
ukiran simbol penolak bala digambarkan dalam bentuk kedok dengan wajah yang
menakutkan terdapat pada alat menggendong anak suku Dayak-Ngaju yang disebut Baning
Aban. Simbol tersebut dimaksudkan untuk menjaga si anak dari gangguan roh
arwah, hantu-hantu dan roh binatang. Simbol penolak bala bagi masyarakat Banjar
terlihat pada ragam hias ukiran rumah Banjar yang terdapat pada pilis dengan
motif daun jaruju, pada dahi lawang dengan motif Banaspati
(kala).
Pada seni tari dengan mengungkapkan emosi yang meluap-luap sebagai harapan dan tanda syukur kepada Mahatala, tergambar melalui hentakan kaki yang kuat dan keras dan pada tari Balian, Bakanjar, Babangsai, tari Gantar dan sebagainya. Tarian ini biasanya disertai nyanyian dengan ritme yang teratur dan nada rendah berupa mamang oleh pemimpin upacara diselingi dengan teriakan-teriakan oleh penari. Secara etnografis, peninggalan tersebut merupakan sisa-sisa hasil kesenian dari masa prasejarah di Kalimantan.[3]
B. Kesenian Zaman Hindu-Budha
Pada seni tari dengan mengungkapkan emosi yang meluap-luap sebagai harapan dan tanda syukur kepada Mahatala, tergambar melalui hentakan kaki yang kuat dan keras dan pada tari Balian, Bakanjar, Babangsai, tari Gantar dan sebagainya. Tarian ini biasanya disertai nyanyian dengan ritme yang teratur dan nada rendah berupa mamang oleh pemimpin upacara diselingi dengan teriakan-teriakan oleh penari. Secara etnografis, peninggalan tersebut merupakan sisa-sisa hasil kesenian dari masa prasejarah di Kalimantan.[3]
B. Kesenian Zaman Hindu-Budha
Sejarah Banjar paralel dengan sejarah
kebudayaannya. Dalam sejarah Banjar yakni pada zaman kuno di Kalimantan Selatan
ditandai dengan munculnya kerajaan-kerajaan yang dikisahkan dalam ceritera
bersambung dari mulut ke mulut berupa hikayat. Hal ini disebabkan belum adanya
suatu penelitian yang mendalam tentang situasi pada zaman tersebut.
Tentang kesenian jenis yang disebutkan Hikayat
Banjar antara lain adalah merakit, baokal, bajoget, bahigal radap,
manopeng, jenis-jenis baksa seperti baksa tumbak, baksa panah, baksa dadap, baksa
tameng, baksa kantar, baksa hupak dan baradap.
Suku Melayu yang berasimilasi menumbuh
kembangkan kesenian Melayu. Dan ketika Tanjungpuri lenyap maka tumbuh kerajaan
Negara Dipa yang dibantu oleh orang-orang Jawa dari Kediri Utara. Kebudayaan
Jawa dalam masyarakat istana dan sekitarnya berpadu dengan kebudayaan Melayu
dan kebudayaan Maanyan, akan tetapi karena keraton Negara Dipa lebih mendominasi
adat tradisi Budaya Jawa, maka masyarakat sekitar juga dipengaruhi hal yang
demikian.[4]
- Seni Rupa: walaupun mengenai seni rupa yang berkembang tidak jelas namun secara asumsi dapat diperkirakan bahwa seni patung sederhana seperti zaman neolitikum tetap berjalan.
a. Seni Bangunan
Negara Dipa dan Negara Daha
masing-masing mempunyai peninggalan berupa Candi Agung Amuntai dan Candi Laras
di Margasari. Dari berbagai tinggalan yang ditemukan di situs Candi Laras di
Margasari, menunjukkan bahwa kepercayaan yang berkembang saat itu adalah
Hindu-Siwa.
Seluruh Candi Laras kini hampir tak
tersisa bangunannya kecuali pondasi dalam tanah. Lima ratus meter ke sebelah
timur terdapat situs pematang bata, tidak diketahui secara pasti bentuk dan
fungsinya. Ada kemungkinan sebagai sebuah “petirtaan”, terbuat dari susunan
batu bata sejenis dengan bata yang ada di Candi Agung, Amuntai.
Bangunan rumah-rumah penduduk di Negara
Dipa diasumsikan bagaimana tempat tinggal penduduk asli yakni rumah Betang
bertiang, memakai bubungan “pisang sasikat” dan menghadap sungai. Adanya
motif lain yakni pada rumah-rumah pendatang yang menghadap ke sungai, karena
kebutuhan transportasi sungai dalam arus perdagangan.[5]
b. Seni Arca
Di Candi Agung tidak ditemukan arca,
namun di Candi Laras dan sekitarnya terdapat sisa arca Dipangkara, potongan
lingga dari batu bazait merah dan pecahan yoni. Dipangkara
berarti dian (penerang) atau pembawa cahaya. Dipangkara merupakan salah satu
Budha dalam kelompok Manusia Budha yang khusus terdapat dalam aliran Lamaisme,
yaitu bentuk pengembangan Budha Mahayana Tibet. Kemungkinan arca itu dibawa
oleh orang-orang Melayu dari Sriwijaya sekitar abad ke-7 masehi. Hal ini
berkaitan dengan temuan fragmen prasasti berinskripsi Jayasiddha dan arca
Dipangkara itu sendiri sebagai arca Budha.
Prasasti berinskripsi Jayasidha
ditulis dalam aksara Pallawa atau Weggi dan bahasa Sansekerta. Kata ini
Jayasidha mengandung anasir magis kebudhaan yang mengungkapkan keberhasilan
penjajah ziarah untuk memperoleh berkah atau kekuatan gaib.[6]
c. Seni Ukir
Motif ukiran yang ada sekarang adalah
sebagian peninggalan zaman Hindu-Budha dan Siwa. Motif ukiran pada umumnya
terdapat pada kayu, perhiasan, logam kuningan atau kulit binatang. Motif
ornamen terdapat pada anyaman-anyaman tikar, anyaman bakul butah, lanjung
dan alat rumah tangga lainnya. Tatah ukir pada kulit binatang lewat tatah
wayang kulit.
Beberapa
motif ukiran (ornamen) pada masa kebudayaan Hindu mempunyai arti tertentu,
misalnya:
1) Motif teratai melambangkan kesucian dan
kekuasaan.
2) Motif pucuk rabung melambangkan wawasan
tinggi.
3) Motif bunga bogam melambangkan hidup
terpandang.
4) Motif kemala melambangkan status derajat
tinggi.
5) Motif gigi haruan melambangkan
kewaspadaan.
6) Motif talipuk melambangkan keselarasan
lahir batin.
7) Motif tali bapilin melambangkan nilai
kesetiaan.
8) Motif burung enggang melambangkan
kebaktiaan.
9) Motif sidat melambangkan keterikatan
kesatuan.
10) Motif ular naga melambangkan keperkasaan
mendukung wibawa.
11) Motif ular lidi melambangkan keapikan
nurani.
12) Motif buah maggis melambangkan kejujuran.
13) Motif daun jaruju melambangkan penjagaan
diri.
d. Seni Lukis
Pada Zaman kebudayaan Hindu, seni lukis
tidak banyak yang tersisa. Lukisan dengan sulaman manik-manik air guci sudah
berkembang pada zaman ini, karena motif-motif ukiran mirip dengan sulaman
manik-manik, terutama pada motif hiasan pada dinding air guci dan tapih air
guci serta baju wanita. Batik ikat sasirangan juga berasal dari
zaman ini, dengan dilukis pada kain dan diikat sebelum dicelup pewarna. Hal ini
sampai sekarang masih dilakukan wanita-wanita di aliran sungai yang dipercaya
mengandung magis budaya leluhur.[8]
- Seni
Sastra
Mengenai
seni sastra di abad-abad pertama sampai dengan abad ke-14 masih gelap. Yang
jelas seni itu telah ada sejak kerajaan Tanjung Puri dan terus berkembang
hingga ke masa Kerajaan Banjar.
Sastra lisan
berupa ceritera rakyat hidup dari mulut ke mulut yakni andi-andi di
sawah ketika panen dan andi-andi sebelum tidur. Umumnya ceritera rakyat
ini muncul di pedesaan agraris. Beberapa buah di antaranya dapat disinopsiskan
sebagai berikut:
a.
Sangiang
Gantung
Terceritera adalah Raja
kerajaan Hilir Margasari gemar memakan lauk dari masakan perut ayam. Tukang
masak kewalahan dan digantinya dengan cacing. Saban hari Raja minta karena merasa
lezat bukan main.
Suatu hari
cacing-cacing keluar dari dalam tanah, hingga banyak rakyat tertimbun cacing.
Raja pun mati tertimbun cacing. Setelah cacing-cacing menghilang, maka para
abdi raja menggantung jenazah raja di pohon jingah besar atas permintaan tuan
puteri, karena tuan puteri pernah dipesani raja bahwa kalau baginda meninggal
harus digantung, jangan dikubur. Sampai sekarang pohon jingah besar di situ disebut
orang “Sangiang Gantung”.
b.
Intingan dan
Dayuhan
Intingan dan Dayuhan dua bersaudara. Intingan pintar
bijaksana dan Dayuhan dungu tapi jujur. Di dalam banyak versi ceriteranya
Intingan yang pintar selalu dengan sukarela membimbing adiknya Dayuhan, namun
Dayuhan tak pernah bisa juga.
c.
Ular Dandang
Ketika seekor burung liar Garuda menyerang kerajaan,
adalah seekor ular bernama Dandang ingin memperisteri puteri raja dengan
melamar salah seorang. Puteri tujuh tidak berkenan, kecuali puteri bungsu yang
bersedia pada akhirnya.
Ular Dandang keluar dari “sarungya” menjadi raja sakti
dan Garuda dibunuhnya. Kemudian ia membangun kerajaan yang lengkap dengan
istana dan hamba sahayanya.
d.
Batu Balah
Batu Batangkup
Seorang ibu sakit hati dan putus asa karena amarah
terhadap dua orang anaknya yang menghabiskan makanan kesayangannya berupa, pais
hati bakut. Ia pergi ke tempat batu sakti, kemudian berkata: “Batu balah batu batangkup. Tangkupakan badanku nang cilaka. Tagkupakan badanku
nang kapuhunan hati bakut. Maka badan ibu itu ditangkup oleh batu sakti itu
hingga mati si anak yang melihat itu menyesali diri mereka dan menganggap
ibunya kepuhunan.
e.
Sandah Gelar
Puteri Ambang Kapas
Seorang puteri raja yang besar badannya menaruh cinta
kepada Raden Enu. Ia mengejar Raden Enu dan terperosok ke dalam gua sempit, la
mati dan menjelma sebatang kayu Tangkalupa. Masyarakat sampai sekarang
menghindari pohon itu karena dianggap ada hantunya.
f.
Kisah Batu
Banawa
Anak lelaki Diang Ingsun pergi merantau, dan pulang
sebagai Raden Pangantin beristrikan puteri seberang. la tidak mengakui Diang
Ingsun sebagai ibunya. Diang Ingsun berdoa semoga Tuhan membuktikan dirinya
sebagai ibu. Maka turun angin topan yang membuat kapal dan seisinya menjadi
batu, Demikian kisah anak durhaka.
