Cari Blog Ini

Halaman

Selasa, 06 Maret 2018

Kesenian Banjar Pada Zaman Pra-Sejarah, Hindu-Budha dan Islam

Kesenian Madihin (Jontralala dan rekan)


A.    Kesenian Zaman Prasejarah
Seni cadas (rock art) merupakan salah satu bentuk data arkeologi yang sangat penting untuk mengungkapkan kehidupan dan budaya masa lampau, khususnya pada zaman prasejarah. Seni cadas atau sering disebut lukisan dinding gua tidak saja dianggap sebagai peninggalan yang dapat memberikan informasi tentang tata cara hidup manusia, tetapi sering juga dilihat sebagai bukti pencapaian cita rasa seni manusia di masa lampau.[1]
Pemikiran manusia prasejarah masih sederhana dalam mengekspresikan suatu objek. Hal tersebut masih bisa kita temukan seperti, penggambaran lambang atau simbol-simbol yang bersifat magis-religius. Patung-patung dan balontang pada etnis Dayak hingga sekarang masih digambarkan secara sederhana, sekalipun saat ini telah tersedia para seniman patung yang dapat membuat patung manusia secara sempurna.
Untuk seni tari, seni suara dan lainnya juga dalam kasus yang sama dengan apa yang telah dijelaskan di atas. Bentuk gerakan dan ucapan yang mempunyai ritme-ritme tertentu yang tertuang dalam gerak tarian dan nyanyian semata-mata berdasarkan suatu tujuan yang mengandung nilai lain, sekalipun semua itu diungkapkan dari emosi kejiwaan yang bersifat sentimental penuh dengan perasaan. Sehingga sampai sekarang masih dikenal tarian perang, tarian saat akan berburu, tarian untuk arwah dan sebagainya yang masih ditemukan khususnya pada masyarakat Dayak di Kalimantan. Secara etnografis, peninggalan tersebut merupakan sisa-sisa hasil kesenian dari masa prasejarah di Kalimantan.[2]
Masyarakat Dayak, membuat karya seni yang sangat sederhana dalam ragam hias. Penciptaan lebih mengarah pada fungsi religius dalam bentuk lambang-lambang yang berkaitan dengan konsep kepercayaan yang mereka anut. Konsep tersebut berhubungan dengan alam arwah, mitologi dan kosmologi. Motif-motif yang terdapat pada tiang sandung, tiang sanggaran dan tiang sapundu berbentuk sulur-suluran dan geometris. Motif ini mempunyai makna sebagai pengikat arwah agar tidak bergentayangan mengganggu yang hidup. Motif perahu digambarkan pada peti mati (raung), papan bernama tingang dan bangunan induk sandung sebagai simbol kendaraan yang akan membawa arwah dalam perjalanan menuju surga.
Ragam hias fauna seperti naga, tambun, jata, burung tingang, menggambarkan kosmologi yang terdiri dari alam atas, alam tengah dan alam bawah. Motif sanghari dan bintang bacarang melambangkan sinar kehidupan yang dicita-citakan setiap orang, terdapat pada ragam hias bakul arangan sebagai wadah untuk upacara aruh ganal pada masyarakat Bukit Loksado. Motif lainnya menggambarkan flora, fauna dan manusia yang kesemuanya mempunyai makna dari simbol-simbol tertentu. Motif ukiran simbol penolak bala digambarkan dalam bentuk kedok dengan wajah yang menakutkan terdapat pada alat menggendong anak suku Dayak-Ngaju yang disebut Baning Aban. Simbol tersebut dimaksudkan untuk menjaga si anak dari gangguan roh arwah, hantu-hantu dan roh binatang. Simbol penolak bala bagi masyarakat Banjar terlihat pada ragam hias ukiran rumah Banjar yang terdapat pada pilis dengan motif daun jaruju, pada dahi lawang dengan motif Banaspati (kala).
Pada seni tari dengan mengungkapkan emosi yang meluap-luap sebagai harapan dan tanda syukur kepada Mahatala, tergambar melalui hentakan kaki yang kuat dan keras dan pada tari Balian, Bakanjar, Babangsai, tari Gantar dan sebagainya. Tarian ini biasanya disertai nyanyian dengan ritme yang teratur dan nada rendah berupa mamang oleh pemimpin upacara diselingi dengan teriakan-teriakan oleh penari. Secara etnografis, peninggalan tersebut merupakan sisa-sisa hasil kesenian dari masa prasejarah di Kalimantan.[3]

B.     Kesenian Zaman Hindu-Budha
Sejarah Banjar paralel dengan sejarah kebudayaannya. Dalam sejarah Banjar yakni pada zaman kuno di Kalimantan Selatan ditandai dengan munculnya kerajaan-kerajaan yang dikisahkan dalam ceritera bersambung dari mulut ke mulut berupa hikayat. Hal ini disebabkan belum adanya suatu penelitian yang mendalam tentang situasi pada zaman tersebut.
Tentang kesenian jenis yang disebutkan Hikayat Banjar antara lain adalah merakit, baokal, bajoget, bahigal radap, manopeng, jenis-jenis baksa seperti  baksa tumbak, baksa panah, baksa dadap, baksa tameng, baksa kantar, baksa hupak dan baradap.
Suku Melayu yang berasimilasi menumbuh kembangkan kesenian Melayu. Dan ketika Tanjungpuri lenyap maka tumbuh kerajaan Negara Dipa yang dibantu oleh orang-orang Jawa dari Kediri Utara. Kebudayaan Jawa dalam masyarakat istana dan sekitarnya berpadu dengan kebudayaan Melayu dan kebudayaan Maanyan, akan tetapi karena keraton Negara Dipa lebih mendominasi adat tradisi Budaya Jawa, maka masyarakat sekitar juga dipengaruhi hal yang demikian.[4]
  1. Seni Rupa: walaupun mengenai seni rupa yang berkembang tidak jelas namun secara asumsi dapat diperkirakan bahwa seni patung sederhana seperti zaman neolitikum tetap berjalan.
a.       Seni Bangunan
Negara Dipa dan Negara Daha masing-masing mempunyai peninggalan berupa Candi Agung Amuntai dan Candi Laras di Margasari. Dari berbagai tinggalan yang ditemukan di situs Candi Laras di Margasari, menunjukkan bahwa kepercayaan yang berkembang saat itu adalah Hindu-Siwa.
Seluruh Candi Laras kini hampir tak tersisa bangunannya kecuali pondasi dalam tanah. Lima ratus meter ke sebelah timur terdapat situs pematang bata, tidak diketahui secara pasti bentuk dan fungsinya. Ada kemungkinan sebagai sebuah “petirtaan”, terbuat dari susunan batu bata sejenis dengan bata yang ada di Candi Agung, Amuntai.
Bangunan rumah-rumah penduduk di Negara Dipa diasumsikan bagaimana tempat tinggal penduduk asli yakni rumah Betang bertiang, memakai bubungan “pisang sasikat” dan menghadap sungai. Adanya motif lain yakni pada rumah-rumah pendatang yang menghadap ke sungai, karena kebutuhan transportasi sungai dalam arus perdagangan.[5]
b.      Seni Arca
Di Candi Agung tidak ditemukan arca, namun di Candi Laras dan sekitarnya terdapat sisa arca Dipangkara, potongan lingga dari batu bazait merah dan pecahan yoni. Dipangkara berarti dian (penerang) atau pembawa cahaya. Dipangkara merupakan salah satu Budha dalam kelompok Manusia Budha yang khusus terdapat dalam aliran Lamaisme, yaitu bentuk pengembangan Budha Mahayana Tibet. Kemungkinan arca itu dibawa oleh orang-orang Melayu dari Sriwijaya sekitar abad ke-7 masehi. Hal ini berkaitan dengan temuan fragmen prasasti berinskripsi Jayasiddha dan arca Dipangkara itu sendiri sebagai arca Budha.
Prasasti berinskripsi Jayasidha ditulis dalam aksara Pallawa atau Weggi dan bahasa Sansekerta. Kata ini Jayasidha mengandung anasir magis kebudhaan yang mengungkapkan keberhasilan penjajah ziarah untuk memperoleh berkah atau kekuatan gaib.[6]
c.       Seni Ukir
Motif ukiran yang ada sekarang adalah sebagian peninggalan zaman Hindu-Budha dan Siwa. Motif ukiran pada umumnya terdapat pada kayu, perhiasan, logam kuningan atau kulit binatang. Motif ornamen terdapat pada anyaman-anyaman tikar, anyaman bakul butah, lanjung dan alat rumah tangga lainnya. Tatah ukir pada kulit binatang lewat tatah wayang kulit.


Beberapa motif ukiran (ornamen) pada masa kebudayaan Hindu mempunyai arti tertentu, misalnya:
1)      Motif teratai melambangkan kesucian dan kekuasaan.
2)      Motif pucuk rabung melambangkan wawasan tinggi.
3)      Motif bunga bogam melambangkan hidup terpandang.
4)      Motif kemala melambangkan status derajat tinggi.
5)      Motif gigi haruan melambangkan kewaspadaan.
6)      Motif talipuk melambangkan keselarasan lahir batin.
7)      Motif tali bapilin melambangkan nilai kesetiaan.
8)      Motif burung enggang melambangkan kebaktiaan.
9)      Motif sidat melambangkan keterikatan kesatuan.
10)     Motif ular naga melambangkan keperkasaan mendukung wibawa.
11)     Motif ular lidi melambangkan keapikan nurani.
12)     Motif buah maggis melambangkan kejujuran.
13)     Motif daun jaruju melambangkan penjagaan diri.
14)     Motif lipan melambangkan mawas diri.[7]
d.      Seni Lukis
Pada Zaman kebudayaan Hindu, seni lukis tidak banyak yang tersisa. Lukisan dengan sulaman manik-manik air guci sudah berkembang pada zaman ini, karena motif-motif ukiran mirip dengan sulaman manik-manik, terutama pada motif hiasan pada dinding air guci dan tapih air guci serta baju wanita. Batik ikat sasirangan juga berasal dari zaman ini, dengan dilukis pada kain dan diikat sebelum dicelup pewarna. Hal ini sampai sekarang masih dilakukan wanita-wanita di aliran sungai yang dipercaya mengandung magis budaya leluhur.[8]
  1. Seni Sastra
Mengenai seni sastra di abad-abad pertama sampai dengan abad ke-14 masih gelap. Yang jelas seni itu telah ada sejak kerajaan Tanjung Puri dan terus berkembang hingga ke masa Kerajaan Banjar.
Sastra lisan berupa ceritera rakyat hidup dari mulut ke mulut yakni andi-andi di sawah ketika panen dan andi-andi sebelum tidur. Umumnya ceritera rakyat ini muncul di pedesaan agraris. Beberapa buah di antaranya dapat disinopsiskan sebagai berikut:
a.       Sangiang Gantung
Terceritera adalah Raja kerajaan Hilir Margasari gemar memakan lauk dari masakan perut ayam. Tukang masak kewalahan dan digantinya dengan cacing. Saban hari Raja minta karena merasa lezat bukan main.
Suatu hari cacing-cacing keluar dari dalam tanah, hingga ba­nyak rakyat tertimbun cacing. Raja pun mati tertimbun cacing. Setelah cacing-cacing menghilang, maka para abdi raja menggantung jenazah raja di pohon jingah besar atas permintaan tuan puteri, ka­rena tuan puteri pernah dipesani raja bahwa kalau baginda meninggal harus digantung, jangan dikubur. Sampai sekarang pohon jingah besar di situ disebut orang “Sangiang Gantung”.
b.       Intingan dan Dayuhan   
Intingan dan Dayuhan dua bersaudara. Intingan pintar bijaksana dan Dayuhan dungu tapi jujur. Di dalam banyak versi ceriteranya Intingan yang pintar selalu dengan sukarela membimbing adiknya Dayuhan, namun Dayuhan tak pernah bisa juga.
c.       Ular Dandang
Ketika seekor burung liar Garuda menyerang kerajaan, adalah seekor ular bernama Dandang ingin memperisteri puteri raja dengan melamar salah seorang. Puteri tujuh tidak berkenan, kecuali puteri bungsu yang bersedia pada akhirnya.
Ular Dandang keluar dari “sarungya” menjadi raja sakti dan Garuda dibunuhnya. Kemudian ia membangun kerajaan yang lengkap dengan istana dan hamba sahayanya.


