A.
Definisi Birrul Walidain
Di
dalam Kamus Al-Munawwir, kata Al-Birr (البِرُّ) artinya ketaatan, keshalehan, kebaikan.[1]
Begitu juga di dalam Kamus Lengkap Arab-Indonesia Indonesia-Arab, kata Al-Birr
(البِرُّ) juga bermakna kebaikan dan keshalehan.[2] Adapun
di dalam Kamus Muthahar, kata Al-Birr (البِرُّ) artinya derma, kebaikan, kesetiaan, ketaatan,
keshalehan dan keikhlasan.[3] Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa kata Al-Birr (البِرُّ) memiliki banyak makna di antaranya ketaatan,
keshalihan, kebaikan, kedermawanan, kesetiaan dan keikhlasan.
Adapun kata Al-Walidain (الْوَالِدَيْنِ) atau disebut juga Al-Walidaan (الْوَالِدَانِ) di dalam Kamus Al-Munawwir[4]
dan Kamus Muthahar[5]
artinya ayah dan ibu, ibu dan bapak atau
kedua orang tua.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
Birrul Walidain (بِرُّ
الْوَالِدَيْنِ) adalah bagian dalam etika Islam yang menunjukan kepada tindakan berbakti
(berbuat baik) kepada kedua orang tua, baik secara zhahir maupun secara bathin.
Yang mana berbakti kepada orang tua ini hukumnya fardhu ain bagi setiap muslim, meskipun seandainya
kedua orang tuanya adalah nonmuslim. Setiap
muslim wajib mentaati setiap perintah dari keduanya selama perintah tersebut
tidak bertentangan dengan perintah Allah dan Rasul-Nya.[6]
Ungkapan Birrul Walidain yaitu berbuat baik kepada kedua
orang tua, mencakup segala kebaikan Islam. Taat kepada mereka selama mereka
menyuruh berbuat baik, akan tetapi jika mereka menyuruh berbuat maksiat, syirik
dan lain-lainnya yang bertentangan dengan syari'at Allah, maka tidak boleh kita
mentaatinya. Maka sebaliknya Allah juga melarang keras “durhaka” kepada
mereka.[7]
B. Hukum Birrul Walidain Dan Keutamaannya
Para ulama sepakat bahwa hukum berbuat baik
(berbakti) pada kedua orang tua hukumnya adalah wajib, hanya saja mereka
berselisih tentang ibarat-ibarat (contoh pengamalan) nya. Birrul walidain
adalah wajib pada selain perkara yang haram.[8]
Dalil-dalil shahih dan sharih (jelas) banyak sekali, diantaranya :
1.
Firman Allah SWT pada Q.S. An-Nisa ayat 36
Artinya :
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang
ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang
dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil, dan hamba
sahayamu. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (Q.S. An-Nisa : 36)
Dalam ayat ini (berbuat baik kepada Ibu Bapak)
merupakan perintah, dan perintah di sini menunjukkan kewajiban, khususnya,
karena terletak setelah perintah untuk beribadah dan meng-Esa-kan (tidak
mempersekutukan) Allah, serta tidak didapatinya perubahan (kalimat dalam ayat
tersebut) dari perintah ini.[9]
Firman Allah SWT pada Q.S Al-Isra ayat 23
Artinya :
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu
jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu
dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya
sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya Perkataan “Ah” dan janganlah kamu membentak mereka
dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia.”
Allah memerintahkan untuk berbuat baik pada
kedua orang tua seiring dengan perintah untuk mentauhidkan dan beribadah
kepada-Nya, ini pemberitahuan tentang betapa besar hak mereka berdua.[10]
3.
Firman Allah pada Q.S Luqman ayat 14
Artinya :
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik)
kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah
yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku
dan kepada kedua ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu.”
4.
Hadits Berbakti
Kepada Ibu dan Ayah
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : جَاءَ
رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : يَا
رَسُوْلَ اللهِ ! مَنْ أَحَقُّ بِحُسْنِ صَحَابَتِيْ ؟ قَالَ : ((أُمُّكَ)) .
قَالَ : ثُمَّ مَنْ ؟ قَالَ : ((أُمُّكَ)) . قَالَ : ثُمَّ مَنْ ؟ قَالَ :
((أُمُّكَ)) . قَالَ : ثُمَّ مَنْ ؟ قَالَ : ((ثُمَّ أَبُوْكَ)).