Masih banyak lagi kisah andi-andi dan mungkin berasal
dari zaman Hindu budha, dengan ciri kepercayaan sejenis mitos.[9]
- Seni
Teater
Mungkin sekali pada
zaman kerajaan Negara Dipa dan kemudian kerajaan Negara Daha, seni teater
sebagai seni pertunjukan yang berasal dari Jawa juga hidup di kalangan istana.
Seni ini dikembangkan oleh imigran dari Jawa yakni Mpu Jatmika yang mendirikan
Negara Dipa,. Dengan masuknya bangsawan Jawa ini, unsur-unsur budaya keraton
Jawa pun ikut masuk ke Kalimantan Selatan.
a.
Wayang kulit
Wayang kulit
pada masa itu masih murni budaya Jawa dengan ceritera Mahabarata atau Ramayana.
b.
Wayang Wong
Wayang Wong dimainkan oleh orang-orang dari Jawa di
istana. Menurut Dr. GAJ Hazeu dan J.L.A. Brandes yang meneliti kesenian wayang,
diperoleh suatu kesimpulan bahwa kesenian wayang di Indonesia berinduk pada
kesenian asli Jawa, meskipun ceritera yang ditampilkan disadur dari kebudayaan
Hindu.
Sesuai dengan Hikayat Banjar yang menyebutkan
bahwa wayang sudah tumbuh di Kalimantan Selatan sejak adanya Kerajaan Negara
Dipa, “... bawayang Wong, manopeng, bawayang Gadogan, bawayang Purwa,
babaksan ....” merupakan kesenian yang biasa dipertunjukan di kerajaan itu”.
c.
Dalang
Topeng
Teater Dalang Topeng adalah perkembangan dari tarian manopeng.
seorang Dalang sebagai narasi yang berceritera dan melaksanakan antar dialog
pemeran bertopeng. Ceritera yang dibawakan adalah ceritera Panji.[10]
- Seni
Musik dan Seni Suara
Seni musik pada
zaman Hindu Budha tidak begitu jelas. Namun terdapat gamelan yang diberi nama
Srinting Badayu yang dibawa Empu Jatmika dan menjadi kesenian istana Negara
Dipa.
Lagu-laguan atau tembang yang dibawakan pesinden
tercatat tembang Paksi Muluk, Jajaka, Romiyang, Mandung, Sitro, Cindro,
Murda, Gandang Mirung, dan lain-lain, sebagai tembang menyambut tamu.[11]
5.
Seni Tari
Di dalam Hikayat Banjar disebutkan adanya gamelan
seperti yang disebutkan di atas. Di samping seni tari maka setiap upacara
tertentu dinyanyikan tembang-tembang yang diirigi gamelan selendro. Hal
tersebut dikatakan dan menjadikan orang “pargamalan ampat puluh kadangan
mantrinya Astaprani.”
Tari Baksa yang beragam namanya seperti Baksa panah,
Baksa Dadap, Baksa Tumbak, Baksa Tameng, Baksa Kantar, Baksa Kupu-kupu,
diiringi oleh pargamalan empat puluh orang.
Kemungkinan tari rakyat yang didukung oleh rakyat yang
masih memelihara tari tradisional mereka seperti tari Gantur Balian,
juga masih dipergelarkan ketika upacara sehabis panen.
Walaupun Hikayat Banjar dan Hikayat Raja-raja
Banjar Kotawaringin belum dapat memberikan gambaran yang jelas tentang seni
tari dan musik, namun disebutkan bahwa ketika Negara Daha diperintah oleh
Pangeran Temenggung seni tari klasik Jawa Majapahit masih digelar.
Bandar kerajaan Negara Daha berpindah dari pedalaman
(Margasari) ke muara sungai dan mendekati laut yaitu di Muarabahan (Marabahan
sekarang), seniman dan budayawan Negara Daha juga ikut serta. Menurut Sarbaini
dari desa Barikin Hulu Sungai Tengah, Datu Taruna sebagai sepuh di Barikin dan
sekitarnya, mengirim adiknya ke Muarabahan untuk memperdalam permainan Wayang
dan tari Topeng untuk diturunkan di Barikin. Diperkirakan saat itu kurang lebih
tahun 1525, Barikin sudah menjadi sentra kesenian di bawah pimpinan Datu
Taruna.[12]
C. Kesenian Zaman Islam
Kebudayaan Islam secara perlahan tumbuh dan kesenian lama
tidak dimusnahkan tetapi terjadi akulturasi positif. Istana sejak dahulu memang
menjadi pusat kebudayaan. Demikian juga dengan istana kerajaan Banjar yang
dibangun oleh Sultan Suriansyah, yang direbut olehnya ketika masih bernama
Pangeran Samudera.
Berdirinya kerajaan baru Banjarmasin ini membawakan
bermacam efek dan akibat. Tradisi istana lama dilanjutkan, walaupun periode
budaya Islam sejak itu dimulai tetapi budaya lama yang tidak bertentangan
dengan Islam secara tradisi dipertahankan.
1. Seni Rupa
Tentang seni rupa
pada zaman Islam, terutama pada masa kerajaan Banjar dan seterusnya
konsep-konsep kepercayaan lama yang terdapat dalam Kaharingan (Kaharingan dan
Siwaisme) terdapat pula dalam wujud seni bangun dan sarana rumah diam dan masjid orang Banjar.
a.
Seni
Bangunan
Rumah
adat Banjar diperkirakan baru berkembang dalam abad-abad terakhir. Dari
jenis-jenis yang masih ditemukan di mana izinnya bertahun 1871 sebagai rumah
yang tertua dan diketahui tahun didirikannya, terdapat di kota Banjarmasin.
Pembangunannya didapat dari pemerintah Hindia Belanda dan tipenya jenis rumah
bubungan tinggi.
Sebelum
itu diberitakan tahun 1885, Sultan Adam memerintahkan memasang ukiran pada
rumah Banjar di dalam keraton Banjar. Ukiran kalamakara dan atap mimbar masjid di desa Palajau Hulu
Sungai Tengah terdapat hiasan tingang. Pataka masjid Sultan Suriansyah melambangkan pohon hayat, mungkin
diletakkan setelah beberapa tahun setelah dibangun,
Kalau
melihat bangunan masjid Jami di desa Wasah Kandangan Kabupaten Hulu Sungai
Selatan yang dibangun tahun 1908, pada puncaknya diberi tatah ukiran - ukiran bergaya klasik, dan
mimbarnya bertatahkan motif-motif gaya lama, jelaslah bahwa pengaruh gaya
klasik bangunan di keraton Banjar Martapura saat itu sampai juga ke pelosok
Kalimantan Selatan.
b.
Seni
Arca
Seni
arca pada zaman masuknya budaya dan akidah Islam tidak pernah ditemukan karena
Islam melarang adanya arca atau patung di manapun. Asumsi bahwa arca-arca di
Candi Laras dimusnahkan ketika penyebaran Islam di sana cukup beralasan,
sehingga hanya tersisa potongan-potongan saja.
c.
Seni
Ukir
Motif-motif
ukiran yang dihasilkan pada zaman Hindu Budha nampak masih dipelihara, karena
dianggap pusaka yang tidak bertentangan dengan akidah Islam.
Nampak
sekali kehadiran karya ukir Islam berupa syahadat di atas pintu rumah Banjar
dan berhiaskan motif tanaman merambat.
d.
Seni
Lukis
Lukisan
dasar kemudian dijahit untuk pembuatan batik celup sasirangan dengan berbagai corak hiasan.
Muncul
payung ubur-ubur yang dihias oleh stilisasi relief biji-biji tasbih dan airguci
yang diperkirakan pada tahun 1856, bahkan stempel kerajaan Banjar dilukis
dengan gaya Arabi.
Lukisan
di atas kaca berupa kaligrafi mulai berkembang, apakah karya itu berasal atau
dipelajari dari luar, belum diketahui secara pasti.
e.
Seni
Motif Anyaman
Pengaruh
agama Islam sangat kuat mewarnai perkembangan seni rupa terutama di Kalimantan
Selatan. Seni kerajinan dari rotan berupa tas pakaian, tope jangang, tope rotan, dan sebagainya..
Kursi
tamu bermacam ragam diberi anyaman rotan halus. Anyaman terutama di Margasari
juga dibawa oleh pedagang dari luar.[14]
2. Seni
Sastra Lisan
Seni sastra lisan ini bisa dikategorikan juga sebagai Teater
Tutur yakni teater yang dituturkan oleh sang pelaku atau menceritakan suatu
kisahan yang berstruktur dari awal, pertengahan menuju pada ketegangan atau
klimaks hingga ending. Penutur dalam menyampaikan kisahan, dengan
menggunakan kemampuan vokal, dalam menampilkan suara dan ekspresi watak-watak
yang menjadi pendukung cerita. Bisa terwujud dalam lagu, dalam dialog dan
didukung pula dengan alat peraga atau alat musik.
Sastra lisan dalam bentuk Teater Tutur
Banjar, termasuk kesenian yang cukup digemari oleh masyarakat seperti:
a.
Dundam
b.
Lamut
c.
Andi-andi
d.
Bapandung
e.
Madihin
Madihin merupakan pergelaran sastra. Rangkaian
syair-syair dan pantun yang menjadi bahan komunikasi dan informasi. Perkataan “madihin” berasal dari kata “madah”.
Madah
artinya berkata-kata. Dari kata tersebut, jelaslah Madihin adalah karya seni budaya Islam dan pengaruh
kasidah Arabi, namun telah tercipta dengan bahasa Banjar, Kesenian ini tersebar
luas di kalangan masyarakat Banjar. Menurut Amir Hasan Kiai Bondan, kesenian Madihin sudah ada ketika pemerintahan Panembahan
Sultan Adam di kerajaan Banjar.
f.
Basyasyairan
g.
Bapapantunan
Di
dalam pergelaran Madihin pantun-pantun berfungsi sebagai pembukaan, baturai pantun, pantun pelipur, pantun
puji-pujian, pantun balulucuan (jenaka), dan penutupnya.
Demikian
juga di dalam ceritera Lamut,
Andi-andi, Dundam, pantun berfungsi sebagai adegan percintaan, pantun insyaf, pantun meratapi
nasib dan sebagainya.[15]
3. Seni
Musik
a.
Gemelan
b.
Tarbang Haderah
c.
Tarbang
Ampat
d.
Tarbang
Lamut
e.
Tarbang
Madihin
f.
Musik
Suling
g.
Musik
Japin Gambus
h.
Musik
Kurung-kurung Hantak
i.
Musik
Kintung
4. Seni
Suara
Menurut
Anang Ardiansyah yang meneliti lagu-lagu Banjar, bahwa embrio lagu- lagu Banjar
bermula dalam "harungut" (gumam) dikala senggang di tempat sepi. Hal
ini sama dengan suku Dayak, Bukit dan suku Banjar. Lagu-lagu Banjar sebenarnya
mempunyai identitas sendiri dengan penonjolan Melayu-Maanyan-Ngaju dan sedikit
pengaruh Jawa.
a.
Sinden
b.
Lagu
Dundam
c.
Lagu-lagu
Bajapin
d.
Lagu
Basyasyairan
e.
Lagu
Tirik dan Gandut
f.
Lagu
Pariuk
g.
Lagu
Ba-ahui
h.
Lagu
Badudus
Di Amuntai, Hulu Sungai Utara, keturunan di
Candi melaksanakan mandi-mandi (Badudus) dengan lagu-lagu yang tertentu yakni lagu Kursumangat, Girang-Girang, Nandung Mas Miah,
Tarabang Burung,
dan Burung Mantuk. Lagu-lagu ini telah dinyanyikan sejak 1860.