d.      Batu Balah Batu Batangkup
Seorang ibu sakit hati dan putus asa karena amarah terhadap dua orang anaknya yang menghabiskan makanan kesayangannya berupa, pais hati bakut. Ia pergi ke tempat batu sakti, kemudian berkata: “Batu balah batu batangkup. Tangkupakan badanku nang cilaka. Tagkupakan badanku nang kapuhunan hati bakut. Maka badan ibu itu ditangkup oleh batu sakti itu hingga mati si anak yang melihat itu menyesali diri mereka dan menganggap ibunya kepuhunan.
e.       Sandah Gelar Puteri Ambang Kapas
Seorang puteri raja yang besar badannya menaruh cinta kepada Raden Enu. Ia mengejar Raden Enu dan terperosok ke dalam gua sempit, la mati dan menjelma sebatang kayu Tangkalupa. Masyarakat sampai sekarang menghindari pohon itu karena dianggap ada hantunya.
f.        Kisah Batu Banawa
Anak lelaki Diang Ingsun pergi merantau, dan pulang sebagai Raden Pangantin beristrikan puteri seberang. la tidak mengakui Diang Ingsun sebagai ibunya. Diang Ingsun berdoa semoga Tuhan membuktikan dirinya sebagai ibu. Maka turun angin topan yang membuat kapal dan seisinya menjadi batu, Demikian kisah anak durhaka.
Masih banyak lagi kisah andi-andi dan mungkin berasal dari zaman Hindu budha, dengan ciri kepercayaan sejenis mitos.[9]
  1. Seni Teater
Mungkin sekali pada zaman kerajaan Negara Dipa dan kemudian kerajaan Negara Daha, seni teater sebagai seni pertunjukan yang ber­asal dari Jawa juga hidup di kalangan istana. Seni ini dikembangkan oleh imigran dari Jawa yakni Mpu Jatmika yang mendirikan Negara Dipa,. Dengan masuknya bangsawan Jawa ini, unsur-unsur budaya keraton Jawa pun ikut masuk ke Kalimantan Selatan.


a.       Wayang kulit
Wayang kulit pada masa itu masih murni budaya Jawa dengan ceritera Mahabarata atau Ramayana.
b.      Wayang Wong
Wayang Wong dimainkan oleh orang-orang dari Jawa di istana. Menurut Dr. GAJ Hazeu dan J.L.A. Brandes yang meneliti kesenian wayang, diperoleh suatu kesimpulan bahwa kesenian wayang di Indonesia berinduk pada kesenian asli Jawa, meskipun ceritera yang ditampilkan disadur dari kebudayaan Hindu.
Sesuai dengan Hikayat Banjar yang menyebutkan bahwa wayang sudah tumbuh di Kalimantan Selatan sejak adanya Kerajaan Negara Dipa, “... bawayang Wong, manopeng, bawayang Gadogan, bawayang Purwa, babaksan ....” merupakan kesenian yang biasa dipertunjukan di kerajaan itu”.
c.       Dalang Topeng
Teater Dalang Topeng adalah perkembangan dari tarian manopeng. seorang Dalang sebagai narasi yang berceritera dan melaksanakan antar dialog pemeran bertopeng. Ceritera yang dibawakan ada­lah ceritera Panji.[10]
  1. Seni Musik dan Seni Suara
Seni musik pada zaman Hindu Budha tidak begitu jelas. Namun terdapat gamelan yang diberi nama Srinting Badayu yang dibawa Empu Jatmika dan menjadi kesenian istana Negara Dipa.
Lagu-laguan atau tembang yang dibawakan pesinden tercatat tembang Paksi Muluk, Jajaka, Romiyang, Mandung, Sitro, Cindro, Murda, Gandang Mirung, dan lain-lain, sebagai tembang menyambut tamu.[11]
5.    Seni Tari
Di dalam Hikayat Banjar disebutkan adanya gamelan seperti yang disebutkan di atas. Di samping seni tari maka setiap upacara tertentu dinyanyikan tembang-tembang yang diirigi gamelan selendro. Hal tersebut dikatakan dan menjadikan orang “pargamalan ampat puluh kadangan mantrinya Astaprani.”
Tari Baksa yang beragam namanya seperti Baksa panah, Baksa Dadap, Baksa Tumbak, Baksa Tameng, Baksa Kantar, Baksa Kupu-kupu, diiringi oleh pargamalan empat puluh orang.
Kemungkinan tari rakyat yang didukung oleh rakyat yang masih memelihara tari tradisional mereka seperti tari Gantur Balian, juga masih dipergelarkan ketika upacara sehabis panen.
Walaupun Hikayat Banjar dan Hikayat Raja-raja Banjar Kotawaringin belum dapat memberikan gambaran yang jelas tentang seni tari dan musik, namun disebutkan bahwa ketika Negara Daha diperintah oleh Pangeran Temenggung seni tari klasik Jawa Majapahit masih digelar.
Bandar kerajaan Negara Daha berpindah dari pedalaman (Margasari) ke muara sungai dan mendekati laut yaitu di Muarabahan (Marabahan sekarang), seniman dan budayawan Negara Daha juga ikut serta. Menurut Sarbaini dari desa Barikin Hulu Sungai Tengah, Datu Taruna sebagai sepuh di Barikin dan sekitarnya, mengirim adiknya ke Muarabahan untuk memperdalam permainan Wayang dan tari Topeng untuk diturunkan di Barikin. Diperkirakan saat itu kurang lebih tahun 1525, Barikin sudah menjadi sentra kesenian di bawah pimpinan Datu Taruna.[12]
C.    Kesenian Zaman Islam
Kebudayaan Islam secara perlahan tumbuh dan kesenian lama tidak dimusnahkan tetapi terjadi akulturasi positif. Istana sejak dahulu memang menjadi pusat kebudayaan. Demikian juga dengan istana kerajaan Banjar yang dibangun oleh Sultan Suriansyah, yang direbut olehnya ketika masih bernama Pangeran Samudera.
Berdirinya kerajaan baru Banjarmasin ini membawakan bermacam efek dan akibat. Tradisi istana lama dilanjutkan, walaupun periode budaya Islam sejak itu dimulai tetapi budaya lama yang tidak bertentangan dengan Islam secara tradisi dipertahankan.
Kesenian sebagai unsur kebudayaan tetap berkembang sesuai dengan kebijakan keraton.[13]
1.      Seni Rupa
Tentang seni rupa pada zaman Islam, terutama pada masa kerajaan Banjar dan seterusnya konsep-konsep kepercayaan lama yang terdapat dalam Kaharingan (Kaharingan dan Siwaisme) terdapat pula dalam wujud seni bangun dan sarana rumah diam dan masjid orang Banjar.
a.       Seni Bangunan
Rumah adat Banjar diperkirakan baru berkembang dalam abad-abad terakhir. Dari jenis-jenis yang masih ditemukan di mana izinnya bertahun 1871 sebagai rumah yang tertua dan diketahui tahun didirikannya, terdapat di kota Banjarmasin. Pembangunannya didapat dari pemerintah Hindia Belanda dan tipenya jenis rumah bubungan tinggi.
Sebelum itu diberitakan tahun 1885, Sultan Adam memerintahkan memasang ukiran pada rumah Banjar di dalam keraton Banjar. Ukiran kalamakara dan atap mimbar masjid di desa Palajau Hulu Sungai Tengah terdapat hiasan tingang. Pataka masjid Sultan Suriansyah melambangkan pohon hayat, mungkin diletakkan setelah beberapa tahun setelah dibangun,
Kalau melihat bangunan masjid Jami di desa Wasah Kandangan Kabupaten Hulu Sungai Selatan yang dibangun tahun 1908, pada puncaknya diberi tatah ukiran - ukiran bergaya klasik, dan mimbarnya bertatahkan motif-motif gaya lama, jelaslah bahwa pengaruh gaya klasik bangunan di keraton Banjar Martapura saat itu sampai juga ke pelosok Kalimantan Selatan.
b.       Seni Arca
Seni arca pada zaman masuknya budaya dan akidah Islam tidak pernah ditemukan karena Islam melarang adanya arca atau patung di manapun. Asumsi bahwa arca-arca di Candi Laras dimusnahkan ketika penyebaran Islam di sana cukup beralasan, sehingga hanya tersisa potongan-potongan saja.
c.       Seni Ukir
Motif-motif ukiran yang dihasilkan pada zaman Hindu Budha nampak masih dipelihara, karena dianggap pusaka yang tidak bertentangan dengan akidah Islam.
Nampak sekali kehadiran karya ukir Islam berupa syahadat di atas pintu rumah Banjar dan berhiaskan motif tanaman merambat.
d.      Seni Lukis
Lukisan dasar kemudian dijahit untuk pembuatan batik celup sasirangan dengan berbagai corak hiasan.
Muncul payung ubur-ubur yang dihias oleh stilisasi relief biji-biji tasbih dan airguci yang diperkirakan pada tahun 1856, bahkan stempel kerajaan Banjar dilukis dengan gaya Arabi.
Lukisan di atas kaca berupa kaligrafi mulai berkembang, apakah karya itu berasal atau dipelajari dari luar, belum diketahui secara pasti.
e.       Seni Motif Anyaman
Pengaruh agama Islam sangat kuat mewarnai perkembangan seni rupa terutama di Kalimantan Selatan. Seni kerajinan dari rotan berupa tas pakaian, tope jangang, tope rotan, dan sebagainya..
Kursi tamu bermacam ragam diberi anyaman rotan halus. Anyaman terutama di Margasari juga dibawa oleh pedagang dari luar.[14]
2.      Seni Sastra Lisan
Seni sastra lisan ini bisa dikategorikan juga sebagai Teater Tutur yakni teater yang dituturkan oleh sang pelaku atau menceritakan suatu kisahan yang berstruktur dari awal, pertengahan menuju pada ketegangan atau klimaks hingga ending. Penutur dalam menyampaikan kisahan, dengan menggunakan kemampuan vokal, dalam menampilkan suara dan ekspresi watak-watak yang menjadi pendukung cerita. Bisa terwujud dalam lagu, dalam dialog dan didukung pula dengan alat peraga atau alat musik.
Sastra lisan dalam bentuk Teater Tutur Banjar, termasuk kesenian yang cukup digemari oleh masyarakat seperti:
a.       Dundam
b.       Lamut
c.       Andi-andi
d.      Bapandung
e.       Madihin
Madihin merupakan pergelaran sastra. Rangkaian syair-syair dan pantun yang menjadi bahan komunikasi dan informasi. Perkataan madihin berasal dari kata “madah”. Madah artinya berkata-kata. Dari kata tersebut, jelaslah Madihin adalah karya seni budaya Islam dan pengaruh kasidah Arabi, namun telah tercipta dengan bahasa Banjar, Kesenian ini tersebar luas di kalangan masyarakat Banjar. Menurut Amir Hasan Kiai Bondan, kesenian Madihin sudah ada ketika pemerintahan Panembahan Sultan Adam di kerajaan Banjar.
f.        Basyasyairan
g.       Bapapantunan
Di dalam pergelaran Madihin pantun-pantun berfungsi sebagai pembukaan, baturai pantun, pantun pelipur, pantun puji-pujian, pantun balulucuan (jenaka), dan penutupnya.
Demikian juga di dalam ceritera Lamut, Andi-andi, Dundam, pantun berfungsi sebagai adegan percintaan, pantun insyaf, pantun meratapi nasib dan sebagainya.[15]
3.      Seni Musik
a.       Gemelan
b.      Tarbang Haderah
c.       Tarbang Ampat
d.      Tarbang Lamut
e.       Tarbang Madihin
f.       Musik Suling
g.      Musik Japin Gambus
h.      Musik Kurung-kurung Hantak
i.        Musik Kintung
j.        Musik Main Kuntau.[16]
4.      Seni Suara
Menurut Anang Ardiansyah yang meneliti lagu-lagu Banjar, bahwa embrio lagu- lagu Banjar bermula dalam "harungut" (gumam) dikala senggang di tempat sepi. Hal ini sama dengan suku Dayak, Bukit dan suku Banjar. Lagu-lagu Banjar sebenarnya mempunyai identitas sendiri dengan penonjolan Melayu-Maanyan-Ngaju dan sedikit pengaruh Jawa.
a.       Sinden
b.       Lagu Dundam
c.       Lagu-lagu Bajapin
d.      Lagu Basyasyairan
e.       Lagu Tirik dan Gandut
f.        Lagu Pariuk
g.       Lagu Ba-ahui
h.       Lagu Badudus
Di Amuntai, Hulu Sungai Utara, keturunan di Candi melaksanakan mandi-mandi (Badudus) dengan lagu-lagu yang tertentu yakni lagu Kursumangat, Girang-Girang, Nandung Mas Miah, Tarabang Burung, dan Burung Mantuk. Lagu-lagu ini telah dinyanyikan sejak 1860. Menurut tuturan bahwa Pangeran Hidayat yang memberi petunjuk.
i.         Lagu-lagu Damarulan.[17]
5.      Seni Tari
a.       Tari Baksa dan Topeng
b.       Tari Rudat
c.       Tari Sinoman Haderah
Tari Sinoman Haderah muncul kemudian. Tari ini disebut Rudat berdiri dengan mengibarkan bendera warna warni. Sinoman Haderah cepat menyebar sampai ke Hulu Sungai, terutama Amuntai, Kandangan dan Rantau.
d.      Tari Semi Klasik
e.       Tari Basisingaan
Tari Basisingaan sudah ada tahun 1930 dan menghilang di tahun 1940. Kemunculan tahun 1950 muncul di Amuntai, Juai, Paringin dan Lampihong. Digelar ketika pengantin turun untuk bersanding.
f.        Tari Bagandut
g.       Tari Japin Sigam
h.       Tari Payung Kambang
Tari ini termasuk gaya seni klasik dari Amuntai. Walaupun tari ini mungkin sudah ada pada 1900 tetapi dibenahi baru kurang lebih tahun 1940. Payung kambang merupakan dari payung “batamat” dengan mengambil nuansa klasik zaman Negara Dipa.[18]
6.      Seni Teater
Seni teater salah satu kesenian jenis Banjar, istilah teater dalam arti seni pertunjukan adalah istilah yang baru bagi urang Banjar. Dan teater ini hanya dikenal oleh kalangan masyarakat perkotaan yang terpelajar yang santer disebut-sebut sejak tahun 1980-an. Sebelumnya ditahun 1950-an lebih dikenal dengan istilah sandiwara kemudian menyusul istilah drama.
Tapi untuk jenis seni pertunjukan cerita lokal lebih cenderung pada sebutan bentuk yang ada, seperti; pertunjukan Badal Muluk, wayang gung, mamanda, manuping, bajapin, bakuda gipang dan sebagainya.
Pertunjukkan drama di Kalimantan Selatan sebelumnya disebut pertunjukan sandiwara. Kata sandiwara itu dibuat oleh P.K.G. Mangkunegara VII (alm) sebagai kata pengganti “Toneel".Istilah sandiwara, jelang akhir hayat P.K.G. Mangkunegara VII, cukup tersosialisasi di kalangan terpelajar.