Artinya :
Dari Abu Hurairah r.a. berkata : Seorang laki-laki datang
kepada Rasulullah SAW. dan berkata : Ya Rasulullah, siapakah yang berhak aku
pergauli dengan baik ? Rasulullah menjawab : Ibumu. Dia berkata : Kemudian
siapakah? Rasulullah menjawab : Ibumu. Dia berkata : Kemudian siapakah?
Rasulullah menjawab : Ibumu. Dia berkata : Kemudian siapakah? Rasulullah
menjawab : Ayahmu. (H.R. Muttafaq ‘Alaih)[11]
Kandungan Hadits :
a.
Kewajiban berbakti kepada kedua orang tua dan
haramnya durhaka kepada mereka.
b.
Ridha ibu lebih didahulukan dari ridha ayah.
Ibu lebih patut diperlakukan dengan baik karena ia telah menjalani berbagai
kesulitan ketika hamil, melahirkan dan menyusui.
c.
Wasiat Rasulullah SAW. agar berbakti kepada
ibu, dan beliau megucapkannya sebanyak 3 kali.
d.
Berbakti kepada ibu lebih didahulukan dari
ayah 3 kali lipat.
e.
Ayah dan ibu merupakan kerabat yang paling
berhak mendapatkan kebaikan dari anaknya dibanding pihak kerabat lainnya.[12]
Adapun keutamaan Birrul Walidain (berbakti kepada
kedua orang tua), yaitu :
1. Termasuk amalan yang paling mulia.
2.
Merupakan salah satu sebab-sebab diampuninya
dosa.
3.
Termasuk sebab masuknya seseorang ke surga.
4.
Merupakan sebab keridhaan Allah.
5.
Merupakan sebab bertambahnya umur.
6.
Merupakan sebab berkahnya rizki.
7.
Berbakti kepada
kedua orang tua adalah seutama-utama jihad.
8.
Keridhaan Allah
berada di balik keridhaan orang tua.
9. Berbakti kepada orang tua membantu menolak
musibah.
C. Hak-Hak Kedua Orang Tua
Hak kedua orang
tua merupakan hak terbesar yang harus dilaksanakan oleh
setiap muslim. Di sini akan dicantumkan beberapa hak
yang berkaitan
dengan masalah ini, antara lain hak yang wajib dilakukan semasa kedua
orang tua hidup dan setelah meninggal.
1. Hak-Hak Kedua Orang Tua Ketika Mereka Masih Hidup
Adapun di antara hak-hak kedua orang tua ketika masih hidup, yaitu :
a. Mentaati mereka selama tidak mendurhakai Allah. Mentaati kedua orang tua hukumnya
wajib atas setiap muslim. Haram hukumnya mendurhakai keduanya. Tidak diperbolehkan sedikit
pun mendurhakai mereka berdua kecuali apabila mereka menyuruh untuk
menyekutukan Allah atau mendurhakai-Nya. Adapun jika bukan dalam perkara yang mendurhakai
Allah, wajib mentaati kedua orang tua selamanya dan ini termasuk perkara yang
paling diwajibkan. Oleh karena itu, seorang muslim tidak boleh mendurhakai apa saja yang
diperintahkan oleh kedua orang tua.[14]
b. Berbuat baik kepada kedua orang tua. Perintah berbuat baik ini lebih ditegaskan
jika usia kedua orang tua semakin tua dan lanjut hingga kondisi mereka melemah
dan sangat membutuhkan bantuan dan perhatian dari anaknya. Di antara bakti terhadap kedua orang tua adalah
menjauhkan ucapan dan perbuatan yang dapat menyakiti kedua orang tua, walaupun
dengan isyarat atau dengan ucapan 'ah'. Termasuk berbakti kepada keduanya ialah
senantiasa membuat mereka ridha dengan melakukan apa yang mereka inginkan,
selama hal itu tidak mendurhakai Allah SWT.[15]
c. Merendahkan diri di hadapan keduanya. Tidak boleh mengeraskan suara
melebihi suara kedua orang tua atau di hadapan mereka berdua. Tidak boleh juga
berjalan di depan mereka, masuk dan keluar mendahului mereka, atau mendahului
urusan mereka berdua. Rendahkanlah diri di hadapan mereka berdua dengan cara
mendahulukan segala urusan mereka, membentangkan dipan untuk mereka,
mempersilakan mereka duduk di tempat yang empuk, janganlah mendului makan dan minum, dan lain
sebagainya.[16]
d. Berbicara dengan lembut di hadapan mereka. Berbicara dengan lembut merupakan kesempurnaan
bakti kepada kedua orang tua dan merendahkan diri di hadapan mereka. Oleh karena itu, berbicaralah kepada mereka
berdua dengan ucapan yang lemah lembut dan baik serta dengan lafazh yang bagus.