Menurut tuturan bahwa Pangeran Hidayat yang memberi petunjuk.
5. Seni Tari
a.
Tari
Baksa dan Topeng
b.
Tari
Rudat
c.
Tari
Sinoman Haderah
Tari Sinoman Haderah muncul kemudian. Tari ini
disebut Rudat berdiri dengan mengibarkan bendera warna warni. Sinoman Haderah
cepat menyebar sampai ke Hulu Sungai, terutama Amuntai, Kandangan dan Rantau.
d.
Tari
Semi Klasik
e.
Tari
Basisingaan
Tari Basisingaan sudah ada tahun 1930 dan
menghilang di tahun 1940. Kemunculan tahun 1950 muncul di Amuntai, Juai,
Paringin dan Lampihong. Digelar ketika pengantin turun untuk bersanding.
f.
Tari
Bagandut
g.
Tari
Japin Sigam
h.
Tari
Payung Kambang
Tari ini termasuk gaya seni klasik dari Amuntai.
Walaupun tari ini mungkin sudah ada pada 1900 tetapi dibenahi baru kurang lebih
tahun 1940. Payung kambang merupakan dari payung “batamat” dengan mengambil nuansa klasik zaman Negara
Dipa.[18]
6. Seni
Teater
Seni
teater salah satu kesenian jenis Banjar, istilah teater dalam arti seni
pertunjukan adalah istilah yang baru bagi urang Banjar. Dan teater ini hanya
dikenal oleh kalangan masyarakat perkotaan yang terpelajar yang santer
disebut-sebut sejak tahun 1980-an. Sebelumnya ditahun 1950-an lebih dikenal
dengan istilah sandiwara kemudian menyusul istilah drama.
Tapi
untuk jenis seni pertunjukan cerita lokal lebih cenderung pada sebutan bentuk
yang ada, seperti; pertunjukan Badal
Muluk, wayang gung, mamanda, manuping, bajapin, bakuda gipang dan sebagainya.
Pertunjukkan
drama di Kalimantan Selatan sebelumnya disebut pertunjukan sandiwara. Kata
sandiwara itu dibuat oleh P.K.G. Mangkunegara VII (alm) sebagai kata pengganti
“Toneel".Istilah sandiwara, jelang akhir hayat P.K.G.
Mangkunegara VII, cukup tersosialisasi di kalangan terpelajar.
Kata
sandiwara terbentuk dari dua kata, “sandi” dan “wara” yang berarti; sandi =
rahasia dan wara = pengajaran. Demikian menurut Ki Hajar Dewantara, kata
sandiwara adalah pengajaran yang dilakukan secara rahasia.
Teater
Banjar terdiri dari dua jenis yakni Teater Tradisi/Teater Rakyat dan Teater
Tutur. Teater Tradisi terdiri dari: Teater Wayang Kulit, Wayang Gung, Teater
Abdul Muluk cabang, Teater Mamanda, Teater Tari Topeng, Teater Kuda Gipang
Carita, Teater Damarulan, Teater Tantayungan. Sedangkan Teater Tutur terdiri dari: Lamut,
Andi-Andi, Dundam, Bapandung (Bakisah).[19]
- Seni
Kerajinan Tangan
Orang
banjar mempunyai keterampilan berupa kerajinan tangan yang bersifat kerajinan
rumah.
a. Margasari, terdapat anyaman yang bahan
bakunya dari paikat atau rotan, jangang, purun danau dan pelapah rumbia.
b. Muara Kuin, kajang dan tanggul dari daun
nipah.
c. Sungai Saluang, tikar purun tikus.
d. Halabiu atau Alabio, alat-alat untuk
menangkap Ikan yaitu: lunta,
halawit,
hancau, rengge dan lalangit.
Kerajinan-kerajinan rumah yang mencapai
puncaknya pada akhir abad ke-19 dan hampir menghilang sejak tahun 1950 adalah
kerajinan seni tatah atau ukir dari orang banjar. Seperti dahi lawang, penapih
rumah, pilis, tataban dan sebagainya.[20]
D. Ornamen Tradisional Banjar
Ornamen
sebagai ragam hias di temukan pada rumah-rumah adat banjar.
1. Ornamen Rumah Banjar
Dalam
sebuah rumah adat Banjar terutama tipe bubungan tinggi, gajah baliku dan
palimbangan terdapat sebelas sarana bangunan yang diberi ukiran:
a. Pucuk bubungan
Pada rumah tradisional tipe bubungan
tinggi terdapat pada pucuk yang lancip, yang disebut “layang-layang”.
Layang-layang dalam jumlah yang ganjil dengan ukiran motif tumbuhan paku alai,
bogam, tombak atau keris.
b. Pilis atau papilis
Pilis
atau Papills
terdapat pada tumbukan kasau yang sekaligus menjadi penutup ujung kasau
bubungan tersebut. Juga pada banturan
(di bawah cucuran atap) serta pada batis tawing (kaki dinding) bagian luar.
Banyak motif yang dipergunakan dalam
ukiran lis Ini, antara lain motif rincung
gagatas, pucuk rabung, tali bapintal, dedaunan,
dalam berbagai kreasi, kumbang
bagantung (distiril), paku alai, kulat karikit,
gagalangan, iitikan, sarang wanyi, kambang cangkih, teratai, gigi haruan,
dan lain-lain.
c. Tangga
Pada puncak pohon tangga umumnya
terdapat ornamen dengan motif buah konas
(nenas). Terdapat juga dengan motif kembang melati yang belum mekar, tongkol
daun pakis, belimbing, payung, atau bulan sabit.
Pada panapih
tangga biasanya terdapat motif tali bapintal,
dedaunan, buah mengkudu, dan sulur-suluran.
Pada pagar tangga biasanya dipergunakan
ukiran tali bapintal
atau garis- garis geometris.
d. Palatar
Ornamen pada jurai
biasanya mengambil motif hiris
gagatas, pucukrabung, daun paku, atau sarang
wanyi.
Pada batis tawing
(kaki dinding) ornamen mengambil motif dedaunan,sulur-suluran
atau buah mengkudu.Kandang rasi
yang berfungsi sebagai pagar pengaman, pada lawang atasnya
dihiasi dengan ragam sulur-suluran,
sementara kisi-kisinya biasanya sama dengan motif kisi-kisi yang terdapat pada kandang rasi
tangga, yaitu motif anak catur, geometris, bogam melati, gagalangan,
dan pelbagai kreasi campuran bebarapa motif tersebut.
Kandang rasi yang
sederhana dengan lis-lis reng yang sejajar, reng bersilang atau bersilang ganda
yang dapat membentuk gambaran rencong
gegatas.
e.
Lawang
Lawang atau pintu utama terdapat di
ruang belakang palatar
pada watun sambutan.
Dua buah lawang kembar terletak pada samping kiri dan kanan tawlng halat.
Ketiga buah lawang ini biasanya diberikan ornamen yang indah. Bagian-bagian
lawang tersebut adalah:
1) Dahi
lawang
dengan ukiran tali baplntal
dalam bentuk lingkaran bundar telur. Komposisi bagiannya dilengkapi dengan
motif sulur-suluran
dan bunp- bungaan dengan kaligrafi Arab, antara lain dengan tulisan Laa llaaha illallah, Muhommadar
rasulullah, Allah dan Muhammad.
2) Jurai lawang
berbentuk setengah lingkaran atau bulan sabit dengan kombinasi tali bapintal, sulur-suluran,
bunga-bunga dan kaligrafi Arab. Tulisan dengan bentuk berganda depan komposisi
arah kiri ke kanan dan arah kanan ke kiri.
3) Daun lawang
selalu menempatkan motif tali
baplntal, baik pada pinggiran kusen pintu
tersebut, maupun hiasan bagian dalam. Tali
baplntal pada bagian dalam berbentuk bundar
telur atau hlrls
gagatas. Pada keempat sudut daun lawang
tersebut banyak dipergunakan ornamen dengan motif pancar matahari dengan
kombinasi dedaunan,
di antaranya motif daun
jaruju.
f. Lalungkang
Lalungkang
atau Jendela pada umumnya menempatkan ornamen sederhana, yang berada pada dahi lalungkang
tersebut. Ukiran sederhana tersebut berupa tatah bakurawang
dengan motif bulan penuh, bulan sahiris,
bulan bintang, bintang sudut lima, daun jalukap
atau daun jaruju.
Kadang- kadang tatah
bakurawang tersebut ditempatkan pada daun lalungkang
bagian atas dan tidak diperlukan lagi pada dahi lalungkang.
g. Watun
Watun
sebagai sarana pinggir lantai terbuka, yang diberikan ornamen adalah pada panapihnya,
yaitu dinding watun
tersebut Ornamen tersebut biasanya untuk panapih
watun sambutan, watun jajakan dan watun langkahan
yang ada pada ruangan panampik
kacil, panampik tangah dan panampik basar.
Terdapat ukiran dengan motif tali bapintal, sulur-suluran, dedaunan, kambang
teratai, kambang matahari, buah-buahan.
h.
Tataban
Tataban terletak pada sepanjang kaki
dinding bagian dalam ruang
penampik besar. Ukiran yang tardapat di situ adalah
pada panapih tataban
tarsebut. Pada umumnya sepanjang tatabon
tartabut mampargunakan ornamen dangan motif
tali bapintal
pada posisi pinggirnya. Motif lain tardapat dadaunan dan salur-saluran dalam
ujud yang kacil sapanjang jalur tataban
tartabut.
i.
Tawing
Halat
Tawing
Halat sabagai dinding pambatas yang utama
marupakan bagian yang penting
bersama-sama dangan dua buah lawang
kambar pada kiri kanannya.
Ornamen tawing halat
ini harus saimbang dangan ragam hias yang terdapat
pada kedua lawang
kambarnya.
Biasanya tidak parnah ketinggalan motif
tali bapintal,
buah dan daun-daunan dengan kombinasi kaligrafi Arab, seperti tulisan Laa ilaaha illallah, Muhammodar
Rasulullah, Allah, Muhammad, Bismlllahlrrahmanlr rahim. Terdapat pula
kaligrafi Arab dua kalimah Syahadat atau nama-nama para sahabat Nabi,
Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali, serta ayat-ayat suci Al Quran.
j.
Sampukan
Balok
Rumah adat banjar tidak mengenal adanya
sarana Plafon, sehingga tanpak adanya pertemuan balok. Pada pertemuan
dua atau tiga ujung balok tersebut diberikan ukiran dalam motif dedaunan dan
garis-garis geometris.
k. Gantung Lampu
Balok rentang yang ada di atas pada
posisi tengah dipasang pangkal tali untuk gantungan lampu, disekelilingnya
diberi ukiran bermotif dadaunan dan bunga berbentuk lingkaran.
2. Ornamen Masjid
Ukiran-ukiran yang terdapat pada masjid
umumnya pada pilis
cucuran atap dengan motif-motif sarang wanyi, pucuk rabung
dan gigi haruan..
Rumbai pilis bermotif
dedaunan, sama dengan rumbai rumah adat bahari.
Pada pinggiran kiri kanan dinding mihrab
dan dahi dindingnya terdapat ukiran dedaunan
dan buah yang sudah distiril. Ukiran yang tidak pernah ketinggalan pada hampir
semua ukiran masjid, adalah motif tali bapintal.
Motif tali bapintal Ini
melambangkan makna persatuan dan kekuatan sebagai pengejawantahan dari ayat
Alquran.