Kata sandiwara terbentuk dari dua kata, “sandi” dan “wara” yang berarti; sandi = rahasia dan wara = pengajaran. Demikian menurut Ki Hajar Dewantara, kata sandiwara adalah pengajaran yang dilakukan secara rahasia.
Teater Banjar terdiri dari dua jenis yakni Teater Tradisi/Teater Rakyat dan Teater Tutur. Teater Tradisi terdiri dari: Teater Wayang Kulit, Wayang Gung, Teater Abdul Muluk cabang, Teater Mamanda, Teater Tari Topeng, Teater Kuda Gipang Carita, Teater Damarulan, Teater Tantayungan. Sedangkan Teater Tutur terdiri dari: Lamut, Andi-Andi, Dundam, Bapandung (Bakisah).[19]
  1. Seni Kerajinan Tangan
Orang banjar mempunyai keterampilan berupa kerajinan tangan yang bersifat kerajinan rumah.
a.       Margasari, terdapat anyaman yang bahan bakunya dari paikat atau rotan, jangang, purun danau dan pelapah rumbia.
b.      Muara Kuin, kajang dan tanggul dari daun nipah.
c.       Sungai Saluang, tikar purun tikus.
d.      Halabiu atau Alabio, alat-alat untuk menangkap Ikan yaitu: lunta, halawit, hancau, rengge dan lalangit.
Kerajinan-kerajinan rumah yang mencapai puncaknya pada akhir abad ke-19 dan hampir menghilang sejak tahun 1950 adalah kerajinan seni tatah atau ukir dari orang banjar. Seperti dahi lawang, penapih rumah, pilis, tataban dan sebagainya.[20]

D.    Ornamen Tradisional Banjar
Ornamen sebagai ragam hias di temukan pada rumah-rumah adat banjar.
1.      Ornamen Rumah Banjar
Dalam sebuah rumah adat Banjar terutama tipe bubungan tinggi, gajah baliku dan palimbangan terdapat sebelas sarana bangunan yang diberi ukiran:
a.       Pucuk bubungan
Pada rumah tradisional tipe bubungan tinggi terdapat pada pucuk yang lancip, yang disebut “layang-layang”. Layang-layang dalam jumlah yang ganjil dengan ukiran motif tumbuhan paku alai, bogam, tombak atau keris.
b.      Pilis atau papilis
Pilis atau Papills terdapat pada tumbukan kasau yang sekaligus menjadi penutup ujung kasau bubungan tersebut. Juga pada banturan (di bawah cucuran atap) serta pada batis tawing (kaki dinding) bagian luar.
Banyak motif yang dipergunakan dalam ukiran lis Ini, antara lain motif rincung gagatas, pucuk rabung, tali bapintal, dedaunan, dalam berbagai kreasi, kumbang bagantung (distiril), paku alai, kulat karikit, gagalangan, iitikan, sarang wanyi, kambang cangkih, teratai, gigi haruan, dan lain-lain.
c.       Tangga
Pada puncak pohon tangga umumnya terdapat ornamen dengan motif buah konas (nenas). Terdapat juga dengan motif kembang melati yang belum mekar, tongkol daun pakis, belimbing, payung, atau bulan sabit.
Pada panapih tangga biasanya terdapat motif tali bapintal, dedaunan, buah mengkudu, dan sulur-suluran. Pada pagar tangga biasanya dipergunakan ukiran tali bapintal atau garis- garis geometris.
d.      Palatar
Ornamen pada jurai biasanya mengambil motif hiris gagatas, pucuk rabung, daun paku, atau sarang wanyi.
Pada batis tawing (kaki dinding) ornamen mengambil motif dedaunan, sulur-suluran atau buah mengkudu. Kandang rasi yang berfungsi sebagai pagar pengaman, pada lawang atasnya dihiasi dengan ragam sulur-suluran, sementara kisi-kisinya biasanya sama dengan motif kisi-kisi yang terdapat pada kandang rasi tangga, yaitu motif anak catur, geometris, bogam melati, gagalangan, dan pelbagai kreasi campuran bebarapa motif tersebut.
Kandang rasi yang sederhana dengan lis-lis reng yang sejajar, reng bersilang atau bersilang ganda yang dapat membentuk gambaran rencong gegatas.
e.       Lawang
Lawang atau pintu utama terdapat di ruang belakang palatar pada watun sambutan. Dua buah lawang kembar terletak pada samping kiri dan kanan tawlng halat. Ketiga buah lawang ini biasanya diberikan ornamen yang indah. Bagian-bagian lawang tersebut adalah:
1)      Dahi lawang dengan ukiran tali baplntal dalam bentuk lingkaran bundar telur. Komposisi bagiannya dilengkapi dengan motif sulur-suluran dan bunp- bungaan dengan kaligrafi Arab, antara lain dengan tulisan Laa llaaha illallah, Muhommadar rasulullah, Allah dan Muhammad.
2)      Jurai lawang berbentuk setengah lingkaran atau bulan sabit dengan kombinasi tali bapintal, sulur-suluran, bunga-bunga dan kaligrafi Arab. Tulisan dengan bentuk berganda depan komposisi arah kiri ke kanan dan arah kanan ke kiri.
3)      Daun lawang selalu menempatkan motif tali baplntal, baik pada pinggiran kusen pintu tersebut, maupun hiasan bagian dalam. Tali baplntal pada bagian dalam berbentuk bundar telur atau hlrls gagatas. Pada keempat sudut daun lawang tersebut banyak dipergunakan ornamen dengan motif pancar matahari dengan kombinasi dedaunan, di antaranya motif daun jaruju.
f.       Lalungkang
Lalungkang atau Jendela pada umumnya menempatkan ornamen sederhana, yang berada pada dahi lalungkang tersebut. Ukiran sederhana tersebut berupa tatah bakurawang dengan motif bulan penuh, bulan sahiris, bulan bintang, bintang sudut lima, daun jalukap atau daun jaruju. Kadang- kadang tatah bakurawang tersebut ditempatkan pada daun lalungkang bagian atas dan tidak diperlukan lagi pada dahi lalungkang.
g.      Watun
Watun sebagai sarana pinggir lantai terbuka, yang diberikan ornamen adalah pada panapihnya, yaitu dinding watun tersebut Ornamen tersebut biasanya untuk panapih watun sambutan, watun jajakan dan watun langkahan yang ada pada ruangan panampik kacil, panampik tangah dan panampik basar. Terdapat ukiran dengan motif tali bapintal, sulur-suluran, dedaunan, kambang teratai, kambang matahari, buah-buahan.
h.      Tataban
Tataban terletak pada sepanjang kaki dinding bagian dalam ruang penampik besar. Ukiran yang tardapat di situ adalah pada panapih tataban tarsebut. Pada umumnya sepanjang tatabon tartabut mampargunakan ornamen dangan motif tali bapintal pada posisi pinggirnya. Motif lain tardapat dadaunan dan salur-saluran dalam ujud yang kacil sapanjang jalur tataban tartabut.
i.        Tawing Halat
Tawing Halat sabagai dinding pambatas yang utama marupakan bagian yang penting bersama-sama dangan dua buah lawang kambar pada kiri kanannya. Ornamen tawing halat ini harus saimbang dangan ragam hias yang terdapat pada kedua lawang kambarnya.
Biasanya tidak parnah ketinggalan motif tali bapintal, buah dan daun-daunan dengan kombinasi kaligrafi Arab, seperti tulisan Laa ilaaha illallah, Muhammodar Rasulullah, Allah, Muhammad, Bismlllahlrrahmanlr rahim. Terdapat pula kaligrafi Arab dua kalimah Syahadat atau nama-nama para sahabat Nabi, Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali, serta ayat-ayat suci Al Quran.