Jagalah setiap tutur kata kita sebagai anak agar senantiasa lemah
lembut tatkala berbicara kepada orang tua. Jauhi ucapan-ucapan bernada tinggi,
apalagi kata-kata kasar. Tidak sekedar ucapan yang lemah lembut saja yang harus
kita jaga, namun juga disertai dengan sikap sopan dan santun terhadap orang
tua. Semisal kita mengucapkan salam ketika pulang, tidak sekedar seperti orang
masuk pasar. Terlebih lagi kita harus menjauhi sikap kurang ajar kepada orang
tua.[17]
e.
Bersikap sabar dan menahan marah. Sering kali
kita mendengar ucapan dari sekian banyak orang terkait orang tua yang semakin
bertambah usia mereka, maka akan semakin keras sikap mereka. Terkadang dipicu
oleh kondisi kesehatan yang sudah tidak prima lagi, terkadang orang tua semakin
usianya renta mereka jadi lebih sensitif dan mudah marah. Dalam keadaan seperti
ini kita harus berusaha untuk menahan diri dengan bersabar. Bahwasanya
surga itu adalah tempat yang salah satu ciri-ciri penghuninya adalah mereka
yang dapat menahan marah. Bayangkan bagaimana kesabaran orang tua mengasuh kita
sejak kecil hingga dewasa, sabar menghadapi kita, sabar menasehati kita, dan lain-lain.[18]
f.
Memberi hadiah kepada orang tua. Memberi hadiah
tidak hanya khusus dituntunkan kepada pasangan suami-istri ataupun dari orang
tua kepada anak. Namun anak pun dapat memberikan suatu hadiah kepada orang
tuanya. Hadiah tidak haruslah yang mahal, namun yang penting dapat menyenangkan
orang tua kita.[19]
g.
Tidak menyia-nyiakan kerja keras orang tua. Di
zaman sekarang ini, banyak kita temui anak yang tidak bisa menghargai
perjuangan dan kerja keras orang tuanya dalam menafkahi mereka, menyekolahkan
mereka, dan hal yang semisalnya yang kebanyakan perjuangan tersebut adalah
untuk membuat kita menjadi lebih baik. Semisal bentuk tidak menghargai perjuangan
dan kerja keras orang tua adalah bolos sekolah, menghambur-hamburkan uang
pemberian orang tua, malas belajar, dan sikap negatif lainnya yang dilakukan
seorang anak.[20]
h. Menyediakan makanan untuk mereka. Menyediakan makanan juga termasuk
bakti kepada kedua orang tua, terutama jika ia memberi mereka makan dari hasil
jerih payah sendiri. Jadi, sepantasnya disediakan untuk mereka makanan dan
minuman terbaik dan lebih mendahulukan mereka berdua daripada dirinya, anaknya,
dan istrinya.[21]
i.
Meminta izin kepada mereka sebelum berjihad
atau pergi untuk urusan lainnya.[22]
j.
Memberikan harta kepada orang tua menurut
jumlah yang mereka inginkan. Hendaknya seseorang jangan bersikap bakhil (kikir)
terhadap kedua orang tuanya yang menyebabkan keberadaan dirinya, memeliharanya ketika kecil dan
lemah, serta telah berbuat baik kepadanya.[23]
k. Membuat keduanya ridha dengan berbuat baik kepada orang-orang yang
dicintai mereka. Hendaknya seseorang membuat kedua orang tua ridha dengan
berbuat baik kepada para saudara, karib kerabat, teman-teman, dan selain
mereka. Yakni, dengan memuliakan mereka, menyambung tali silaturrahim dengan
mereka, menunaikan janji-janji (orang tua) kepada mereka.[24]
l.