Mimbar tempat khatib berkhotbah memiliki
bangunan arsitektur yang tradisional. Bentuknya semacam rerumahan kecil yang
dihabungkan dengan tangga tentang lima (ganjil). Sekeliling rerumahan mimbar
tersebut dihiasi dengan ukiran dalam komposisi dedaunan dan banga-bungaan yang
distiril, begitu pula pintu gerbangnya. Tiang pintu gerbang dan pagar tangganya
selalu dalam bentuk tiga dimensi yang diukir bermotif tali bapintal.
Pelataran mesjid mempunyai pagar kayu yang berukir geometris.[21]
E. Seni Masakan dan Minuman
Makanan pokok orang Banjar adalah nasi, sahingga mereka belum mangatakan tudah makan
aabalum makan nail. Kalaupun ada bahan makanan lain lapartl ubi, Jagung, dan
aagu hanya dianggap sebagal makanan sela yaitu
yang dliebut papuluran. Minuman
umum hanyalah air dingin (banyu putih), ksdsngkadang teh hangat tanpa gula
dengan sebutan teh lapas.
1. Makanan Sehari-hari
Hidangan terdiri atas nasi sebagai
makanan pokok, dengan lauk yaitu ikan, daging dan burung-burungan serta
macam-macam sayuran yang bisa dibuat gongon.
Gongon adalah
sayuran ditambah dengan bahan lain ataupun tidak dimasak dengan banyak kuah.
Hidangan
untuk makan pagi sangat sederhana dan sedikit. Hidangan untuk makan siang lebih
banyak dan lengkap. Hidangan makan malam cukup apa adanya sisa hidangan makan
siang.
a. Bahan
Bahan yang dimasak adalah semua bahan mentah yang
terdapat di sekitarnya. Karena banyaknya sungai, maka bermacam jenis ikan
adalah bahan utama. Seperti: kijang serta burung-
burungan, ayam, Kerbau dan sapi, ikan. Daging kerbau
yang jarang dimakan dagingnya adalah kerbau putih, karena kepercayaan masyarakat yang menyebutnya pamali.
burungan, ayam, Kerbau dan sapi, ikan. Daging kerbau
yang jarang dimakan dagingnya adalah kerbau putih, karena kepercayaan masyarakat yang menyebutnya pamali.
Bahan sayur umpama umbi-umbian, sulur, rebung,
kangkung, tongkol/jantung pisang, jagung, kacang, tarung dan lain-lain.
b.
Cara Memasak
Cara memasak orang Banjar semula sangat
sederhana yaitu sengan cara menjarang (merebus), membakar, memanggang, menyanga
(menggoreng), menumis, memais,
dan menuup.
Bumbu yang dipakai pun tidak banyak
jenisnya, terutama uyah (garam), asam dan kadang-kadang sedikit gula. Untuk
tambahan
rasanya menggunakan bawang, lombok dan beberapa macam bumbu basah.
rasanya menggunakan bawang, lombok dan beberapa macam bumbu basah.
c. Papuluran
atau Lalauk atau Suguhan pada Waktu Bekerja Gotong Royong
dan sebagainya
Papuluran
biasa dimasak dengan cara sederhana dan sedikit. Papuluran atau hidangan sela
umpama ubi rebus dimakan dengan madu.
d.
Makanan yang
Tidak Sederhana Membuatnya
Bumbu
masak habang atau bumbu rujak dari bahan daging, ayam, ikan atau telur Opor
dari bahan daging, ayam atau terong Karih dan gulai dari bahan daging dan ayam,
dari bahan usus dan isi perut kambing, Papakan dari perut, telur dan sedikit
daging ikan.
e. Makanan yang diawetkan
1) Daging
Daging yang dikeringkan
disebut dendeng. Daging itu diiris tebal di beri garam kemudian dijemur.
2) Ikan
Ikan
dikeringkan setelah diberi garam dinamakan iwak karing. Wadl ikan
yang diberi garam ditambah gabuk dari padi atau beras yang digoreng dan
ditumbuk, tidak dikeringkan atau dibiarkan basah disimpan dalam tempayan dari
keramik atau tembikar.
Pakasam
atau Samu;
ikan yang diberi garam kemudian dicampur dengan beras tumbuk yang telah
disangrai, untuk cepat menjadi asam biasanya dipercikkan sedikit air kelapa
f. Sayuran dan buah
Buah yang dibuat manisan disebut alua,
antara lain buah kundur, pepaya muda, rambutan,
mangga, rambai,
belimbing, dan lain-lain. Buah atau bunga yang diasinkan, diberi garam dengan
sedikit air disebut juruk,
buah kalangkala,
bunga tigarun,
buah-buahan yang rasanya asam. Jaruk atau asinan ini disediakan untuk pelengkap
lauk pengganti sambal pedas.
Makanan yang dapat disimpan cukup lama,
tetapi umumnya digolongkan sebagai wadai,
contohnya adalah tapai lakatan,
tapai gumbili, dodol,
kripik, rimpi pisang,
cingkaruk,
dan lain sebagainya.
g. Wadai Banjar
1) Kue yang Dibuat dengan Cara Sederhana
Maksudnya dengan sederhana tidak terdiri
dan bermacam bahan, rnudah mengerjakannya dan dapat dimasak dengan cepat.
Umumnya dihidangkan untuk papuluran
atau kakutilan (makanan ringan)
contohnya kerupuk, gogodoh, dadar gulung dan lain-lain.
2)
Kue yang Dibuat
dengan Cara Agak Lama
Kue yang semula cara memasaknya direbus
atau digoreng, dibuat dengan cara membakar atau mempergunakan alat-alat.
Contohnya roti pisang, bingka, apam peranggi, apam basil
(surobi),
dan lain-lain. Alat pembakaran ini masih sangat sederhana sebelum adanya alat
pembakaran dari seng atau aluminium. Biarpun demikian, beberapa macam kue khas
Banjar tetap dibakar memakai alat semula untuk tidak merobah bentuk, rupa dan
rasa aslinya.
Bersentuhan dengan budaya asing, maka
seni memasak orang Banjar
jadi berkembang terutama dengan memakai/ mempergunakan bahan tepung gandum.
Mulailah dikenal macam-macam adonan roti, kelamben dan taar.
3) Kue Kering
Ada beberapa macam kue kering atau wadal karing
yang umumnya dibuat dengan cara menggoreng atau membakar, contoh kue karing
yang digoreng; kuku macan, amplang, wadai jintan, gegati, rengginang,
macam-macam kripik, sedangkan kue yang dibakar; ilat sapi, wadal
rokok, roti dan sebegalnya.
4) Kue Basah
Ada beberapa cara membuatnya yaitu
dengan merebus; umumnya yang mudah dibuat dan dihidangkan sebagai kue
sederhana, misalnya: kelepon, kekicak, kulit langsat, ongol-ongol, ular-ular,
rendang sagu, bubur gunting, dan lain-lain.
Kue yang disanga
(digoreng) contohnya adalah cucur,
gegetas, pilus, onde- onde, untuk-untuk, dan yang ditanak seperti apam dan surabi. Menanak
adalah semacam menumis pada sayuran, jadi hanya dengan sedikit minyak kemudian
ditutup sampai masak. Orang Banjar mempunyai kebiasaan untuk menanak serabi
dipakai belahan wajan (wajan yang pecah) karena hasilnya lebih bagus.
Membakar; sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya ada kue yang dibakar dengan sederhana yaitu dengan mempergunakan
loyang kuningan dan tutup dari tembikar seperti kue bingka, peranggi, roti
beras, roti pisang, sedangkan kue basah
wadai babiji dibakar dalam pembakaran tertentu
adalah kue lam, lapis, kue bolu.
Mengukus, macam-macam sesumapan
sebagaimana telah dijelaskan lebih dahulu: putu mayang, laksa, petnh,
berbagai kue yang dibungkus daun pisang seperti pais, gegauk, bebongko, pepudak,
pundut pisang.
Selain dihidangkan dalam piring atau
mangkok, ada cara menghidangkan kue tertentu yang khas untuk kue Banjar. Kue
ini dihidangkan dalam tempat dari daun pisang atau pucuk daun kelapa. Daun
pisang yang dibentuk semacam piring kecil dipakai untuk menyajikan kue kelepon
atau kakicak
yang ditata rapi sebanyak 5-7 biji. Tempat dari daun pucuk yang dibentuk segi
tiga adalah untuk menyajikan kue ular-ularat aupun kulit langsat.
2. Makanan untuk Upacara
a. Bahan Pokok
Bahan
pokok yang banyak dipakai adalah beras, ketan/ tepung ketan, gula, garam dan
kelapa.
b. Warna
Putih
yang bermakna kesucian batin, merah yang bermakna kesungguhan lahir. Contohnya
bubur habang, bubur putih, apam putih dan lainnya. Selanjutnya warna kuning
yang bermakna keagungan, warna hijau yang bermakna kesuburan dan kasih sayang.
Semula
ada 7 (tujuh) warna yang mempunyai makna dan tertentu dalam berbagai sajian
upacara adat. Sesuai warna pelangi ditambah dengan warna hitam yang bermakna
tujuh petala langit dan bumi menuju ke alam atas atau surga. Ini biasanya ada
pada sesajian upacara adat manyanggar
banua.
c.
Bentuk
Bentuk gegunungan untuk nasi hadap-hadap, bbentuk kerucut
untuk nasi pucung, ketupat bermacam bentuk.
d.
Makanan untuk
Upacara Adat
1) Tapung Tawar
Bubur
habang dan bubur putih, ketan putih dengan
inti ketan kuning dengan telur rebus ditambah kue khas daerah sebanyak 5-7
macam, yaitu kue cucur, cincin, dngkaruk, wajik, ketupat, tapai
serta buah pisang.
2) Upacara Memenuhi
Hajat dan Bersyukur
Upacara ini seperti
mandi tian, perkawinan, mandi pengantin. Empat puluh satu sesajian yang
disediakan. Dalam sajian makanan terdapat perbedaan
karena: menurut golongan
atau kedudukan dalam Masyarakat serta
kebiasaan daerah, dan
menurut tujuan tertentu, umpama
untuk perkawinan, aruh wayang dan lainnya.
Sajian utama adalah kelapa muda, kopi pahit, kopi manis, air putih, air kinca (santan dan
gula merah), pisang
bunga setaman (5-7 macam), sesuap (sirih, kapur, gambir, pinang dan tembakau), rokok, beras kuning, tempat tapung tawar
yaitu minyak likat beboreh, mayang bungkus dan mayang urai (merekah).
Kelengkapan sajian lainnya adalah ketan
putih dengan inti,
ketan kuning dengan telur rebus, bubur putih, bubur habang, parapah ayam atau
opor ayam, apam putih, apam habang, kokoleh putih, kokoleh habang, cincin 2
warna, cucur 2 warna, serabi 3 wama, dodol, dodot anum, madu kasirat, wajik,
wajikanum, cingkaruk, cingkaruk batu, tapai, lamang, ketupat 5
macam, gegatis 5 macam, tumpi angin 3 warna, bubur limbukut, lepat dari katan(walut
putih), lupis dan sarikaya.
e. Maantarkada atau Bakakadaan
Beberapa
hari sebelum pengantin batatai diselenggarakan acara maantar kada. Macam kue
yang diantar adalah:
1) Dodol
2) Madu kasirat
3) Wajik
4) Wajik anum
5) Cingkaruk
6) Kekoleh putih dan hijau
7) Roti beras
Kue-kue diantar oleh keluara pengantin
wanita ke keluarga pria. Keluarga pengantin pria dapat membalas antaran kada
ini dengan beberapa macam bahan mentah untuk dimasak oleh pengantin wanita.