j.        Sampukan Balok
Rumah adat banjar tidak mengenal adanya sarana Plafon, sehingga tanpak adanya pertemuan balok. Pada pertemuan dua atau tiga ujung balok tersebut diberikan ukiran dalam motif dedaunan dan garis-garis geometris.
k.      Gantung Lampu
Balok rentang yang ada di atas pada posisi tengah dipasang pangkal tali untuk gantungan lampu, disekelilingnya diberi ukiran bermotif dadaunan dan bunga berbentuk lingkaran.
2.      Ornamen Masjid
Ukiran-ukiran yang terdapat pada masjid umumnya pada pilis cucuran atap dengan motif-motif sarang wanyi, pucuk rabung dan gigi haruan.. Rumbai pilis bermotif dedaunan, sama dengan rumbai rumah adat bahari.
Pada pinggiran kiri kanan dinding mihrab dan dahi dindingnya terdapat ukiran dedaunan dan buah yang sudah distiril. Ukiran yang tidak pernah ketinggalan pada hampir semua ukiran masjid, adalah motif tali bapintal. Motif tali bapintal Ini melambangkan makna persatuan dan kekuatan sebagai pengejawantahan dari ayat Alquran.
Mimbar tempat khatib berkhotbah memiliki bangunan arsitektur yang tradisional. Bentuknya semacam rerumahan kecil yang dihabungkan dengan tangga tentang lima (ganjil). Sekeliling rerumahan mimbar tersebut dihiasi dengan ukiran dalam komposisi dedaunan dan banga-bungaan yang distiril, begitu pula pintu gerbangnya. Tiang pintu gerbang dan pagar tangganya selalu dalam bentuk tiga dimensi yang diukir bermotif tali bapintal. Pelataran mesjid mempunyai pagar kayu yang berukir geometris.[21]


E.     Seni Masakan dan Minuman
Makanan pokok orang Banjar adalah nasi, sahingga mereka belum mangatakan tudah makan aabalum makan nail. Kalaupun ada bahan makanan lain lapartl ubi, Jagung, dan aagu hanya dianggap sebagal makanan sela yaitu yang dliebut papuluran. Minuman umum hanyalah air dingin (banyu putih), ksdsngkadang teh hangat tanpa gula dengan sebutan teh lapas.
1.      Makanan Sehari-hari
            Hidangan terdiri atas nasi sebagai makanan pokok, dengan lauk yaitu ikan, daging dan burung-burungan serta macam-macam sayuran yang bisa dibuat gongon. Gongon adalah sayuran ditambah dengan bahan lain ataupun tidak dimasak dengan banyak kuah.
Hidangan untuk makan pagi sangat sederhana dan sedikit. Hidangan untuk makan siang lebih banyak dan lengkap. Hidangan makan malam cukup apa adanya sisa hidangan makan siang.
a.       Bahan
Bahan yang dimasak adalah semua bahan mentah yang terdapat di sekitarnya. Karena banyaknya sungai, maka bermacam jenis ikan adalah bahan utama. Seperti: kijang serta burung-
burungan, ayam, Kerbau dan sapi, ikan. Daging kerbau
yang jarang dimakan dagingnya adalah kerbau putih, karena kepercayaan masyarakat yang menyebutnya
pamali.
Bahan sayur umpama umbi-umbian, sulur, rebung, kangkung, tongkol/jantung pisang, jagung, kacang, tarung dan lain-lain.
b.      Cara Memasak
Cara memasak orang Banjar semula sangat sederhana yaitu sengan cara menjarang (merebus), membakar, memanggang, menyanga (menggoreng), menumis, memais, dan menuup.
Bumbu yang dipakai pun tidak banyak jenisnya, terutama uyah (garam), asam dan kadang-kadang sedikit gula. Untuk tambahan
rasanya menggunakan bawang, lombok dan beberapa macam bumbu basah.


c.       Papuluran atau Lalauk atau Suguhan pada Waktu Bekerja Gotong Royong dan sebagainya
Papuluran biasa dimasak dengan cara sederhana dan sedikit. Papuluran atau hidangan sela umpama ubi rebus dimakan dengan madu.
d.      Makanan yang Tidak Sederhana Membuatnya
      Bumbu masak habang atau bumbu rujak dari bahan daging, ayam, ikan atau telur Opor dari bahan daging, ayam atau terong Karih dan gulai dari bahan daging dan ayam, dari bahan usus dan isi perut kambing, Papakan dari perut, telur dan sedikit daging ikan.
e.       Makanan yang diawetkan
1)      Daging
Daging yang dikeringkan disebut dendeng. Daging itu diiris tebal di beri garam kemudian dijemur.
2)      Ikan
Ikan dikeringkan setelah diberi garam dinamakan iwak karing. Wadl ikan yang diberi garam ditambah gabuk dari padi atau beras yang digoreng dan ditumbuk, tidak dikeringkan atau dibiarkan basah disimpan dalam tempayan dari keramik atau tembikar.
Pakasam atau Samu; ikan yang diberi garam kemudian dicampur dengan beras tumbuk yang telah disangrai, untuk cepat menjadi asam biasanya dipercikkan sedikit air kelapa
f.       Sayuran dan buah
Buah yang dibuat manisan disebut alua, antara lain buah kundur, pepaya muda, rambutan, mangga, rambai, belimbing, dan lain-lain. Buah atau bunga yang diasinkan, diberi garam dengan sedikit air disebut juruk, buah kalangkala, bunga tigarun, buah-buahan yang rasanya asam. Jaruk atau asinan ini disediakan untuk pelengkap lauk pengganti sambal pedas.
Makanan yang dapat disimpan cukup lama, tetapi umumnya digolongkan sebagai wadai, contohnya adalah tapai lakatan, tapai gumbili, dodol, kripik, rimpi pisang, cingkaruk, dan lain sebagainya.
g.      Wadai Banjar
1)      Kue yang Dibuat dengan Cara Sederhana
Maksudnya dengan sederhana tidak terdiri dan bermacam bahan, rnudah mengerjakannya dan dapat dimasak dengan cepat. Umumnya dihidangkan untuk papuluran atau kakutilan (makanan ringan) contohnya kerupuk, gogodoh, dadar gulung dan lain-lain.
2)      Kue yang Dibuat dengan Cara Agak Lama
Kue yang semula cara memasaknya direbus atau digoreng, dibuat dengan cara membakar atau mempergunakan alat-alat. Contohnya roti pisang, bingka, apam peranggi, apam basil (surobi), dan lain-lain. Alat pembakaran ini masih sangat sederhana sebelum adanya alat pembakaran dari seng atau aluminium. Biarpun demikian, beberapa macam kue khas Banjar tetap dibakar memakai alat semula untuk tidak merobah bentuk, rupa dan rasa aslinya.
Bersentuhan dengan budaya asing, maka seni memasak orang Banjar jadi berkembang terutama dengan memakai/ mempergunakan bahan tepung gandum. Mulailah dikenal macam-macam adonan roti, kelamben dan taar.
3)      Kue Kering
            Ada beberapa macam kue kering atau wadal karing yang umumnya dibuat dengan cara menggoreng atau membakar, contoh kue karing yang digoreng; kuku macan, amplang, wadai jintan, gegati, rengginang, macam-macam kripik, sedangkan kue yang dibakar; ilat sapi, wadal rokok, roti dan sebegalnya.
4)      Kue Basah
Ada beberapa cara membuatnya yaitu dengan merebus; umumnya yang mudah dibuat dan dihidangkan sebagai kue sederhana, misalnya: kelepon, kekicak, kulit langsat, ongol-ongol, ular-ular, rendang sagu, bubur gunting, dan lain-lain.
Kue yang disanga (digoreng) contohnya adalah cucur, gegetas, pilus, onde- onde, untuk-untuk, dan yang ditanak seperti apam dan surabi. Menanak adalah semacam menumis pada sayuran, jadi hanya dengan sedikit minyak kemudian ditutup sampai masak. Orang Banjar mempunyai kebiasaan untuk menanak serabi dipakai belahan wajan (wajan yang pecah) karena hasilnya lebih bagus.
Membakar; sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya ada kue yang dibakar dengan sederhana yaitu dengan mempergunakan loyang kuningan dan tutup dari tembikar seperti kue bingka, peranggi, roti beras, roti pisang, sedangkan kue basah wadai babiji dibakar dalam pembakaran tertentu adalah kue lam, lapis, kue bolu.
Mengukus, macam-macam sesumapan sebagaimana telah dijelaskan lebih dahulu: putu mayang, laksa, petnh, berbagai kue yang dibungkus daun pisang seperti pais, gegauk, bebongko, pepudak, pundut pisang.
Selain dihidangkan dalam piring atau mangkok, ada cara menghidangkan kue tertentu yang khas untuk kue Banjar. Kue ini dihidangkan dalam tempat dari daun pisang atau pucuk daun kelapa. Daun pisang yang dibentuk semacam piring kecil dipakai untuk menyajikan kue kelepon atau kakicak yang ditata rapi sebanyak 5-7 biji. Tempat dari daun pucuk yang dibentuk segi tiga adalah untuk menyajikan kue ular-ularat aupun kulit langsat.
2.      Makanan untuk Upacara
a.       Bahan Pokok
Bahan pokok yang banyak dipakai adalah beras, ketan/ tepung ketan, gula, garam dan kelapa.
b.      Warna
Putih yang bermakna kesucian batin, merah yang bermakna kesungguhan lahir. Contohnya bubur habang, bubur putih, apam putih dan lainnya. Selanjutnya warna kuning yang bermakna keagungan, warna hijau yang bermakna kesuburan dan kasih sayang.
Semula ada 7 (tujuh) warna yang mempunyai makna dan tertentu dalam berbagai sajian upacara adat. Sesuai warna pelangi ditambah dengan warna hitam yang bermakna tujuh petala langit dan bumi menuju ke alam atas atau surga. Ini biasanya ada pada sesajian upacara adat manyanggar banua.
c.       Bentuk
Bentuk gegunungan untuk nasi hadap-hadap, bbentuk kerucut untuk nasi pucung, ketupat bermacam bentuk.
d.      Makanan untuk Upacara Adat
1)      Tapung Tawar
Bubur habang dan bubur putih, ketan putih dengan inti ketan kuning dengan telur rebus ditambah kue khas daerah sebanyak 5-7 macam, yaitu kue cucur, cincin, dngkaruk, wajik, ketupat, tapai serta buah pisang.
2)      Upacara Memenuhi Hajat dan Bersyukur
Upacara ini seperti mandi tian, perkawinan, mandi pengantin. Empat puluh satu sesajian yang disediakan. Dalam sajian makanan terdapat perbedaan karena: menurut golongan atau kedudukan dalam Masyarakat serta kebiasaan daerah, dan menurut tujuan tertentu, umpama untuk perkawinan, aruh wayang dan lainnya.
Sajian utama adalah kelapa muda, kopi pahit, kopi manis, air putih, air kinca (santan dan gula merah), pisang bunga setaman (5-7 macam), sesuap (sirih, kapur, gambir, pinang dan tembakau), rokok, beras kuning, tempat tapung tawar yaitu minyak likat beboreh, mayang bungkus dan mayang urai (merekah).
Kelengkapan sajian lainnya adalah ketan putih dengan inti, ketan kuning dengan telur rebus, bubur putih, bubur habang, parapah ayam atau opor ayam, apam putih, apam habang, kokoleh putih, kokoleh habang, cincin 2 warna, cucur 2 warna, serabi 3 wama, dodol, dodot anum, madu kasirat, wajik, wajikanum, cingkaruk, cingkaruk batu, tapai, lamang, ketupat 5 macam, gegatis 5 macam, tumpi angin 3 warna, bubur limbukut, lepat dari katan(walut putih), lupis dan sarikaya.
e.       Maantarkada atau Bakakadaan
Beberapa hari sebelum pengantin batatai diselenggarakan acara maantar kada. Macam kue yang diantar adalah:
1)      Dodol
2)      Madu kasirat
3)      Wajik
4)      Wajik anum
5)      Cingkaruk
6)      Kekoleh putih dan hijau
7)      Roti beras
Kue-kue diantar oleh keluara pengantin wanita ke keluarga pria. Keluarga pengantin pria dapat membalas antaran kada ini dengan beberapa macam bahan mentah untuk dimasak oleh pengantin wanita.
Kebiasaan yang umum adalah keluarga pengantin pria mengantar kada seiring waktu mengantar pengantin ba-tatai. Antaran ini terdiri dari masakan yang ditata Indah dan rapi, terdiri dari kepala kada yaitu manisan buah-buahan (alua buah) yang dirangkai dengan rapi.
Pengiring kada terdiri dari 6 macam masakan dan wadai yaitu masakan daging umpama gulai, masakan ayam-opor ayam, masakan ikan-ikan bakar, masakan udang-udang goreng, kue kering dan kue basah.
f.       Upacara Adat Pengantin Batatai
Salah satu kelengkapan pada upacara adat batatai (waktu bersanding) adalah hidangan nasi hadap-hadap. Nasi hadap-hadap dibuat dan beras ketan yang dimasak dengan santan. Ketan ini ditempa seperti gunung ditengahnya ditanamkan rangkaian bunga yang berbentuk seperti buah nanas disebut kembang kanas.
Dihias dengan telur dadar yang diiris pudak, mayang pinang yang sudah tampak bakal buah, dimeriahkan dengan kembang sarai warna warna. Ada pula yang menyempurnakannya dengan kepala ayam laki/bini. Selain nasi hadap-hadap untuk upacara adat pengantin batatai ada juga nasi hadap-hadap untuk keperluan upacara adat batamat yaitu khatam Alquran.
Beras ketan yang telah dimasak dengan santan, ditempa dalam ceper dibentuk seperti gegunungan, maksudnya agak merata. Dihias dengan tidur rebus yang kulitnya diberi warna merah, kuning dan hijau. Telur ditata di atas ketan ditegakkan dengan menusukkan kembang sarai dari kertas berwarna. Diselesaikan dengan hiasan telur dadar yang dipotong iris pudak.
g.      Nasi Pedapatan
Untuk mempererat silaturahmi antara dua keluarga yang dihubungkan karena ikatan perkawinan, maka sesudah upacara adat ba-tatai dihidangkan nasi Padapatan. Kedua orang tua mempelai, kedua mempelai, sanak saudara, ahli bait serta kerabat kedua mempelai makan bersama. Hidangan nasi padapatan disiapkan selengkapnya dan serapi mungkin.
h.      Nasi Astakona
Upacara makan bertama sebagaimana tujuan hidangan nasi padapatan bagi keluarga bangsawan ataupun keluarga yang terpandang, adalah nasi astakona.
Nasi astakona dapat pula dihidangkan pada jamuan orang yang dihormati. Nasi Attakona adalah hidangan makan langkap dengan bermacam lauk pauk, buah-buahan sarta makanan penutup, disajikan dalam talam ostakona ( talam bundar berkaki tunggal dibuat dari kekuningan dengan ukuran bertingkat)
i.        Beberapa Upacara Adat yang Berhubungan dengan Kematian
Hari pertama mengabumikan disebut turun tanah menggunakan kue sarabi dan makanan nasi sesudah sampai dirumah. Hari ketiga menggunakan nasi. Hari ketujuh apam batil. Hari kedua puluh lima menghidangkan wajik anum dan nasi. Hari keempat puluh dan seratus hari( menyaratus) menggunkan lauk yang lebih banyak.
j.        Macam-macam Upacara Adat yang tidak Ditentukan Hidangannya
Bamandi-mandi, bapalas bidan, batasmiah, baakikah, basunat, baayun ataupun saat mendirikan rumah dan pindah rumah.
3.      Minuman
Minuman sehari-hari semula hanyalah air dingin biasa disebut banyu putih. Disamping Itu untuk minuman hangat dikenal banyu sapang dan banyu halaban
Air kelapa, bayu limau, bayu jahe pembuatannya secara alami. Minuman air teh dan kopi baru dikenal kemudian dan ini termasuk minuman penyegar dari alam langsung. Adapun pembuatan minuman seperti ronde, cendol, es buah ini termasuk minuman peyegar yang dibuat oleh manusia sendiri.
Adapun minuman yang diberikan kepada orang sakit yaitu jajarangan yang bermacam ragi dan bumbu yang dibuat. Seperti banyu kinco yang dibuat dari santan gula merah yang khasiatnya untuk memulihkan tenaga.[22]