Memenuhi sumpah kedua orang tua. Apabila kedua orang tua bersumpah kepada anaknya untuk suatu perkara
tertentu yang di dalamnya tidak terdapat perbuatan maksiat, maka wajib bagi
seorang anak untuk memenuhi sumpah keduanya karena itu termasuk hak mereka.[25]
m. Tidak mencela orang tua atau tidak menyebabkan mereka dicela orang lain. Mencela orang tua dan menyebabkan mereka dicela orang lain termasuk salah
satu dosa besar. Perbuatan ini merupakan perbuatan dosa yang paling buruk. Orang-orang sering bergurau dan bercanda dengan
melakukan perbuatan yang sangat tercela ini. Biasanya perbuatan ini muncul dari
orang-orang rendahan dan hina.[26]
n. Mendahulukan berbakti kepada ibu daripada ayah. Sebab, mentaati ibu lebih didahulukan jika keduanya menyuruh pada waktu
yang sama dan dibolehkan dalam syari'at. Alasannya, ibu sendiri diwajibkan untuk
taat pada suaminya, yaitu ayah anaknya. Hanya saja, jika salah seorang dari
mereka menyuruh berbuat taat dan yang lain menyuruh berbuat maksiat, maka wajib
untuk mentaati yang pertama. Maksud lebih mendahulukan berbuat baik kepada ibu, yaitu lebih bersikap
lemah-lembut, lebih berperilaku baik, dan memberikan sikap yang lebih halus
daripada ayah. Hal ini apabila keduanya berada di atas kebenaran.[27]
o.
Merawat
mereka saat usia semakin renta. Saat kita masih kecil hingga kita dewasa orang
tua merawat kita dengan penuh kesabaran dan ketelatenan. Saat kita sakit sejak
kita bayi hingga dewasa, orang tua menjaga kita siang dan malam. Ingatlah
bagaimana ibu kita memandikan kita, menyuapi kita dengan telaten, memakaikan
baju setiap hari, mengajari kita hal-hal yang baik, mengganti popok kita, dan
lain-lain. Sekarang banyak kita temui, anak-anak yang menaruh orang tuanya di
panti jompo dikarenakan mereka lebih memilih menghabiskan semua waktu untuk
mengejar nafsu duniawi.[28]
2. Hak-Hak Orang Tua Setelah Mereka Meninggal Dunia
Di antara hak-hak kedua orang tua setelah mereka meninggal dunia, yaitu :
a. Menshalati Keduanya
Maksud menshalati di sini adalah mendo'akan keduanya.
Yakni, setelah keduanya meninggal dunia, karena ini termasuk bakti kepada
mereka. Oleh karena itu, seorang anak hendaknya lebih sering mendo'akan kedua
orang tuanya setelah mereka meninggal daripada ketika masih hidup. Apabila anak
itu mendo'akan keduanya, niscaya kebaikan mereka berdua akan semakin bertambah.[29]
b. Beristighfar Dan Berdo’a Untuk Mereka Berdua
Orang tua adalah orang yang paling utama bagi seorang muslim
untuk dido'akan agar Allah mengampuni mereka karena kebaikan mereka yang besar.
Bahwasanya do’a dari anak yang sholeh begitu luar biasa
memberi manfaat bagi orang tua yang telah meninggal. Telah banyak hadits yang menerangkan tentang bagaimana kebaikan
yang akan didapatkan orang tua di kehidupan setelah meninggal tatkala memiliki
anak-anak yang sholeh yang mau mendoakan mereka. Dan shaleh ataupun shalehah
itu harus diperjuangkan dengan cara taat pada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
mengikuti tuntunan Rasul-Nya.[30]
c. Menunaikan Janji Kedua Orang Tua
Hendaknya seseorang menunaikan wasiat kedua orang tua dan
melanjutkan secara berkesinambungan amalan-amalan kebaikan yang dahulu pernah
dilakukan keduanya. Sebab, pahala akan terus mengalir kepada mereka berdua
apabila amalan kebaikan yang dulu pernah dilakukan dilanjutkan oleh anak
mereka.[31]
d. Memuliakan Teman Kedua Orang Tua
e. Menyambung Tali Silaturahim Dengan Kerabat Ibu dan Ayah
Hendaknya seseorang menyambung tali silaturahim dengan
semua kerabat yang silsilah keturunannya bersambung dengan ayah dan ibu,
seperti paman dari pihak ayah dan ibu, bibi dari pihak ayah dan ibu, kakek,
nenek, dan anak-anak mereka semua. Bagi yang melakukannya, berarti ia telah menyambung
tali silaturahim kedua orang tuanya dan telah berbakti kepada mereka.[33]
D.