Kebiasaan yang umum adalah keluarga
pengantin pria mengantar kada seiring
waktu mengantar pengantin ba-tatai.
Antaran ini terdiri dari masakan yang ditata Indah dan rapi,
terdiri dari kepala kada yaitu manisan
buah-buahan (alua buah) yang dirangkai dengan
rapi.
Pengiring kada terdiri dari 6 macam
masakan dan wadai yaitu masakan daging umpama gulai, masakan ayam-opor ayam,
masakan ikan-ikan bakar, masakan udang-udang goreng, kue kering dan kue basah.
f. Upacara Adat Pengantin Batatai
Salah satu kelengkapan pada upacara adat
batatai (waktu
bersanding) adalah hidangan
nasi hadap-hadap. Nasi hadap-hadap dibuat dan
beras ketan yang dimasak dengan santan. Ketan ini ditempa seperti gunung ditengahnya
ditanamkan rangkaian
bunga yang berbentuk seperti buah nanas disebut kembang kanas.
Dihias dengan telur dadar yang diiris pudak, mayang pinang
yang sudah
tampak bakal buah, dimeriahkan dengan kembang
sarai warna warna. Ada pula yang
menyempurnakannya dengan kepala ayam laki/bini. Selain nasi hadap-hadap untuk
upacara adat pengantin batatai ada juga nasi
hadap-hadap untuk keperluan upacara adat batamat
yaitu khatam Alquran.
Beras ketan yang telah dimasak dengan
santan, ditempa dalam ceper dibentuk seperti gegunungan, maksudnya agak merata.
Dihias dengan tidur rebus yang kulitnya diberi warna merah, kuning dan hijau.
Telur ditata di atas
ketan ditegakkan dengan menusukkan
kembang sarai dari kertas berwarna. Diselesaikan dengan hiasan telur dadar yang
dipotong iris pudak.
g. Nasi Pedapatan
Untuk mempererat silaturahmi antara dua
keluarga yang dihubungkan karena ikatan perkawinan, maka sesudah upacara adat
ba-tatai dihidangkan nasi Padapatan. Kedua orang tua mempelai, kedua mempelai,
sanak saudara, ahli bait serta kerabat kedua mempelai makan bersama. Hidangan nasi padapatan disiapkan
selengkapnya dan serapi mungkin.
h. Nasi Astakona
Upacara makan bertama sebagaimana tujuan
hidangan nasi padapatan bagi keluarga bangsawan ataupun keluarga yang
terpandang, adalah nasi astakona.
Nasi astakona
dapat pula dihidangkan pada jamuan orang yang dihormati. Nasi Attakona
adalah hidangan makan langkap dengan bermacam lauk pauk, buah-buahan sarta
makanan penutup, disajikan dalam talam
ostakona ( talam bundar berkaki tunggal dibuat dari kekuningan dengan
ukuran bertingkat)
i.
Beberapa
Upacara Adat yang
Berhubungan dengan
Kematian
Hari pertama mengabumikan disebut turun
tanah menggunakan kue sarabi dan makanan nasi sesudah sampai dirumah. Hari
ketiga menggunakan nasi. Hari ketujuh apam batil. Hari kedua puluh lima
menghidangkan wajik anum dan nasi. Hari keempat puluh dan seratus hari(
menyaratus) menggunkan lauk yang lebih banyak.
j.
Macam-macam
Upacara Adat yang tidak Ditentukan Hidangannya
Bamandi-mandi,
bapalas bidan, batasmiah, baakikah, basunat, baayun ataupun saat mendirikan
rumah dan pindah rumah.
3. Minuman
Minuman sehari-hari semula hanyalah air dingin biasa
disebut banyu putih. Disamping Itu untuk minuman hangat dikenal banyu sapang
dan banyu halaban
Air kelapa, bayu limau, bayu jahe pembuatannya secara
alami. Minuman air teh dan kopi baru dikenal kemudian dan ini termasuk minuman
penyegar dari alam langsung. Adapun pembuatan minuman seperti ronde, cendol, es
buah ini termasuk minuman peyegar yang dibuat oleh manusia sendiri.
Adapun minuman yang diberikan kepada orang sakit yaitu
jajarangan yang bermacam ragi dan bumbu yang dibuat. Seperti banyu kinco yang
dibuat dari santan gula merah yang khasiatnya untuk memulihkan tenaga.[22]
F.
Busana Adat
Tradisional Banjar
- Masyarakat
Pemakai Busana
Busana adat
berkaitan dengan tingkatan dalam masyarakat, terutama golongan, kedudukan dan
usia, dan juga untuk keperluan apa serta bilamana harus dipakai.
a.
Golongan dalam
Masyarakat
1)
Keluarga bangsawan
2)
Keluarga hartawan
dan pejabat
3)
Masyarakat umum.
b.
Sesuai Usia
1)
Anak dan Remaja
2)
Orang dewasa
3)
Orang tua
c.
Sesuai Keperluan
1)
Pakaian sehari-hari
2)
Pakaian bepergian
3)
Pakaian upacara
Selain busana adat sesuai ketentuan di atas, perlu diketahui mengenai busana penuntun, busana
kesenian dan busana adat pengantin. Karena tata
busana penampilan terutama
pakaian mencerminkan tingkat budaya bangsa serta kepribadian seseorang, maka
segala sesuatu mengenai tata busana adat dan segala kelengkapannya yaitu tata
rias, ornamen, warna dengan makna serta arti perlambang perlu diketahui untuk
dapat dipelihara. Dengan perubahan zaman, terjadilah perkembangan kebudayaan,
perubahan karena segala macam pengaruh yang sulit dielakkan. Akan tetapi,
dengan memahami nilai, makna dan arti perlambang dari sesuatu kita harus dapat
memelihara jati diri sendiri. Tujuan berpakaian sesuai kaidah agama dan
kesehatan, ciri-ciri khas daerah harus tetap ada sehingga dapat memberi nilai tambah dalam pengertian perkembangan budaya
kita.
Setelah dihapuskannya kerajaan Banjar oleh pemerintah Kolonial Belanda tahun 1860, maka ketentuan sesuai
golongan dalam masyarakat mengenai tata cara berpakaian tidak ditentukan lagi.
Perbedaan disebabkan hanya karena kemampuan keuangan dan selera seseorang. Karena
itu ketentuan sesuai golongan dalam masyarakat akan dijelaskan kemudian.
- Macam-Macam Busana Adat Banjar
Macam-macam
busana adat untuk Banjar sebagai berikut:
a.
Perempuan
Busana adat perempuan Banjar yaitu baju poko, baju layang, baju kurung, baju kebaya dan baju getang.
b.
Laki-laki
Busana adat
laki-laki Banjar yaitu baju poko, baju taluk belanga, baju palimbangan, jas
tutup, jas buka dan baju miskat.
- Pakaian Sehari-hari
a.
Pakaian Sehari-hari
untuk Remaja Putri
Baju kurung
ba-sisit atau kebaya biasa dengan panjang lengan baju di atas pergelangan tangan. Tapih kurung batik
atau tenun. Rambut dibuat galung malang babuntut. Perhiasan hanya anting-anting
atau bonel panjang. Bahan baju dari kain popelin atau cita sederhana.
b.
Pakaian Sehari-hari
untuk Perempuan Dewasa atau Ibu
Baju
kurung, kebaya biasa atau kebaya ba-sawiwi Tapih kurung batik atau tenun.
Rambut digalung malang kalua keluar rumah / turun rumah memakai serudung dari
kain paris. Perhiasan bonel tetes dan kalung rantai. Bahan baju dari popelin
atau cita.
c.
Pakaian Sehari-hari
untuk Orang Tua (Lanjut Usia)
Kebaya
dengan ujung baju yang agak runcing atau kebaya ba-sawiwi. Perempuan bangsawan
selain kebaya juga memakai baju poko berlengan panjang, tapih kurung batik
lasam, rambut digulung pucung yaitu rambut dililitkan erat-erat hingga meninggi
ke atas. Perhiasan memakai giwang, kalung rantai dan bagi perempuan bangsawan
memakai gelang marjan (batu berwarna merah).
d.
Pakaian untuk
Remaja Putra
Baju taluk balanga dari bahan kain kaci, popelen ataupun
belacu warna muda. Celana panjang memakai aluh-aluh dari bahan yang sama
ataupun dari bahan yang lebih tebal dan warna yang lebih tua. Kopiah beledru
hitam atau kopiah Padang.
e.
Pakaian untuk
Lelaki Dewasa
Pasangan
baju taluk belanga sama dengan untuk remaja, hanya biasanya putih atau warna
yang agak gelap. Kopiah beledru hitam atau kopiah jangang. Kopiah jangang
dibuat dari bahan jangang (semacam tumbuhan) dan dianyam dengan cara tertentu,
karena jangang sangat sulit dikerjakan ada yang menganyamnya dari bahan rotan yang
dicelup menyerupai warna jangang yaitu coklat kehitam-hitaman.
f.
Pakaian untuk Orang
Tua (Lanjut Usia)
Baju taluk
belanga atau baju palimbangan tapi agak pendek, celana bauluh-uluh atau tapih
keeling. Dibuat dari bahan yang cukup tebal umumnya warna putih atau putih
kecoklatan (cream) dan abu-abu.
Kopiah
beledru atau kopiah jangang, bagi mereka yang sudah melakukan ibadah haji
memakai kopiah haji. Kopiah haji dibuat dari kain warna putih yang dikeraskan
ataupun dibuat dengan cara merajut.
- Pakaian Kerja
Pakaian
kerja atau orang Banjar menyebutnya pakaian tilasan bagawi. Sebagian besar
penduduk adalah petani yang bekerja sawah atau ladang, di samping bercocok
tanam untuk bahan makanan lainya.
- Pakaian
Bepergian
Pakaian
bepergian adalah saat kita keluar rumah untuk suatu kunjungan dimana kita harus
berpakaian sesuai keperluan dan adat.
a.
Pakaian Bepergian
untuk Wanita
1)
Pakaian Bepergian untuk Remaja Putri
a)
Baju kurung basisit. Kebaya basamirlu atau dengan renda kecil
sekeliling kebaya-basamirlu adalah renda tengah yang dijahit 2-4 cm dari
pinggiran baju. Bahan kain lebih bagus tetapi warnanya tetap warna muda.
b)
Tapih kurung
pekalongan atau tapih tenun pegatan. Rambut digalung malang ba-buntut dihias
kembang goyang berumpun atau tusuk galuh, kadang-kadang dihias bogam beronce
dari bunga mawar dan melati.
c)
Tutup kepala adalah
serudung lebar dari kain yang agak tipis umpama kain ciffon atau panas,
pinggirnya diberi hiasan atau renda.
d)
Perhiasan adalah
anting-anting, kalung rantai dengan madalion, samban atau tabu-tabu, gelang
keroncongan dan gelang kaki. Alas kaki, adalah sandal atau selop tutup.