F.     Busana Adat Tradisional Banjar
  1. Masyarakat Pemakai Busana
Busana adat berkaitan dengan tingkatan dalam masyarakat, terutama golongan, kedudukan dan usia, dan juga untuk keperluan apa serta bilamana harus dipakai.
a.       Golongan dalam Masyarakat
1)      Keluarga bangsawan
2)      Keluarga hartawan dan pejabat
3)      Masyarakat umum.
b.      Sesuai Usia
1)      Anak dan Remaja
2)      Orang dewasa
3)      Orang tua
c.       Sesuai Keperluan
1)      Pakaian sehari-hari
2)      Pakaian bepergian
3)      Pakaian upacara
Selain busana adat sesuai ketentuan di atas, perlu diketahui mengenai busana penuntun, busana kesenian dan busana adat pengantin. Karena tata busana penampilan terutama pakaian mencerminkan tingkat budaya bangsa serta kepribadian seseorang, maka segala sesuatu mengenai tata busana adat dan segala kelengkapannya yaitu tata rias, ornamen, warna dengan makna serta arti perlambang perlu diketahui untuk dapat dipelihara. Dengan perubahan zaman, terjadilah perkembangan kebudayaan, perubahan karena segala macam pengaruh yang sulit dielakkan. Akan tetapi, dengan memahami nilai, makna dan arti perlambang dari sesuatu kita harus dapat memelihara jati diri sendiri. Tujuan berpakaian sesuai kaidah agama dan kesehatan, ciri-ciri khas daerah harus tetap ada sehingga dapat memberi nilai tambah dalam pengertian perkembangan budaya kita.
Setelah dihapuskannya kerajaan Banjar oleh pemerintah Kolonial Belanda tahun 1860, maka ketentuan sesuai golongan dalam masyarakat mengenai tata cara berpakaian tidak ditentukan lagi. Perbedaan disebabkan hanya karena kemampuan keuangan dan selera seseorang. Karena itu ketentuan sesuai golongan dalam masyarakat akan dijelaskan kemudian.
  1. Macam-Macam Busana Adat Banjar
Macam-macam busana adat untuk Banjar sebagai berikut:
a.       Perempuan
Busana adat perempuan Banjar yaitu baju poko, baju layang, baju kurung, baju kebaya dan baju getang.
b.      Laki-laki
Busana adat laki-laki Banjar yaitu baju poko, baju taluk belanga, baju palimbangan, jas tutup, jas buka dan baju miskat.

  1. Pakaian Sehari-hari
a.       Pakaian Sehari-hari untuk Remaja Putri
Baju kurung ba-sisit atau kebaya biasa dengan panjang lengan baju     di atas pergelangan tangan. Tapih kurung batik atau tenun. Rambut dibuat galung malang babuntut. Perhiasan hanya anting-anting atau bonel panjang. Bahan baju dari kain popelin atau cita sederhana.
b.      Pakaian Sehari-hari untuk Perempuan Dewasa atau Ibu
Baju kurung, kebaya biasa atau kebaya ba-sawiwi Tapih kurung batik atau tenun. Rambut digalung malang kalua keluar rumah / turun rumah memakai serudung dari kain paris. Perhiasan bonel tetes dan kalung rantai. Bahan baju dari popelin atau cita.
c.       Pakaian Sehari-hari untuk Orang Tua (Lanjut Usia)
Kebaya dengan ujung baju yang agak runcing atau kebaya ba-sawiwi. Perempuan bangsawan selain kebaya juga memakai baju poko berlengan panjang, tapih kurung batik lasam, rambut digulung pucung yaitu rambut dililitkan erat-erat hingga meninggi ke atas. Perhiasan memakai giwang, kalung rantai dan bagi perempuan bangsawan memakai gelang marjan (batu berwarna merah).
d.      Pakaian untuk Remaja Putra
Baju taluk balanga dari bahan kain kaci, popelen ataupun belacu warna muda. Celana panjang memakai aluh-aluh dari bahan yang sama ataupun dari bahan yang lebih tebal dan warna yang lebih tua. Kopiah beledru hitam atau kopiah Padang.
e.       Pakaian untuk Lelaki Dewasa
Pasangan baju taluk belanga sama dengan untuk remaja, hanya biasanya putih atau warna yang agak gelap. Kopiah beledru hitam atau kopiah jangang. Kopiah jangang dibuat dari bahan jangang (semacam tumbuhan) dan dianyam dengan cara tertentu, karena jangang sangat sulit dikerjakan ada yang menganyamnya dari bahan rotan yang dicelup menyerupai warna jangang yaitu coklat kehitam-hitaman.



f.       Pakaian untuk Orang Tua (Lanjut Usia)
Baju taluk belanga atau baju palimbangan tapi agak pendek, celana bauluh-uluh atau tapih keeling. Dibuat dari bahan yang cukup tebal umumnya warna putih atau putih kecoklatan (cream) dan abu-abu.
Kopiah beledru atau kopiah jangang, bagi mereka yang sudah melakukan ibadah haji memakai kopiah haji. Kopiah haji dibuat dari kain warna putih yang dikeraskan ataupun dibuat dengan cara merajut.
  1. Pakaian Kerja
Pakaian kerja atau orang Banjar menyebutnya pakaian tilasan bagawi. Sebagian besar penduduk adalah petani yang bekerja sawah atau ladang,   di samping bercocok tanam untuk bahan makanan lainya.
  1. Pakaian Bepergian
Pakaian bepergian adalah saat kita keluar rumah untuk suatu kunjungan dimana kita harus berpakaian sesuai keperluan dan adat.
a.       Pakaian Bepergian untuk Wanita
1)      Pakaian Bepergian untuk Remaja Putri
a)      Baju kurung basisit. Kebaya basamirlu atau dengan renda kecil sekeliling kebaya-basamirlu adalah renda tengah yang dijahit 2-4 cm dari pinggiran baju. Bahan kain lebih bagus tetapi warnanya tetap warna muda.
b)      Tapih kurung pekalongan atau tapih tenun pegatan. Rambut digalung malang ba-buntut dihias kembang goyang berumpun atau tusuk galuh, kadang-kadang dihias bogam beronce dari bunga mawar dan melati.
c)      Tutup kepala adalah serudung lebar dari kain yang agak tipis umpama kain ciffon atau panas, pinggirnya diberi hiasan atau renda.
d)     Perhiasan adalah anting-anting, kalung rantai dengan madalion, samban atau tabu-tabu, gelang keroncongan dan gelang kaki. Alas kaki, adalah sandal atau selop tutup.
2)      Pakaian Bepergian untuk Perempuan Dewasa atau yang Sudah Menikah
a)      Baju, berupa kebaya berenda atau kebaya basulam.
b)      Tapih kurung batik, tapih tenun, tapih telap atau tapih ba-sulam paduan kebaya pendek adalah kain panjang/bahalai.
c)      Rambut digalung/disanggul sesuai baju yang dipakai yaitu untuk kebaya-konde. Kebaya panjang dan baju kurung, galung malang, kebaya rangkap-galung rangkap.
d)     Membuat hiasan bermacam galung (galung konde, galung malang, galung rangkap)
e)      Tutup kepala, serudung atau selendang dibuat dari bahan kain yang tipis dihias renda atau disulam.
f)       Perhiasan, Bonel atau giwang, kalung dengan medallion, gelang, cincin, cucuk baju yaitu peniti emas untuk baju kebaya.
g)      Alas kaki selop atau sandal tali silang.
3)      Pakaian Bepergian untuk Orang Tua
a)      Baju, baju kebaya ba-sawiwi dari kain cita berbunga kecil-kecil atau kain polos berenda.
b)      Tapih, tapih tenun, batik Lasem atau batik Cina.
c)      Rambut, digalung pucung.
d)     Tutup kepala, serudung bakurung yaitu serudung yang dijahit seperti tapih.
e)      Perhiasan, gelang emas bentuk ular atau bentuk belah rotan, gelang marjan yang kadang-kadang dihias emas.
f)       Alas kaki, dipakai sandal tali silang atau sandal tali satu (sandal kalipik).
b.      Pakaian Bepergian untuk Lelaki
1)      Pakaian Bepergian untuk Remaja Putra
Baju taluk belanga, baju palimbangan dan baju sekoncang dari bahan yang lebih bagus dari bahan baju untuk sehari-hari.