Ayat-Ayat Birrul Walidain Beserta Tafsirnya
Ayat-ayat yang berkaitan dengan Birrul Walidain (berbakti
kepada kedua orang tua) banyak terdapat di dalam Al-Quran, namun di sini saya
hanya mengambil 6 ayat saja untuk ditafsirkan yakni surah Al-Isra ayat 23-24,
Al-Ankabut ayat 8, Luqman ayat 14-15 dan Al-Ahqaf ayat 15. Berikut ini disajikan ayat, terjemahan serta tafsir masing-masing
ayat tersebut.
1. Q.S. Al-Isra ayat 23 dan 24
Artinya :
“Dan Tuhanmu
telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu
berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di
antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu,
maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “Ah” dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan
dan ucapkanlah : "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana
mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.”
Tafsir Ayat :
a. Dalam kitab tafsir “Shafwatut
Tafaasir” menerangkan bahwa dalam ayat ini Allah memutuskan dan menyuruh
agar tidak menyembah Tuhan selain Dia, yakni Allah berwasiat untuk
menyembah-Nya dan mengesakan-Nya. Allah juga memerintahkan agar berbuat baik
kepada kedua orang tua dengan sebenarnya, karena besarnya hak orang tua pada
anak sebab mereka adalah penyebab lahirnya sang anak. Kami wasiatkan kedua
orang tua kepada kalian, khususnya jika keduanya atau salah satunya tua, sebab
saat itu kedua orang tua lebih membutuhkan kebaktian anak karena kondisinya
yang lemah. Jangan katakan kepada kedua orang tua kalimat yang menunjukkan
bosan, misalnya ucapan ‘Ah’ dan jangan dengarkan kepada mereka ucapan yang
buruk. Jangan menyentak keduanya dengan kasar mengenai hal yang tidak
menyenagkanmu. Ucapkanlah kepada mereka ucapan yang baik dan lembut dengan
sopan dan penuh penghormatan. Rendahkan dirimu dan tawadhu’lah kepada keduanya
dengan merasa hina karena kamu sangat menyayangi mereka. Doakanlah keduanya
agar memperoleh rahmat Allah dan ucapkan ketika berdoa : Tuhanku, rahmatilah
kedua orang tuaku dengan rahmat yang luas, seperti mereka telah berjasa kepadaku
dengan mendidikku saat kecil.[34]
b. Dalam kitab tafsir “Al-Maragi” menerangkan bahwa dalam ayat ini Allah memerintahkan agar jangan menyembah
kepada selain Dia. Juga agar berbuat
bakti dan kebajikan terhadap orang tua.
Apabila Allah memerintahkan berbuat baik terhadap
orangtua, maka hal itu adalah karena sebab-sebab sebagai berikut :
1) Karena kedua orangtua
itulah yang terdapat belas kasih kepada anaknya, dan telah bersusah payah dalam
memberikan kebaikan kepadanya, dan menghindarkannya dari bahaya. Oleh karena
itu, wajiblah hal tersebut diberi imbalan dengan berbuat baik dan syukur pada
keduanya.
2) Anak adalah belahan
jiwa dari orangtua.
3) Kedua orang tua telah
memberi kenikmatan kepada anak, ketika anak itu sedang dalam keadaan lemah dan
tidak berdaya sedikitpun. Oleh karena itu, hal tersebut wajib dibalas dengan
rasa syukur ketika kedua orang tua telah tua.
Apabila
dua orang atau salah seorang di antaranya berada di sisimu hingga mencapai
keadaan lemah, tidak berdaya dan tetap berada di sisimu pada akhir umurnya,
maka kamu wajib belas kasih dan sayang terhadap keduanya. Kamu harus
memperlakukan keduanya sebagaimana orang yang bersyukur terhadap orang yang
telah memberi karunia kepadanya. Perlakuan ini akan menjadi nyata bila
melakukan lima hal berikut kepada kedua orang tua :
1) Janganlah jengkel
terhadap sesuatu yang kamu lihat dilakukan oleh salah satu orang tua atau oleh
keduanya-duanya yang mungkin dapat menyakitkan hati orang lain, tetapi bersabarlah
menghadapi semua itu, sebagaimana kedua orang tuamu itu pernah bersikap sabar
terhadapmu ketika kamu kecil.