2)
Pakaian Bepergian
untuk Perempuan Dewasa atau yang Sudah
Menikah
a)
Baju, berupa kebaya
berenda atau kebaya basulam.
b)
Tapih kurung batik,
tapih tenun, tapih telap atau tapih ba-sulam paduan kebaya pendek adalah kain
panjang/bahalai.
c)
Rambut
digalung/disanggul sesuai baju yang dipakai yaitu untuk kebaya-konde. Kebaya
panjang dan baju kurung, galung malang, kebaya rangkap-galung rangkap.
d)
Membuat hiasan
bermacam galung (galung konde, galung malang, galung rangkap)
e)
Tutup kepala,
serudung atau selendang dibuat dari bahan kain yang tipis dihias renda atau
disulam.
f)
Perhiasan, Bonel
atau giwang, kalung dengan medallion, gelang, cincin, cucuk baju yaitu peniti
emas untuk baju kebaya.
g)
Alas kaki selop
atau sandal tali silang.
3)
Pakaian Bepergian
untuk Orang Tua
a)
Baju, baju kebaya
ba-sawiwi dari kain cita berbunga kecil-kecil atau kain polos berenda.
b)
Tapih, tapih tenun,
batik Lasem atau batik Cina.
c)
Rambut, digalung
pucung.
d)
Tutup kepala,
serudung bakurung yaitu serudung yang dijahit seperti tapih.
e)
Perhiasan, gelang
emas bentuk ular atau bentuk belah rotan, gelang marjan yang kadang-kadang
dihias emas.
f)
Alas kaki, dipakai
sandal tali silang atau sandal tali satu (sandal kalipik).
b.
Pakaian Bepergian untuk Lelaki
1)
Pakaian Bepergian
untuk Remaja Putra
Baju taluk
belanga, baju palimbangan dan baju sekoncang dari bahan yang lebih bagus dari
bahan baju untuk sehari-hari.
2)
Pakaian Bepergian
untuk Lelaki Dewasa
Baju taluk
belanga atau baju palimbangan dari bahan yang lebih bagus dari pakaian
sehari-hari.
3)
Pakaian Bepergian
untuk Orang Tua
Baju, baju
taluk belanga atau baju palimbangan.
- Pakaian
Bepergian Menghadiri Acara
Tertentu (Secara Khusus)
a.
Menghadiri upacara
perkawinan biasa disebut melawat pengantinan ataupun saruan.
b.
Melayat orang
meninggal
c.
Pakaian ke langgar
dan ke mesjid
d.
Menghadiri ceramah
agama bamulutan dan bamikratan
e.
Menghadiri upacara
adat
- Pakaian untuk
Upacara Adat
a.
Upacara batamat/khatam
Al Quran
b.
Pakaian untuk upacara
pernikahan
c.
Pakaian untuk agama
dan ulama
d.
Imam dan khatib
e.
Penghulu
f.
Ulama
- Kain Pamintan
a.
Kain Sasirangan
Kain
sasirangan salah satu kerajinan khas Banjar yang sudah dikenal sejak abad
ke-16, hampir sama dengan kain tritik atau celupan dari Pulau Jawa.
b.
Kain Tenun
Sarigading
Tenun
sarigading hampir tak dikenal lagi, sedangkan pengrajinnya hanya tinggal
beberapa orang. Pengertiannya karena adanya kepercayaan dan penggunaan yang
sama.
- Perkembangan
Seni Pakaian
Ada
beberapa hal yang
mempengaruhi perkembangan seni pakaian orang Banjar, yaitu :
a.
Berakhirnya
Kerajaan Banjar/hapusnyakesultanan dan keratin.
b.
Berkembangnya agama
Islam.
G. Permainan Rakyat
Sama dengan daerah-daerah lainnya di
Indonesia, daerah Kalimantan Selatan memiliki berbagai ragam jenis kebudayaan,
khususnya kebudayaan yang bersifat tradisional yang diwariskan secara
turun-temurun. Salah satu di
antaranya adalah permainan rakyat tradisional, merupakan permainan rakyat dari
satu generasi yang terdahulu, kemudian diwariskan kepada generasi yang
selanjutnya.
Permainan tradisional tersebut ada yang
khusus dilakukan oleh anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan, tetapi juga
berlanjut dapat atau dilakukan pula oleh mereka yang telah remaja dan bahkan
mereka yang sudah dewasa.
Adapun jenis-jenis permainan tradisional masyarakat Banjar, yaitu :
1. Ba-A-Anakan
Permainan ini adalah permainan anak-anak perempuan
dalam usia sekolah Taman Kanak-kanak atau Sekolah Dasar. Anak-anakan dapat dibikin sendiri
atau dengan bantuan orang tua atau orang lain. Dibikin dari perca-perca kain,
diikat atau dijahit yang sebelumnya
dipotong-potong.
Hasilnya berbentuk seperti manusia kecil atau
anak-anakan.
Permainan ba-a-anakan ini mengandung nilai-nilai yang positif dalam
pendidikan, yaitu nilai gotong royong, tolong-menolong, persahabatan dan
mengembangkan daya khayal yang bersifat kreatif. Juga dapat memberikan latihan
keterampilan, kerapian, dan kebersihan.
2. Babanga
Suatu permainan yang biasanya dilakukan oleh anak-anak laki-laki usia
Sekolah Dasar pada siang hari dengan mengambil tempat di halaman rumah, di atas
tanah yang kering dan datar meskipun tidak perlu luas.
Alat permainan babanga terdiri dari beberapa bigi buah karet yang
banyak terdapat di dalam kebun karet. Mereka yang jauh dari kebun karet
biasanya mempergunakan buah keminting, selanjutnya dibuat sebuah lingkaran
sebesar piring di tanah untuk tempat pasangan babanga. Pemain babanga mempergunakan “undas” yaitu sebigi buah karet
atau keminting yang dipilih lebih besar atau lebih berat.
Permainan babanga memiliki nilai pendidikan
yang positif, karena dapat melatih keterampilan jasmani dan melatih berpikir
serta mempererat persahabatan.
3. Babubutaan
Permainan ini dilakukan oleh anak laki-laki dan anak-anak perempuan usia Sekolah Dasar.
Permainan babubutaan mempergunakan alat permainan yang sederhana
yaitu cukup dengan selembar sapu tangan. Kemudian membuat batas lingkaran di
tanah sebesar garis tengah sekitar 2,5 meter, sebagai lapangan bermain.
Permainan babubutaan mengandung nilai-nilai pendidikan, kerja sama,
memupuk sikap kebersamaan, melatih daya ingatan, kejujuran, sportif, dan
mempererat persahabatan.
4. Bacirak
Permainan ini dimainkan oleh anak-anak laki-laki usia Sekolah Dasar dengan
mengambil tempat di halaman rumah, suatu lapangan tanah kering yang tidak terlalu
luas.
Permainan bacirak mempergunakan alat beberapa recehan galang gatah
(gelang karet) dan sebigi undas dari batu yang bergaris tengah
sekitar 5 cm atau sepotong papan dengan ukuran sekitar 5x5 cm.
Permainan bacirak mengandung nilai pendidikan yang positif karena di dalamnya dapat membina keterampilan, kejujuran, kerja sama dan
mempererat persahabatan.
5. Bacukcuk Bimbi
Permainan ini biasanya dilakukan oleh paling sedikit oleh 3 orang anak usia
Sekolah Dasar atau gadis remaja. Kadang-kadang juga dimainkan oleh anak-anak
laki dengan mengambil tempat di palatar rumah pada waktu siang hari,
bahkan kadang-kadang juga bisa pada malam hari.
Semua yang main meletakkan kedua belah tangannya secara terbuka di atas
belakang yang jadi wadi sambil bersama-sama
membaca pantun yang berbunyi :
Cukcuk bimbi Bimbiku daun sarunai Tacucuk takulibi Muhanya kaya panai, Sagincil liu-liu, Sagincil liu-liu, Sagincil liu-liu, Sagincil liu-liu.
Permainan bacukcuk bimbi ini mengandung nilai pendidikan yang
positif, karena di dalamnya terdapat kerja sama, mengandung hiburan yang
sportif dan mengeratkan persahabatan.
6. Badadamaran
Permainan ini biasanya dilakukan oleh anak-anak usia Sekolah Dasar baik
laki-laki maupun perempuan. Damar adalah getah pohon hutan yang mudah dibakar berwarna
agak kekuning-kuningan. Permainan Ini biasanya pada bulan puasa Ramadan yang
dimulai pada malam salikur, yaitu tanggal 21 Ramadan hingga malam Hari Raya
Idul Fitri. Secara fisik permainan tradisi ini hampir punah.
Pada zaman sekarang ini tradisi badadamaran itu diganti dengan
pemasangan lampu seri berwarna-warni di ujung atap rumah bagian depan, dengan
mempergunakan jasa listrik.
Tradisi badadamaran mengandung nilai-nilai positif dalam pendidikan
kebersamaan, gotong royong, hiburan dan mempererat persahabatan.
7. Badaku
Permainan badaku umumnya dilakukan oleh anak-anak perempuan, remaja
dan bahkan sampai orang dewasa. Juga kadang-kadang dimainkan juga oleh
anak-anak laki-laki, remaja, atau campuran anak-anak laki-laki dengan anak
perempuan.
Permainan badaku ini dilakukan di palatar rumah sambil duduk
atau kadang-kadang juga di halaman rumah, duduk di tanah dengan beralaskan
tikar purun.
Alat permainan badaku yang disebut padakuan atau dakuan,
dibuat dari sepotong kayu
dengan ukuran panjang lebih kurang 60 cm, lebar 15 cm, dan tinggi 5 cm. Pada
permukaannya diberi 2 buah lubang sejajar dalam baris lima, tujuh, atau
sembilan. Pada ujung sebelah menyebelahnya
di kiri dan kanan diberi lubang yang lebih besar yang disebut “rumah”. Apabila padakuan itu
lubang-lubangnya yang sejajar lebih banyak, tujuh atau sembilan, tentu padakuan
itu lebih panjang lagi.
Perlengkapan lainnya adalah “anak daku” yang terdiri dari batu kerikil bulat sebesar 1x1 cm3.
Anak daku yang paling baik adalah kulit sihi dan kadang- kadang juga dipakai bigi buah sawo.
Permainan badaku ini mengandung nilai yang positif dalam pendidikan,
karena dapat melatih keterampilan, memupuk kejujuran, setia kawan dan
mempererat persahabatan.
8. Bagasing
Permainan ini mengandung aspek olahraga karena melatih ketangkasan memutar
dan melemparkan gasing. Dimainkan oleh anak-anak laki-laki, remaja, dan bahkan
orang dewasa.
Permainan ini memerlukan sedikit lapangan terbuka. Oleh sebab itu,
dimainkan di luar rumah, di lapangan tanah kering yang keras.
Permainan gasing ini mengandung nilai pendidikan yang positif karena
dapat melatih keterampilan, ketangkasan olahraga, kejujuran dalam bermain,
setia kawan dan persahabatan.
9. Bagual
Permainan ini dilakukan oleh anak-anak laki-laki usia Sekolah Dasar dengan
mengambil tempat di darat atau di air sungai yang berarus. Permainan sederhana
ini dilakukan mereka pada waktu siang hari.
Permainan bagual Ini paling sedikit harus diikuti oleh 2 orang anak
laki- laki, masing-masing miliki gualan yang sama. Apabila bagual
di darat, mereka mempergunakan tali serat batang pisang yang masing-masing
mengadu atau mengandalkan kekuatan tali serat batang pisang tersebut dengan
cara melilitkan, melemparkan ke atas, melemparkan ke kanan dan ke kiri atau
mengempaskan ke tanah. Dari cara-cara permainan tersebut salah satu lawannya
akan kalah dengan putusnya tali serat batang pisang tersebut. Bagi yang kalah
akan mengganti lagi tali-tali serat batang pisangnya yang baru.