2)      Pakaian Bepergian untuk Lelaki Dewasa
Baju taluk belanga atau baju palimbangan dari bahan yang lebih bagus dari pakaian sehari-hari.
3)      Pakaian Bepergian untuk Orang Tua
Baju, baju taluk belanga atau baju palimbangan.
  1. Pakaian Bepergian Menghadiri Acara Tertentu (Secara Khusus)
a.       Menghadiri upacara perkawinan biasa disebut melawat pengantinan ataupun saruan.
b.      Melayat orang meninggal
c.       Pakaian ke langgar dan ke mesjid
d.      Menghadiri ceramah agama bamulutan dan bamikratan
e.       Menghadiri upacara adat
  1. Pakaian untuk Upacara Adat
a.       Upacara batamat/khatam Al Quran
b.      Pakaian untuk upacara pernikahan
c.       Pakaian untuk agama dan ulama
d.      Imam dan khatib
e.       Penghulu
f.       Ulama
  1. Kain Pamintan
a.       Kain Sasirangan
Kain sasirangan salah satu kerajinan khas Banjar yang sudah dikenal sejak abad ke-16, hampir sama dengan kain tritik atau celupan dari Pulau Jawa.
b.      Kain Tenun Sarigading
Tenun sarigading hampir tak dikenal lagi, sedangkan pengrajinnya hanya tinggal beberapa orang. Pengertiannya karena adanya kepercayaan dan penggunaan yang sama.
  1. Perkembangan Seni Pakaian
Ada beberapa hal yang mempengaruhi perkembangan seni pakaian orang Banjar, yaitu :


a.       Berakhirnya Kerajaan Banjar/hapusnyakesultanan dan keratin.
b.      Berkembangnya agama Islam.
c.       Pengaruh dengan bangsa lain, terutama budaya Barat.[23]