2) Janganlah kamu
menyusahkan keduanya dengan suatu perkataan yang membuat mereka berdua merasa tersinggung.
Hal ini merupakan larangan menampakkan rasa tak senang terhadap mereka berdua
(dengan perkataan yang disampaikan benada menolak atau mendustakan mereka
berdua, di samping ada larangan untuk menampakkan kejemuan, baik sedikit maupun
banyak.
3) Ucapkanlah dengan
ucapan yang baik kepada kedua orangtua dan perkataan yang manis, dibarengi
dengan rasa hormat dan mengagungkan, sesuai dengan kesopanan yang baik, dan
sesuai dengan tuntutan kepribadian yang luhur. Seperti ucapan : wahai ayahanda,
wahai ibunda. Dan janganlah kamu memanggil orangtua dengan nama mereka, jangan
pula kamu meninggikan suaramu di hadapan orangtua, apalagi kamu memelototkan/membelalakkan
matamu terhadap mereka terdua.
4) Bersikaplah kepada kedua
orangtua dengan sikap tawadhu’ dan merendahkan diri, dan taatlah kamu kepada
mereka berdua dalam segala yang diperintahkan terhadapmu, selama tidak berupa
kemaksiatan kepada Allah. Yakni, sikap yang ditimbulkan oleh belas kasih dan
sayang dari mereka berdua, karena mereka benar-benar memerlukan orang yang
bersifat patuh pada mereka berdua. Dan sikap seperti itulah, puncak ketawadhu'an
yang harus dilakukan.
5) Hendaklah kamu berdoa
kepada Allah agar Dia merahmati kedua orangtuamu dengan rahmat-Nya yang abadi,
sebagai imbalan kasih sayang mereka berdua terhadap dirimu ketika kamu kecil,
dan belas kasih mereka yang baik terhadap dirimu.
Allah
SWT sungguh-sungguh mewasiatkan mengenai kedua orang tua tentang banyak hal
yang menjamin mereka berdua dengan menggandengkan tentang kewajiban berbuat
baik kepada mereka berdua dengan kewajiban bertauhid kepada-Nya. Lalu kedua
kewajiban tersebut disusun dengan dua jalur keputusan yang harus dilaksanakan
bersama-sama.[35]
Tafsir Mufradat :
( وَقَضَى ) : “Dan telah memutuskan”, maksudnya
memerintahkan.
( رَبُّكَ أَ ) : “Tuhanmu agar”, yakni (أَنْ), maksudnya (بِأَنْ) supaya.
( بِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ) : “Kepada kedua orang tua dengan
sebaik-baiknya” yakni dengan berbakti kepada kedua orang tua.
( أُفٍّ ) : Ini adalah mashdar (kata dasar) yang
mengandung makna “celakalah” dan “sialan”. Nama suara untuk menyatakan
kejengkelan dan sakit.
( النَّهْر ) : mencegah dengan kasar.
( وَلَا تَنْهَرْهُمَا ) : “Dan janganlah kamu membentak keduanya”
yakni menghardik keduanya.
( كَرِيْم ) : bersikap baik tanpa kekerasan.
( وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا
كَرِيْمًا ) :“Dan ucapkanlah kepada
keduanya ucapan yang mulia” yakni ucapan yang baik dan lunak.[36]
2. Q.S. Al-Ankabut ayat 8
Artinya :
“Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan
kepada kedua ibu-bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku
dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu
mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu
apa yang telah kamu kerjakan.”
Tafsir Ayat :
a. Dalam kitab tafsir “Shafwatut
Tafaasir” menerangkan bahwa dalam ayat ini Allah memerintahkan agar seorang
anak berbakti kepada kedua orang tuanya, sebab mereka adalah penyebab adanya
dia dan mereka mempunyai jasa tertinggi kepadanya. Ayah dengan memberi nafkah
dan ibu dengan memberi kasih sayang, termasuk mengandung dan melahirkan. Syaikh
Muhammad Ali Ash-Shabuni dalam kitab tafsirnya “Shafwatut Tafaasir”
mengutip perkataan Ash-Shawi yang mengemukakan bahwa Allah memerintahkan anak
untuk berbuat baik kepada orang tuanya, bukan sebaliknya, sebab anak berwatak
kasar dan tidak taat kepada orang tua. Itulah sebabnya Allah membebani anak
dengan hal yang berlawanan dengan wataknya, sedangkan orang tua berwatak kasih
sayang kepada anak. Karena itu Allah menyerahkan urusan kepada watak asli orang
tua.