Permainan bagual ini mengandung nilai pendidikan kerja sama, memupuk
sikap sportif dan kejujuran, memiliki aspek olahraga dan setia kawan serta
mempererat persahabatan.
10. Bagugulungan
Permainan begugulungan ini dilakukan oleh anak-anak laki-laki usia
Sekolah Dasar dengan mengambil tempat di halaman rumah pada siang hari.
Permainan bagugulungan diikuti oleh anak-anak laki-laki dari 2 sampai 5
orang secara beramai-ramai.
Dari 2 sampai 5 orang anak-anak laki-laki pemain tersebut mereka bermain dengan
gembira secara beriring-irngan mendorong gugulungannya masing-masing dari halaman rumah yang
satu ke halaman rumah yang lain secara berkeliling. Perjalanan mereka secara
bersama-sama dengan berkeliling tersebut sampai 40 hingga 50 m dan kembali lagi
ke tempat semula. Permainan bagugulungan ini mereka lakukan dengan riang
gembira hingga berjam-jam lamanya sampai mereka merasa puas dan lelah.
Permainan bagugulungan ini mengandung nilai pendidikan yang menggambarkan, kerja sama, tolong-menolong, bersifat hiburan, dan mengeratkan persahabatan.
11. Baguguntingan
Permainan ini khusus dilakukan oleh anak-anak laki-laki usia Sekolah Dasar. Baguguntingan suatu permainan potong rambut yang dilakukan pada
siang hari dengan mengambil tempat di luar rumah, atau lingkungan rumah, yang
diikuti oleh paling sedikit 2 orang anak laki-laki.
Permainan baguguntingan ini mengandung nilai pendidikan yang
positif, karena memupuk sikap kerja sama, sikap toleransi dan mempererat
persahabatan. Yang paling menarik adalah mengembangkan daya khayal, yaitu
berperan sebagai seorang yang sedang dicukur rambutnya dengan patuh dan peran
sebagai seorang tukang gunting yang ahli dengan pekerjaannya.
12. Bahagaan / bahasinan
Permainan ini paling sedikit diikuti oleh tiga orang anak laki-laki atau
oleh anak perempuan, namun jarang bermain campuran antara kedua jenis tersebut. Tempat bermain biasanya di lapangan terbuka di luar rumah yang terbuka di
luar rumah yang memerlukan sedikit lapangan tanah yang kering.
Bahagaan atau bahasinan tidak
memerlukan alat permainan. Secara sederhana hanya dangan cara membuat garis di
tanah sebagai pembatas tempat bermain. Terlebih dahulu mereka menentukan siapa
satu orang yang akan “jaga” yaitu yang kalah dalam “umpimpah”.
Jika pemain tiga orang, hasilnya 1 orang yang
akan jaga dan 2 orang yang bermain, yang kalah berkewajiban jaga yang berada di tengah
garis.
Permainan bahagaan mengandung nilai positif dalam pendidikan, yaitu
melatih keterampilan, olahraga, kejujuran, setia kawan, dan mengeratkan
persahabatan.
- Ba-i-intingan
Permainan ini adalah permainan anak-anak laki-laki atau perempuan usia
Sekolah Dasar.
Permainan ba-i-intingan ini bisa juga dilakukan oleh campuran kedua
jenis anak-anak tersebut yang dilaksanakan dengan mengambil tempat di halaman
rumah dalam areal yang tidak begitu luas, asalkan tanahnya kering.
Permainan ba-i-intingan int hanya mempergunakan 5 biji batu kerikil
sebesar ibu jari untuk masing-masing pemain yang biasa diikuti oleh 2 atau 5
orang anak.
Permainan ba-i-intingan mengandung nilai pendidikan dan olahraga,
terdapatnya hiburan yang menggembirakan, dapat menjadi tontonan sederhana dan mengeratkan
persaudaraan.
- Bacacangkirikan
Permainan ini berfungsi sebagai hiburan bagi anak-anak laki-laki usia
Sekolah Dasar, secara berkawan-kawan memperlihatkan cangkiriknya
masing-masing.
Permainan bacacangkirikan sangat sederhana, yaitu dengan cara mengulur-ulur
dan menarik-narik benang yang melilit pada bilah poros. Dengan cara begitu maka
baling-baling di atasnya akan berputar-putar bolak-balik, sesuai dengan tarikan
dan uluran benang yang melilit bilah poros di dalam bigi karet tersebut.
Permainan bacacangkirikan mengandung nilai pendidikan yang positif,
karena dapat melatih keterampilan kerajinan bekerja sendiri, mengandung
hiburan, dan mempererat persahabatan.
- Bajajaratan
Permainan ini dilakukan oleh anak-anak perempuan usia Sekolah Dasar dan
kadang-kadang juga dimainkan oleh anak laki-laki. Permainan bajajaratan dilakukan di halaman rumah yang sedikit
berpasir.
Permainan bajajaratan yang diikuti oleh 2 atau 3 orang anak, masing-
masing menyediakan sepotong benang sepanjang 50 cm dan sebilah lidi sepanjang
15 cm.
Masing-masing anak membuat jaratan (sisit) ditempat yang berbeda dan masing-masing pemain tidak boleh melihat
kepunyaan temannya. Jaratan Itu bergaris tengah sekitar 5 cm dibenamkan di dalam tanah atau
ditutupi dengan pasir hingga ujang benangnya bersisa kira-kira 3 cm. n.
Permainan bajajaratan Ini, pemain yang dinyatakan pemenang adalah
yang berhasil bilah lidinya kena jerat. Hal itu berarti dia memiliki kecerdasan
dalam memperkirakan di tampat mana Jaratan Itu di tanam di dalam tanah atau ditimbun
pasir.
Permainan bajajaratan mengandung nilai pendidikan keterampilan,
meningkatkan daya pikir dan kecerdasan serta mempererat persahabatan.
- Bajujukungan
Di samping istilah bajujukungan ada pula yang menyebutkan balalantingan
yang diambil dari kata lanting atau rakit. Bajujukungan dilakukan oleh satu atau dua atau beberapa orang anak usia
Sekolah Dasar atau remaja. Mereka bermain Jukung-jukungan tersebut pada
waktu siang hari.
Permainan bajujukungan ini mengandung nilai pendidikan yang positif,
yaitu adanya kerja sama, gotong royong, keterampilan dan setia kawan.
- Bajujunggatan
Permainan bajujunggatan ini dilakukan oleh anak-anak laki-laki dan
juga oleh anak-anak perempuan usia Sekolah Dasar.
Mereka bajujunggatan dengan mengambil tempat di sekitar rumah atau
dalam kebun pada waktu siang hari.
Permainan bajujunggatan ini dimainkan oleh 2 orang anak atau 4 orang
anak, yang masing-masing duduk pada kedua ujung batang pohon kayu atau papan yang kuat.
Suatu hal yang menarik dari permainan bajujunggatan ini adalah
mereka membacakan pantun dua seuntai sebanyak tiga bait sambil bermain
tersebut, yaitu yang berbunyi sebagai berikut:
Junggat batang mancigu.
Baju habang adingku.
Junggat batang mancigu.
Baju habang umaku.
Junggat batang mancigu.
Baju habang niniku.
Sambil bermain mereka mengingat dan memuji adiknya, ibunya dan nenek
mereka. Itulah suatu permainan secara fisik yang mengandung aspek hiburan.
Permainan bajujunggatan mengandung nilai pendidikan yang positif
karena dapat membina sikap kerja sama, mengandung hiburan dan mempererat
persahabatan.
- Bakakapalan
Permainan bakakapalan ini dilakukan oleh anak-anak laki-laki usia
Sekolah Dasar dengan mengambil tempat di halaman rumah atau di taman sekitar
rumah pada siang hari.
Alat permainan yang dipergunakan untak bakakapalan ini sangat
sederhana, yaitu satu atau dua lembar kertas ukuran folio yang dibuat menjadi
sebuah kapal air dan kapal udara.
Permainan bakakapalan mengandung nilai pendidikan yang positif,
terutama melatih keterampilan dan kecerdasan berpikir, memanfaatkan sisa-sisa
kertas menjadi berguna, aspek kerja sama dan mempererat persahabatan dalam
bermain bersama.
- Bakalikir
Permainan ini biasanya dilakukan oleh anak-anak laki-laki usia Sekolah
Dasar. Tempat bermain di tanah kering yang sedikit memerlukan lapangan,
dilakukan oleh anak laki-laki paling sedikit sebanyak 2 orang, 3 sampai 4 orang
dalam satu permainan.
Permainan bakalikir mempergunakan alat yang disebut kalikir (kelereng)
yang banyak dijual orang di toko kelontongan. Bisa juga dibikin sendiri dari
tanah liat yang digiling secara sempurna kemudian dibakar seperti keramik.
Permainan bakalikir mengandung nilai pendidikan yang positif, karena
dapat membina keterampilan, memupuk kejujuran dan mempererat persahabatan.
- Bakarat
Permainan ini khusus dilakukan oleh anak-anak laki-laki dalam usia Sekolah
Dasar. Tempat bermain biasanya di halaman rumah karena memerlukan tanah lapang,
meskipun tidak terlalu luas.
Peralatan permainan bakarat ini sangat sederhana, ialah setiap orang
harus memiliki sebigi batu yang pipih dengan garis tengah sekitar 6 cm yang
disebut “undas”.
Permainan bakarat mengandung nilai pendidikan dan olah raga, seperti
melatih keterampilan, memupuk kejujuran, kerja sama, dan mempererat
persahabatan.
- Bakalayangan
Permainan ini dikenal dengan nama bakalayangan, yaitu permainan
layang-layang yang dilakukan oleh anak laki-laki usia Sekolah Dasar, para
remaja hingga orang yang sudah dewasa.
Bakalayangan dilakukan pada waktu sore hari dengan
mengambil tempat di tanah lapang atau di sawah yang sudah selesai dipanen.
Permainan bakaiayangan mengandung nilai pendidikan yang positif,
dapat meningkatkan keterampilan kerja sama, olahraga, dapat membaca dan
mengerti cuaca dan mempererat persahabatan.
- Bakakatikan (Balastikan).
Permainan ini khusus dilakukan oleh anak laki-laki usia Sekolah Dasar yang
terdiri dari 2 atau 3 orang anak dengan mengambil tempat di kebun atau tepi
hutan sekitar rumah pada siang hari.
Permainan bakakatikan mempergunakan alat yang disebut dengan kakatikan
atau lastik. Kakatikan atau lastik dibikin dari bahan-bahan ban
dalam bekas mobil atau sepeda, sepotong kulit bekas sepatu dan sepotong kayu,
yaitu ranting kayu yang bercabang dua. Dalam bahasa Indonesia disebut ketapel.
Permainan bakakatikan ini, mengandung nilai yang positif, karena terciptanya
kebersamaan, tolong-menolong dan mempererat persahabatan.
- Bakujur (Bacit)
Permainan ini dilakukan oleh anak-anak laki-laki maupun perempuan usia
Sekolah Dasar, juga oleh para remaja dan bahkan oleh orang yang telah dewasa.
Permainan bakujur mengandung nilai pendidikan yang positif, terutama
melatih keterampilan untuk berpikir kreatif, kerja sama, dan saling mempererat
persahabatan.