G.    Permainan Rakyat
Sama dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia, daerah Kalimantan Selatan memiliki berbagai ragam jenis kebudayaan, khususnya kebudayaan yang bersifat tradisional yang diwariskan secara turun-temurun. Salah satu     di antaranya adalah permainan rakyat tradisional, merupakan permainan rakyat dari satu generasi yang terdahulu, kemudian diwariskan kepada generasi yang selanjutnya.
Permainan tradisional tersebut ada yang khusus dilakukan oleh anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan, tetapi juga berlanjut dapat atau dilakukan pula oleh mereka yang telah remaja dan bahkan mereka yang sudah dewasa.
Adapun jenis-jenis permainan tradisional masyarakat Banjar, yaitu :
      1.      Ba-A-Anakan
Permainan ini adalah permainan anak-anak perempuan dalam usia sekolah Taman Kanak-kanak atau Sekolah Dasar. Anak-anakan dapat dibikin sendiri atau dengan bantuan orang tua atau orang lain. Dibikin dari perca-perca kain, diikat atau dijahit yang sebelumnya dipotong-potong. Hasilnya berbentuk seperti manusia kecil atau anak-anakan.
Permainan ba-a-anakan ini mengandung nilai-nilai yang positif dalam pendidikan, yaitu nilai gotong royong, tolong-menolong, persahabatan dan mengembangkan daya khayal yang bersifat kreatif. Juga dapat memberikan latihan keterampilan, kerapian, dan kebersihan.
        2.      Babanga
Suatu permainan yang biasanya dilakukan oleh anak-anak laki-laki usia Sekolah Dasar pada siang hari dengan mengambil tempat di halaman rumah, di atas tanah yang kering dan datar meskipun tidak perlu luas.
Alat permainan babanga terdiri dari beberapa bigi buah karet yang banyak terdapat di dalam kebun karet. Mereka yang jauh dari kebun karet biasanya mempergunakan buah keminting, selanjutnya dibuat sebuah lingkaran sebesar piring di tanah untuk tempat pasangan babanga. Pemain babanga mempergunakan “undas” yaitu sebigi buah karet atau keminting yang dipilih lebih besar atau lebih berat.
Permainan babanga memiliki nilai pendidikan yang positif, karena dapat melatih keterampilan jasmani dan melatih berpikir serta mempererat persahabatan.
       3.      Babubutaan
Permainan ini dilakukan oleh anak laki-laki dan anak-anak perempuan usia Sekolah Dasar.
Permainan babubutaan mempergunakan alat permainan yang sederhana yaitu cukup dengan selembar sapu tangan. Kemudian membuat batas lingkaran di tanah sebesar garis tengah sekitar 2,5 meter, sebagai lapangan bermain.
Permainan babubutaan mengandung nilai-nilai pendidikan, kerja sama, memupuk sikap kebersamaan, melatih daya ingatan, kejujuran, sportif, dan mempererat persahabatan.
           4.      Bacirak
Permainan ini dimainkan oleh anak-anak laki-laki usia Sekolah Dasar dengan mengambil tempat di halaman rumah, suatu lapangan tanah kering yang tidak terlalu luas.
Permainan bacirak mempergunakan alat beberapa recehan galang gatah (gelang karet) dan sebigi undas dari batu yang bergaris tengah sekitar 5 cm atau sepotong papan dengan ukuran sekitar 5x5 cm.
Permainan bacirak mengandung nilai pendidikan yang positif karena       di dalamnya dapat membina keterampilan, kejujuran, kerja sama dan mempererat persahabatan.
             5.      Bacukcuk Bimbi
Permainan ini biasanya dilakukan oleh paling sedikit oleh 3 orang anak usia Sekolah Dasar atau gadis remaja. Kadang-kadang juga dimainkan oleh anak-anak laki dengan mengambil tempat di palatar rumah pada waktu siang hari, bahkan kadang-kadang juga bisa pada malam hari.
Semua yang main meletakkan kedua belah tangannya secara terbuka di atas belakang yang jadi wadi sambil bersama-sama membaca pantun yang berbunyi :
Cukcuk bimbi Bimbiku daun sarunai Tacucuk takulibi Muhanya kaya panai, Sagincil liu-liu, Sagincil liu-liu, Sagincil liu-liu, Sagincil liu-liu.
Permainan bacukcuk bimbi ini mengandung nilai pendidikan yang positif, karena di dalamnya terdapat kerja sama, mengandung hiburan yang sportif dan mengeratkan persahabatan.
           6.      Badadamaran
Permainan ini biasanya dilakukan oleh anak-anak usia Sekolah Dasar baik laki-laki maupun perempuan. Damar adalah getah pohon hutan yang mudah dibakar berwarna agak kekuning-kuningan. Permainan Ini biasanya pada bulan puasa Ramadan yang dimulai pada malam salikur, yaitu tanggal 21 Ramadan hingga malam Hari Raya Idul Fitri. Secara fisik permainan tradisi ini hampir punah.
Pada zaman sekarang ini tradisi badadamaran itu diganti dengan pemasangan lampu seri berwarna-warni di ujung atap rumah bagian depan, dengan mempergunakan jasa listrik.
Tradisi badadamaran mengandung nilai-nilai positif dalam pendidikan kebersamaan, gotong royong, hiburan dan mempererat persahabatan.
            7.      Badaku
Permainan badaku umumnya dilakukan oleh anak-anak perempuan, remaja dan bahkan sampai orang dewasa. Juga kadang-kadang dimainkan juga oleh anak-anak laki-laki, remaja, atau campuran anak-anak laki-laki dengan anak perempuan.
Permainan badaku ini dilakukan di palatar rumah sambil duduk atau kadang-kadang juga di halaman rumah, duduk di tanah dengan beralaskan tikar purun.
Alat permainan badaku yang disebut padakuan atau dakuan, dibuat dari sepotong kayu dengan ukuran panjang lebih kurang 60 cm, lebar 15 cm, dan tinggi 5 cm. Pada permukaannya diberi 2 buah lubang sejajar dalam baris lima, tujuh, atau sembilan. Pada ujung sebelah menyebelahnya di kiri dan kanan diberi lubang yang lebih besar yang disebut rumah. Apabila padakuan itu lubang-lubangnya yang sejajar lebih banyak, tujuh atau sembilan, tentu padakuan itu lebih panjang lagi.
Perlengkapan lainnya adalah anak daku yang terdiri dari batu kerikil bulat sebesar 1x1 cm3. Anak daku yang paling baik adalah kulit sihi dan kadang- kadang juga dipakai bigi buah sawo.
Permainan badaku ini mengandung nilai yang positif dalam pendidikan, karena dapat melatih keterampilan, memupuk kejujuran, setia kawan dan mempererat persahabatan.
            8.      Bagasing
Permainan ini mengandung aspek olahraga karena melatih ketangkasan memutar dan melemparkan gasing. Dimainkan oleh anak-anak laki-laki, remaja, dan bahkan orang dewasa. Permainan ini memerlukan sedikit lapangan terbuka. Oleh sebab itu, dimainkan di luar rumah, di lapangan tanah kering yang keras.
Permainan gasing ini mengandung nilai pendidikan yang positif karena dapat melatih keterampilan, ketangkasan olahraga, kejujuran dalam bermain, setia kawan dan persahabatan.
            9.      Bagual
Permainan ini dilakukan oleh anak-anak laki-laki usia Sekolah Dasar dengan mengambil tempat di darat atau di air sungai yang berarus. Permainan sederhana ini dilakukan mereka pada waktu siang hari.
Permainan bagual Ini paling sedikit harus diikuti oleh 2 orang anak laki- laki, masing-masing miliki gualan yang sama. Apabila bagual di darat, mereka mempergunakan tali serat batang pisang yang masing-masing mengadu atau mengandalkan kekuatan tali serat batang pisang tersebut dengan cara melilitkan, melemparkan ke atas, melemparkan ke kanan dan ke kiri atau mengempaskan ke tanah. Dari cara-cara permainan tersebut salah satu lawannya akan kalah dengan putusnya tali serat batang pisang tersebut. Bagi yang kalah akan mengganti lagi tali-tali serat batang pisangnya yang baru.
Permainan bagual ini mengandung nilai pendidikan kerja sama, memupuk sikap sportif dan kejujuran, memiliki aspek olahraga dan setia kawan serta mempererat persahabatan.
            10.  Bagugulungan
Permainan begugulungan ini dilakukan oleh anak-anak laki-laki usia Sekolah Dasar dengan mengambil tempat di halaman rumah pada siang hari. Permainan bagugulungan diikuti oleh anak-anak laki-laki dari 2 sampai 5 orang secara beramai-ramai.
Dari 2 sampai 5 orang anak-anak laki-laki pemain tersebut mereka bermain dengan gembira secara beriring-irngan mendorong gugulungannya masing-masing dari halaman rumah yang satu ke halaman rumah yang lain secara berkeliling. Perjalanan mereka secara bersama-sama dengan berkeliling tersebut sampai 40 hingga 50 m dan kembali lagi ke tempat semula. Permainan bagugulungan ini mereka lakukan dengan riang gembira hingga berjam-jam lamanya sampai mereka merasa puas dan lelah.
Permainan bagugulungan ini mengandung nilai pendidikan yang menggambarkan, kerja sama, tolong-menolong, bersifat hiburan, dan mengeratkan persahabatan.
             11.  Baguguntingan
Permainan ini khusus dilakukan oleh anak-anak laki-laki usia Sekolah Dasar. Baguguntingan suatu permainan potong rambut yang dilakukan pada siang hari dengan mengambil tempat di luar rumah, atau lingkungan rumah, yang diikuti oleh paling sedikit 2 orang anak laki-laki.
Permainan baguguntingan ini mengandung nilai pendidikan yang positif, karena memupuk sikap kerja sama, sikap toleransi dan mempererat persahabatan. Yang paling menarik adalah mengembangkan daya khayal, yaitu berperan sebagai seorang yang sedang dicukur rambutnya dengan patuh dan peran sebagai seorang tukang gunting yang ahli dengan pekerjaannya.
            12.  Bahagaan / bahasinan
Permainan ini paling sedikit diikuti oleh tiga orang anak laki-laki atau oleh anak perempuan, namun jarang bermain campuran antara kedua jenis tersebut. Tempat bermain biasanya di lapangan terbuka di luar rumah yang terbuka di luar rumah yang memerlukan sedikit lapangan tanah yang kering.
Bahagaan atau bahasinan tidak memerlukan alat permainan. Secara sederhana hanya dangan cara membuat garis di tanah sebagai pembatas tempat bermain. Terlebih dahulu mereka menentukan siapa satu orang yang akan “jaga” yaitu yang kalah dalam “umpimpah”.
Jika pemain tiga orang, hasilnya 1 orang yang akan jaga dan 2 orang yang bermain, yang kalah berkewajiban jaga yang berada di tengah garis.
Permainan bahagaan mengandung nilai positif dalam pendidikan, yaitu melatih keterampilan, olahraga, kejujuran, setia kawan, dan mengeratkan persahabatan.
  1. Ba-i-intingan
Permainan ini adalah permainan anak-anak laki-laki atau perempuan usia Sekolah Dasar. Permainan ba-i-intingan ini bisa juga dilakukan oleh campuran kedua jenis anak-anak tersebut yang dilaksanakan dengan mengambil tempat di halaman rumah dalam areal yang tidak begitu luas, asalkan tanahnya kering.
Permainan ba-i-intingan int hanya mempergunakan 5 biji batu kerikil sebesar ibu jari untuk masing-masing pemain yang biasa diikuti oleh 2 atau 5 orang anak.
Permainan ba-i-intingan mengandung nilai pendidikan dan olahraga, terdapatnya hiburan yang menggembirakan, dapat menjadi tontonan sederhana dan mengeratkan persaudaraan.
  1. Bacacangkirikan
Permainan ini berfungsi sebagai hiburan bagi anak-anak laki-laki usia Sekolah Dasar, secara berkawan-kawan memperlihatkan cangkiriknya masing-masing.
Permainan bacacangkirikan sangat sederhana, yaitu dengan cara mengulur-ulur dan menarik-narik benang yang melilit pada bilah poros. Dengan cara begitu maka baling-baling di atasnya akan berputar-putar bolak-balik, sesuai dengan tarikan dan uluran benang yang melilit bilah poros di dalam bigi karet tersebut.
Permainan bacacangkirikan mengandung nilai pendidikan yang positif, karena dapat melatih keterampilan kerajinan bekerja sendiri, mengandung hiburan, dan mempererat persahabatan.
  1. Bajajaratan
Permainan ini dilakukan oleh anak-anak perempuan usia Sekolah Dasar dan kadang-kadang juga dimainkan oleh anak laki-laki. Permainan bajajaratan dilakukan di halaman rumah yang sedikit berpasir.
Permainan bajajaratan yang diikuti oleh 2 atau 3 orang anak, masing- masing menyediakan sepotong benang sepanjang 50 cm dan sebilah lidi sepanjang 15 cm.
Masing-masing anak membuat jaratan (sisit) ditempat yang berbeda dan masing-masing pemain tidak boleh melihat kepunyaan temannya. Jaratan Itu bergaris tengah sekitar 5 cm dibenamkan di dalam tanah atau ditutupi dengan pasir hingga ujang benangnya bersisa kira-kira 3 cm. n.
Permainan bajajaratan Ini, pemain yang dinyatakan pemenang adalah yang berhasil bilah lidinya kena jerat. Hal itu berarti dia memiliki kecerdasan dalam memperkirakan di tampat mana Jaratan Itu di tanam di dalam tanah atau ditimbun pasir.
Permainan bajajaratan mengandung nilai pendidikan keterampilan, meningkatkan daya pikir dan kecerdasan serta mempererat persahabatan.
  1. Bajujukungan
Di samping istilah bajujukungan ada pula yang menyebutkan balalantingan yang diambil dari kata lanting atau rakit. Bajujukungan dilakukan oleh satu atau dua atau beberapa orang anak usia Sekolah Dasar atau remaja. Mereka bermain Jukung-jukungan tersebut pada waktu siang hari.
Permainan bajujukungan ini mengandung nilai pendidikan yang positif, yaitu adanya kerja sama, gotong royong, keterampilan dan setia kawan.
  1. Bajujunggatan
Permainan bajujunggatan ini dilakukan oleh anak-anak laki-laki dan juga oleh anak-anak perempuan usia Sekolah Dasar.
Mereka bajujunggatan dengan mengambil tempat di sekitar rumah atau dalam kebun pada waktu siang hari.
Permainan bajujunggatan ini dimainkan oleh 2 orang anak atau 4 orang anak, yang masing-masing duduk pada kedua ujung batang pohon kayu atau papan yang kuat.
Suatu hal yang menarik dari permainan bajujunggatan ini adalah mereka membacakan pantun dua seuntai sebanyak tiga bait sambil bermain tersebut, yaitu yang berbunyi sebagai berikut:
Junggat batang mancigu.
Baju habang adingku.
Junggat batang mancigu.
Baju habang umaku.
Junggat batang mancigu.
Baju habang niniku.
Sambil bermain mereka mengingat dan memuji adiknya, ibunya dan nenek mereka. Itulah suatu permainan secara fisik yang mengandung aspek hiburan.
Permainan bajujunggatan mengandung nilai pendidikan yang positif karena dapat membina sikap kerja sama, mengandung hiburan dan mempererat persahabatan.
  1. Bakakapalan
Permainan bakakapalan ini dilakukan oleh anak-anak laki-laki usia Sekolah Dasar dengan mengambil tempat di halaman rumah atau di taman sekitar rumah pada siang hari.
Alat permainan yang dipergunakan untak bakakapalan ini sangat sederhana, yaitu satu atau dua lembar kertas ukuran folio yang dibuat menjadi sebuah kapal air dan kapal udara.
Permainan bakakapalan mengandung nilai pendidikan yang positif, terutama melatih keterampilan dan kecerdasan berpikir, memanfaatkan sisa-sisa kertas menjadi berguna, aspek kerja sama dan mempererat persahabatan dalam bermain bersama.
  1. Bakalikir
Permainan ini biasanya dilakukan oleh anak-anak laki-laki usia Sekolah Dasar. Tempat bermain di tanah kering yang sedikit memerlukan lapangan, dilakukan oleh anak laki-laki paling sedikit sebanyak 2 orang, 3 sampai 4 orang dalam satu permainan.
Permainan bakalikir mempergunakan alat yang disebut kalikir (kelereng) yang banyak dijual orang di toko kelontongan. Bisa juga dibikin sendiri dari tanah liat yang digiling secara sempurna kemudian dibakar seperti keramik.
Permainan bakalikir mengandung nilai pendidikan yang positif, karena dapat membina keterampilan, memupuk kejujuran dan mempererat persahabatan.
  1. Bakarat
Permainan ini khusus dilakukan oleh anak-anak laki-laki dalam usia Sekolah Dasar. Tempat bermain biasanya di halaman rumah karena memerlukan tanah lapang, meskipun tidak terlalu luas.
Peralatan permainan bakarat ini sangat sederhana, ialah setiap orang harus memiliki sebigi batu yang pipih dengan garis tengah sekitar 6 cm yang disebut “undas”.
Permainan bakarat mengandung nilai pendidikan dan olah raga, seperti melatih keterampilan, memupuk kejujuran, kerja sama, dan mempererat persahabatan.
  1. Bakalayangan
Permainan ini dikenal dengan nama bakalayangan, yaitu permainan layang-layang yang dilakukan oleh anak laki-laki usia Sekolah Dasar, para remaja hingga orang yang sudah dewasa.
Bakalayangan dilakukan pada waktu sore hari dengan mengambil tempat di tanah lapang atau di sawah yang sudah selesai dipanen.
Permainan bakaiayangan mengandung nilai pendidikan yang positif, dapat meningkatkan keterampilan kerja sama, olahraga, dapat membaca dan mengerti cuaca dan mempererat persahabatan.
  1. Bakakatikan (Balastikan).
Permainan ini khusus dilakukan oleh anak laki-laki usia Sekolah Dasar yang terdiri dari 2 atau 3 orang anak dengan mengambil tempat di kebun atau tepi hutan sekitar rumah pada siang hari.
Permainan bakakatikan mempergunakan alat yang disebut dengan kakatikan atau lastik. Kakatikan atau lastik dibikin dari bahan-bahan ban dalam bekas mobil atau sepeda, sepotong kulit bekas sepatu dan sepotong kayu, yaitu ranting kayu yang bercabang dua. Dalam bahasa Indonesia disebut ketapel.
Permainan bakakatikan ini, mengandung nilai yang positif, karena terciptanya kebersamaan, tolong-menolong dan mempererat persahabatan.
  1. Bakujur (Bacit)
Permainan ini dilakukan oleh anak-anak laki-laki maupun perempuan usia Sekolah Dasar, juga oleh para remaja dan bahkan oleh orang yang telah dewasa.
Permainan bakujur mengandung nilai pendidikan yang positif, terutama melatih keterampilan untuk berpikir kreatif, kerja sama, dan saling mempererat persahabatan.
  1. Balogo
Permainan balogo dilakukan oleh anak-anak laki usia Sekolah Dasar dan juga oleh anak-anak remaja. Tidak atau jarang sekali dilakukan oleh anak-anak perempuan. Permainan ini biasanya dilakukan di halaman rumah, di atas tanah keras yang datar yang memanjang, meskipun tidak terlalu luas.
Permainan balogo diikuti oleh paling sedikit 2 orang yang berlawanan, tetapi bisa juga oleh 4 orang yang berpasangan 2 -2 orang. Setiap orang harus memiliki logo dengan panapaknya masing-masing.
Permainan balogo mengandung nilai pendidikan dan olahraga yaitu meningkatkan keterampilan, dapat memupuk sifat kejujuran, kerja sama dan mempererat persahabatan.
  1. Bapidak
Permainan ini dilakukan oleh anak-anak laki-laki usia Sekolah Dasar, tetapi bisa juga dilakukan oleh anak-anak yang lebih dewasa.
Permainan bapidak mempergunakan alat bigi karet yang banyak terdapat di kebun karet. Bigi-bigi karet atau bigi gatah para itu sudah didapatkan yang tersebar jatuh di tanah dalam kebun karet. Bigi-bigi karet tersebut oleh anak- anak disebut mereka bigi pidak.
Bigi pidak yang diandalkannya itu ditawarkannya untuk diadu kekuatannya. Tawaran itu diterima oleh temannya yang lain, yang juga memiliki bigi pidak andalannya.
Permainan bapidak mengandung nilai pendidikan yang positif karena terdapat adanya kerja sama, melatih sikap yang sportif dan mempererat peraahabatan.
  1. Basamsaman (Balalasaman)
Permainan ini biasa dilakukan oleh anak-anak perempuan usia Sekolah Dasar. Kadang-kadang juga anak-anak laki-laki turut pula main basamsaman ini. Mereka bermain di halaman rumah, di tanah kering yang rata.
Permainan basamsaman mempergunakan lapangan sederhana di tanah dengan cara membuat garis-garis segi empat berbentuk huruf T besar dan di atasnya dihubungkan dengan lingkaran yang disebut gugunungan. Pemain yang biasanya terdiri dari 2 orang memiliki sebiji batu berbentuk pipih dengan garis tengah sekitar 5 cm yang disebut "undas". Undas ini boleh pula dipergunakan dari potongan, papan berukuran 5x5 cm.
Sebelum bemain kedua orang anak tersebut terlebih dulu harus "basiun" untuk menentukan siapa di antaranya yang "naik" atau bermain terebih dahulu.
Permainan basamsaman mengandung nilai pendidikan yang positif, karena terbinanya kerja sama, memupuk kejujuran, aspek olah raga, nilai sportivitas, dan mempererat persahabatan.
  1. Basimban
Permainan ini khusus dilakukan oleh anak-anak perempuan usia Sekolah Dasar dan juga oleh gadis remaja. Basimban biasanya dilakukan oleh        2 orang anak perempuan atau lebih, dengan mengambil tempat di palatar rumah pada waktu sore hari.
Permainan basimban mempergunakan alat sebigi bola tenis bekas dan 10 biji anak simbanan dari kulit sihi atau kulit katuyung. Arena bermain dipergunakan lantai rumah.
Permainan basimban mengandung nilai-nilai pendidikan yang positif, yaitu melatih keterampilan, kesetiakawanan dan mempererat persahabatan.
  1. Basusumpitan
Permainan basusumpitan ini dilakukan oleh anak-anak laki-laki usia Sekolah Dasar. Mereka bermain basusumpitan ini biasanya di dalam kebun atau pinggir hutan sekitar rumah mereka.
Permainan basusumpitan mempergunakan alat sepotong bambu jenis kecil yang sering dipergunakan untuk joran kail, dengan ukuran panjang 50 sampai 40 cm dan segenggam tanah liat yang dipergunakan pelurunya.
Permainan basusumpitan ini mengandung nilai pendidikan berupa kerja sama, meningkatkan keterampailan, tolong-menolong dan mempererat persaudaraan.
  1. Batatalipunan
Permainan ini bernama batatalipunan, yaitu permainan telpon-telponan. Biasanya dilakukan oleh anak-anak laki-laki usia Sekolah Dasar, paling sedikit terdiri dari 2 orang. Tetapi kadang-kadang anak-anak perempuan juga turut serta bermain batatalipunan.
Permainan batatalipunan ini dibuat dari 2 buah kaleng susu bekas yang pada bagian atasnya telah dibuang tutupnya. Pada bagian kaleng susu bekas bawahnya diberi lubang kecil untuk memasukkan benang penghubung dengan kaleng lainnya.
Benang penghubung antara dua kaleng susu tersebut panjangnya sekitar 3 sampai 5 meter, Dengan begitu jadilah sudah alat batatalipunan yang dapat dibikin sendiri secara bersama-sama.
Permainan batatalipunan ini mengandung nilai pendidikan yang positif, karena terbinanya rasa kebersamaan, gotong royong, dapat nengembangkan daya khayal yang positif dan mempererat persahabatan.
  1. Batatampurungan
Permainan batatamparungan ini dilakukan oleh anak-anak laki-laki seusia Sekolah Dasar, tetapi kadang-kadang juga dimainkan oleh anak-anak perempuan dengan mengambil tempat di halaman rumah yang memerlukan sedikit lapangan bermain.
Permainan batatampurungan mempergunakan alat tempurung kelapa bekas yang sudah diambil isi dagingnya, yaitu tempurung bagian atas yang berbentuk lebih cembung dan memiliki lubang pada bagi-an atas tersebut. Tempurung bagian atas itu harus terdiri dari 2 buah untuk seorang pemain. Melalui lubang pada kedua buah tempurung tersebut dihubungkan dengan sepotong tali yang kuat dengan panjang sekitar 2 meter, maka jadilah sepasang tatampurungan.
Permainan batatampurungan mengandung nilai pendidikan yang positif, karena dapat memupuk perilaku kerja sama, meningkatkan keterampilan, memiliki aspek olah raga, dan mempererat persahabatan.
  1. Batatapakan
Permainan ini dilakukan oleh anak-anak laki maupun perempuan usia Sekolah Dasar dan juga yang lebih dewasa. Mereka bermain dengan mengambil tempat di halaman rumah pada waktu siang hari.
Alat permainan terdiri dari 2 macam, yaitu yang disebut dengan bulu ayam dan tapakan. Bulu ayam yang agak panjang terdiri dari 6 sampai 8 helai yang telah dimasukkan pangkalnya dengan kuat ke dalam buluh yang panjangnya sekitar 5 cm. Alat pemukul yang disebut dengan tapakan terdiri dari sepotong papan yang panjangnya sekitar 50-40 cm dengan telabang pemukulnya berukuran sekitar 15 x 15 cm atau berbentuk bundar dengan garis tengah sekitar 15 cm.
Permainan batatapakan ini mengandung nilai pendidikan yang positif, yaitu memupuk rasa kerja sama, aspek olahraga, aspek persaingan yang sportif dan mempererat persahabatan.
  1. Batitimbakan
Permainan ini dilakukan oleh anak-anak laki-laki usia Sekolah Dasar dengan mengambil tempat di dalam kebun sekitar lingkungan rumah. Mereka berhimpun secara beramai-ramai.
Permainan ini memerlukan sepotong bambu kacil yang biasanya dipergunakan untuk gagang kail. Diambil seruas bambu tersebut yang panjangnya sekitar 50 cm. Bambu itu dipotong sepanjang kira-kira 27 cm yang teiah dibuang bukunya, nantinya berfungsi sebagai laras titimbakan. Sisa potongan yang masih ada bukunya berfungsi sebagai hulu rurujak. Rurujak dibikin dari bilah bambu yang kuat sepanjang kira-kira 28 cm, Pangkalnya dipasang atau dimasukkan ke dalam hulu rurujak dan dipasak dengan kuat. Dengan demikian jadilah sebuah titimbakan. Peluru titimbakan dipergunakan buah pepaya yang masih mentah, yang di iris-iris sedikit lebih besar dari lubang laras titimbakan atau kertas koran yang direndam di air
Batitimbakan didahului dengan memasukkan peluru kedalam titimbakan tersebut. Permainan batitimbakan dilakukan anak-anak secara beramai-ramai di dalam kebun atau samping rumah dengan sasaran tempakan buah nyiur, buah pinang dan lain-lain.
Permainan batitimbakan mengandung nilai pendidikan yang positif, karena dapat melatih keterampilan kerajinan tangan, mengandung hiburan dan meningkatkan persahabatan.
  1. Batungkau (Babatisan)
Permainan ini dilakukan oleh anak-anak laki-laki dan juga oleh para remaja. Disebut juga babatisan karena alat untuk meninggikan fisik seolah-olah pengganti batis (kaki).
Bermain tungkau dengan mempergunakan alat yang dinamakan tungkau (babatisan), yaitu yang terbuat dari batang bambu yang bergaris tengah lebih kurang 5 cm dan panjang sekitar 2 meter.
Permainan batungkau memerlukan lapangan di luar rumah, di atas tanah yang kering dan kuat. Seseorang yang bermain tungkau harus mampu menimbang badan, menjaga keseimbangan, untuk dapat berdiri sempurna pada kedua tungkau yang dipakainya.
Pemain tungkau yang sudah trampil dapat berjalan, berlari, bergeser ke kanan dan ke kiri dan bahkan dapat naik tangga dengan memakai tungkau tersebut.
Permainan yang menarik adalah apabila diadakan lomba berlari batungkau dengan jarak 100 meter yang diikuti oleh beberapa orang.
Batungkau adalah bermainan yang mengandung nilai keterampilan dan meningkatkan kepercayaan kepada diri sendiri. Dalam perlombaan batungkau dapat memupuk rasa kerja sama dan meningkatkan prestasi serta kesetiakawanan.
  1. Ba-u-ulasan
Permainan ini merupakan suatu permainan anak-anak laki-laki atau perempuan dalam usia Sekolah Dasar dengan mengambil tempat di halaman rumah, di suatu lapangan terbuka yang tidak terlalu luas.
Permainan ba-u-ulasan mempergunakan alat yang sederhana yaitu sepotong bilah panjang sejengkal yang diberi ciri masing-masing yang menjadi pemiliknya. Bilah yang dimiliki tersebut dinamakan "ulas".
Permainan ba-u-ulasan mengandung pendidikan yang positif, karena di dalamnya terbina kesepakatan, mengandung hiburan, membina disiplin dan mempererat persahabatan.
  1. Ba-u-upauan
Permainan dilakukan oleh anak-anak laki-laki atau anak perempuan dan bahkan boleh juga campuran laki-laki dan perempuan.
Permainan ba-u-upauan tidak memerlukan alat permainan, hanya diperlukan tempat untuk berlindung atau bersembunyi.
Permainan ba-u-upauan ini mengandung nilai yang positif dalam kerja sama, mengandung aspek olahraga, meningkatkan daya pikir dan mempererat persahabatan.[24]





[1]M. Suriansyah Ideham, et. al, Urang Banjar dan Kebudayaannya, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2015). Cet. 2. Hal. 340-341.
[2]M. Suriansyah Ideham, et. al, Urang Banjar dan Kebudayaannya…… Hal. 341.
[3]M. Suriansyah Ideham, et. al, Urang Banjar dan Kebudayaannya…… Hal. 342.
[4]M. Suriansyah Ideham, et. al, Urang Banjar dan Kebudayaannya…… Hal. 343.
[5]M. Suriansyah Ideham, et. al, Urang Banjar dan Kebudayaannya…… Hal. 343-344.
[6]M. Suriansyah Ideham, et. al, Urang Banjar dan Kebudayaannya…… Hal. 344-345.
[7]M. Suriansyah Ideham, et. al, Urang Banjar dan Kebudayaannya…… Hal. 345.
[8]M. Suriansyah Ideham, et. al, Urang Banjar dan Kebudayaannya…… Hal. 345.
[9]M. Suriansyah Ideham, et. al, Urang Banjar dan Kebudayaannya…… Hal. 346-347.
[10]M. Suriansyah Ideham, et. al, Urang Banjar dan Kebudayaannya…… Hal. 347-348.
[11]M. Suriansyah Ideham, et. al, Urang Banjar dan Kebudayaannya…… Hal. 348.
[12]M. Suriansyah Ideham, et. al, Urang Banjar dan Kebudayaannya…… Hal. 348-349.
[13]M. Suriansyah Ideham, et. al, Urang Banjar dan Kebudayaannya…… Hal. 349.
[14]M. Suriansyah Ideham, et. al, Urang Banjar dan Kebudayaannya…… Hal. 349-350.
[15]M. Suriansyah Ideham, et. al, Urang Banjar dan Kebudayaannya…… Hal. 350-355.
[16]M. Suriansyah Ideham, et. al, Urang Banjar dan Kebudayaannya…… Hal. 355-356.
[17]M. Suriansyah Ideham, et. al, Urang Banjar dan Kebudayaannya…… Hal. 357-358.
[18]M. Suriansyah Ideham, et. al, Urang Banjar dan Kebudayaannya…… Hal. 358-360.
[19]M. Suriansyah Ideham, et. al, Urang Banjar dan Kebudayaannya…… Hal. 360-372.
[20]M. Suriansyah Ideham, et. al, Urang Banjar dan Kebudayaannya…… Hal. 372-374.
[21]M. Syuriansyah Ideham, et. al, Urang Banjar dan Kebudayaannya…… Hal 374-379.
[22]M. Syuriansyah Ideham et. al, Urang Banjar dan Kebudayaannya…… Hal. 379- 396.
[23]M. Syuriansyah Ideham, et. al, Urang Banjar dan Kebudayaannya…… Hal 396-417.
[24]M. Syuriansyah Ideham, et. al, Urang Banjar dan Kebudayaannya…… Hal 417-463.

1 komentar:

  1. terima kasih ilmunya ya....paling tidak menambah pengetahuan sy ttg adat budaya orang dayak di kalimantan

    BalasHapus

Postingan Populer

Wikipedia

Hasil penelusuran

Total Tayangan Halaman