- Balogo
Permainan balogo dilakukan oleh anak-anak laki usia Sekolah Dasar
dan juga oleh anak-anak remaja. Tidak atau jarang sekali dilakukan oleh
anak-anak perempuan. Permainan ini biasanya dilakukan di halaman rumah, di atas
tanah keras yang datar yang memanjang, meskipun tidak terlalu luas.
Permainan balogo diikuti oleh paling sedikit 2 orang yang
berlawanan, tetapi bisa juga oleh 4 orang yang berpasangan 2 -2 orang. Setiap
orang harus memiliki logo dengan panapaknya masing-masing.
Permainan balogo mengandung nilai pendidikan dan olahraga yaitu
meningkatkan keterampilan, dapat memupuk sifat kejujuran, kerja sama dan
mempererat persahabatan.
- Bapidak
Permainan ini dilakukan oleh anak-anak laki-laki usia Sekolah Dasar, tetapi
bisa juga dilakukan oleh anak-anak yang lebih dewasa.
Permainan bapidak mempergunakan alat bigi karet yang banyak
terdapat di kebun karet. Bigi-bigi karet atau bigi gatah para
itu sudah didapatkan yang tersebar jatuh di tanah dalam kebun karet. Bigi-bigi
karet tersebut oleh anak- anak disebut mereka “bigi pidak”.
Bigi pidak yang diandalkannya itu ditawarkannya
untuk diadu kekuatannya. Tawaran itu diterima oleh temannya yang lain, yang
juga memiliki bigi pidak andalannya.
Permainan bapidak mengandung nilai pendidikan yang positif karena
terdapat adanya kerja sama, melatih sikap yang sportif dan mempererat
peraahabatan.
- Basamsaman (Balalasaman)
Permainan ini biasa dilakukan oleh anak-anak perempuan usia Sekolah Dasar.
Kadang-kadang juga anak-anak laki-laki turut pula main basamsaman ini.
Mereka bermain di halaman rumah, di tanah kering yang rata.
Permainan basamsaman mempergunakan lapangan sederhana di tanah
dengan cara membuat garis-garis segi empat berbentuk huruf T besar dan di
atasnya dihubungkan dengan lingkaran yang disebut gugunungan. Pemain yang
biasanya terdiri dari 2 orang memiliki sebiji batu berbentuk pipih dengan garis
tengah sekitar 5 cm yang disebut "undas". Undas ini boleh pula
dipergunakan dari potongan, papan berukuran 5x5 cm.
Sebelum bemain kedua orang anak tersebut terlebih dulu harus "basiun"
untuk menentukan siapa di antaranya yang "naik" atau bermain terebih
dahulu.
Permainan basamsaman mengandung nilai pendidikan yang positif,
karena terbinanya kerja sama, memupuk kejujuran, aspek olah raga, nilai
sportivitas, dan mempererat persahabatan.
- Basimban
Permainan ini khusus dilakukan oleh anak-anak perempuan usia Sekolah Dasar
dan juga oleh gadis remaja. Basimban biasanya dilakukan oleh 2 orang anak perempuan atau lebih,
dengan mengambil tempat di palatar rumah pada waktu sore hari.
Permainan basimban mempergunakan alat sebigi bola tenis bekas dan 10
biji anak simbanan dari kulit sihi atau kulit katuyung. Arena bermain
dipergunakan lantai rumah.
Permainan basimban mengandung nilai-nilai pendidikan yang positif,
yaitu melatih keterampilan, kesetiakawanan dan mempererat persahabatan.
- Basusumpitan
Permainan basusumpitan ini dilakukan oleh anak-anak laki-laki usia
Sekolah Dasar. Mereka bermain basusumpitan ini biasanya di dalam kebun
atau pinggir hutan sekitar rumah mereka.
Permainan basusumpitan mempergunakan alat sepotong bambu jenis kecil
yang sering dipergunakan untuk joran kail, dengan ukuran panjang 50 sampai 40
cm dan segenggam tanah liat yang dipergunakan pelurunya.
Permainan basusumpitan ini mengandung nilai pendidikan berupa kerja
sama, meningkatkan keterampailan, tolong-menolong dan mempererat persaudaraan.
- Batatalipunan
Permainan ini bernama batatalipunan, yaitu permainan
telpon-telponan. Biasanya dilakukan oleh anak-anak laki-laki usia Sekolah
Dasar, paling sedikit terdiri dari 2 orang. Tetapi kadang-kadang anak-anak
perempuan juga turut serta bermain batatalipunan.
Permainan batatalipunan ini dibuat dari 2 buah kaleng susu bekas yang pada
bagian atasnya telah dibuang tutupnya. Pada bagian kaleng susu bekas bawahnya
diberi lubang kecil untuk memasukkan benang penghubung dengan kaleng lainnya.
Benang penghubung antara dua kaleng susu tersebut panjangnya sekitar 3
sampai 5 meter, Dengan begitu jadilah sudah alat batatalipunan yang
dapat dibikin sendiri secara bersama-sama.
Permainan batatalipunan ini mengandung nilai pendidikan yang
positif, karena terbinanya rasa kebersamaan, gotong royong, dapat nengembangkan
daya khayal yang positif dan mempererat persahabatan.
- Batatampurungan
Permainan batatamparungan ini dilakukan oleh anak-anak laki-laki
seusia Sekolah Dasar, tetapi kadang-kadang juga dimainkan oleh anak-anak
perempuan dengan mengambil tempat di halaman rumah yang memerlukan sedikit
lapangan bermain.
Permainan batatampurungan mempergunakan alat tempurung kelapa bekas
yang sudah diambil isi dagingnya, yaitu tempurung bagian atas yang berbentuk
lebih cembung dan memiliki lubang pada bagi-an atas tersebut. Tempurung bagian
atas itu harus terdiri dari 2 buah untuk seorang pemain. Melalui lubang pada
kedua buah tempurung tersebut dihubungkan dengan sepotong tali yang kuat dengan
panjang sekitar 2 meter, maka jadilah sepasang tatampurungan.
Permainan batatampurungan mengandung nilai pendidikan yang positif,
karena dapat memupuk perilaku kerja sama, meningkatkan keterampilan, memiliki
aspek olah raga, dan mempererat persahabatan.
- Batatapakan
Permainan ini dilakukan oleh anak-anak laki maupun perempuan usia Sekolah
Dasar dan juga yang lebih dewasa. Mereka bermain dengan mengambil tempat di
halaman rumah pada waktu siang hari.
Alat permainan terdiri dari 2 macam, yaitu yang disebut dengan bulu ayam
dan tapakan. Bulu ayam yang agak panjang terdiri dari 6 sampai 8 helai yang
telah dimasukkan pangkalnya dengan kuat ke dalam buluh yang panjangnya sekitar
5 cm. Alat pemukul yang disebut dengan tapakan terdiri dari sepotong papan yang
panjangnya sekitar 50-40 cm dengan telabang pemukulnya berukuran sekitar 15 x
15 cm atau berbentuk bundar dengan garis tengah sekitar 15 cm.
Permainan batatapakan ini mengandung nilai pendidikan yang positif,
yaitu memupuk rasa kerja sama, aspek olahraga, aspek persaingan yang sportif
dan mempererat persahabatan.
- Batitimbakan
Permainan ini dilakukan oleh anak-anak laki-laki usia Sekolah Dasar dengan mengambil
tempat di dalam kebun sekitar lingkungan rumah. Mereka berhimpun secara
beramai-ramai.
Permainan ini memerlukan sepotong bambu kacil yang biasanya dipergunakan untuk gagang kail.
Diambil seruas bambu tersebut yang panjangnya sekitar 50 cm. Bambu itu dipotong
sepanjang kira-kira 27 cm yang teiah dibuang bukunya, nantinya berfungsi
sebagai laras titimbakan. Sisa potongan yang masih ada bukunya berfungsi sebagai
hulu rurujak. Rurujak dibikin dari bilah bambu yang kuat sepanjang kira-kira 28
cm, Pangkalnya dipasang atau dimasukkan ke dalam hulu rurujak dan dipasak
dengan kuat. Dengan demikian jadilah sebuah titimbakan. Peluru titimbakan
dipergunakan buah pepaya yang masih mentah, yang di iris-iris sedikit lebih
besar dari lubang laras titimbakan atau kertas koran yang direndam di air
Batitimbakan didahului dengan memasukkan peluru kedalam titimbakan
tersebut. Permainan batitimbakan
dilakukan anak-anak secara beramai-ramai di dalam kebun atau samping rumah
dengan sasaran tempakan buah nyiur, buah pinang dan lain-lain.
Permainan batitimbakan mengandung nilai pendidikan yang positif,
karena dapat melatih keterampilan kerajinan tangan, mengandung hiburan dan
meningkatkan persahabatan.
- Batungkau (Babatisan)
Permainan ini dilakukan oleh anak-anak laki-laki dan juga oleh para remaja.
Disebut juga babatisan karena alat untuk meninggikan fisik seolah-olah
pengganti batis (kaki).
Bermain tungkau dengan mempergunakan alat yang dinamakan tungkau
(babatisan), yaitu yang terbuat dari batang bambu yang bergaris tengah lebih
kurang 5 cm dan panjang sekitar 2 meter.
Permainan batungkau memerlukan lapangan di luar rumah, di atas tanah yang
kering dan kuat. Seseorang yang bermain tungkau harus mampu menimbang badan,
menjaga keseimbangan, untuk dapat berdiri sempurna pada kedua tungkau yang
dipakainya.
Pemain tungkau yang sudah trampil dapat berjalan, berlari, bergeser ke kanan dan ke
kiri dan bahkan dapat naik tangga dengan memakai tungkau tersebut.
Permainan yang menarik adalah apabila diadakan lomba berlari batungkau dengan
jarak 100 meter yang diikuti oleh beberapa orang.
Batungkau adalah bermainan yang mengandung nilai
keterampilan dan meningkatkan kepercayaan kepada diri sendiri. Dalam perlombaan
batungkau dapat memupuk rasa kerja sama dan meningkatkan prestasi serta
kesetiakawanan.
- Ba-u-ulasan
Permainan ini merupakan suatu permainan anak-anak laki-laki atau perempuan
dalam usia Sekolah Dasar dengan mengambil tempat di halaman rumah, di suatu
lapangan terbuka yang tidak terlalu luas.
Permainan ba-u-ulasan mempergunakan alat yang sederhana yaitu
sepotong bilah panjang sejengkal yang diberi ciri masing-masing yang menjadi
pemiliknya. Bilah yang dimiliki tersebut dinamakan "ulas".
Permainan ba-u-ulasan mengandung pendidikan yang positif, karena di
dalamnya terbina kesepakatan, mengandung hiburan, membina disiplin dan
mempererat persahabatan.
- Ba-u-upauan
Permainan dilakukan oleh anak-anak laki-laki atau anak perempuan dan bahkan
boleh juga campuran laki-laki dan perempuan.
Permainan ba-u-upauan tidak memerlukan alat permainan, hanya
diperlukan tempat untuk berlindung atau bersembunyi.
Permainan ba-u-upauan ini mengandung nilai yang positif dalam kerja
sama, mengandung aspek olahraga, meningkatkan daya pikir dan mempererat
persahabatan.[24]
[1]M. Suriansyah Ideham, et. al, Urang Banjar
dan Kebudayaannya, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2015). Cet. 2. Hal.
340-341.
terima kasih ilmunya ya....paling tidak menambah pengetahuan sy ttg adat budaya orang dayak di kalimantan
BalasHapus