Jika keduanya mencurahkan seluruh kemampuannya dan sangat
ingin agar kamu kafir kepada Allah dan mempersekutukan Allah dengan sesuatu
yang tidak layak menjadi tuhan, maka janganlah kamu menuruti mereka dalam hal
itu, sebab tidak ada ketaatan kepada makhluk untuk maksiat kepada Allah. Kepada
Allah lah kembali seluruh makhluk, baik yang mukmin maupun yang kafir, yang
taat maupun yang durhaka, lalu Allah balas masing-masing dari mereka dengan apa
yang dia lakukan. Firman ini adalah janji yang menyenangkan bagi anak yang
berbakti kepada kedua orang tuanya dan mengikuti hidayah, serta ancaman bagi anak
yang durhaka kepada kedua orang tuanya dan mengikuti jalan kesesatan.[37]
b. Dalam kitab tafsir “Taisir Al-Karim Ar-Rahman Fi Tafsir Kalam
Al-Mannan” menerangkan bahwa dalam ayat ini Allah telah memerintahkan dan memesankan
kepada manusia untuk berbuat baik (ihsan) kepada kedua ibu-bapaknya.
Yaitu dengan cara berbakti dan berbuat baik kepada mereka berdua dalam bentuk
perkataan dan perbuatan, dan hendaklah selalu menjaga hal itu dan tidak
mendurhakai dan berbuat buruk terhadap keduanya, baik dengan perkataan ataupun
perbuatan, dan hendaklah selalu menjaga hal itu dan tidak mendurhakai dan
berbuat buruk terhadap keduanya, baik dengan perkataan atau perbuatan. Lalu
Allah memberikan balasan. Maka dari itu berbuat baiklah kepada kedua orang tua,
dan dahulukanlah ketaatan kepada mereka berdua (dari pada ketaatan kepada
selainnya) kecuali ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Sebab, ketaatan kepada
Allah dan Rasul-Nya harus lebih didahulukan atas segala sesuatu.[38]
Tafsir Mufradat :
( وَوَصَّيْنَا اْلإِنْسَانَ
بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا ) : “Dan
kami perintahkan kepada manusia untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya”
Maksudnya dengan perintah yang mempunyai kebaikan, yakni dengan berbuat baik
kepada mereka berdua.
( عِلْمٌ ) : “Pengetahuan” yang sesuai dengan
kenyataan yang ada.
3.
Q.S. Luqman ayat 14 dan 15
Artinya :
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang
ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan
kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya
memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu
tentang itu, maka janganlah kamu
mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah
jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Ku-lah kembalimu,
maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”
Tafsir Ayat :
a. Dalam kitab tafsir “Shafwatut
Tafaasir” menerangkan bahwa dalam ayat ini Allah memerintahkan manusia
untuk berbakti kepada kedua orang tuanya, khususnya ibunya. Ibunya
mengandungnya berupa janin dalam perutnya dan setiap hari dia bertambah lemah,
sejak hamil sampai saat melahirkan, sebab kehamilan semakin hari semakin berat
dan semakin melemahkan. Bersyukurlah kepada Tuhanmu atas nikmat iman dan ihsan
dan bersyukurlah kepada kedua orang tuanya atas nikmat pendidikan. Lalu Allah
membalas orang yang berbuat baik berdasarkan perbuatan baiknya dan membalas
orang yang berbuat buruk berdasarkan perbuatan buruknya.
Jika mereka mencurahkan
seluruh kemampuan yang mereka miliki untuk mendorongmu kafir dan syirik kepada
Allah, maka janganlah kamu taati mereka, sebab tidak boleh taat kepada makhluk
dalam rangka durhaka kepada Allah. Temanilah mereka dalam hidup di dunia dengan
baik dan berbakti, meskipun mereka musyrik, sebab kafir mereka kepada Allah
tidak menyirnakan penderitaan yang mereka alami ketika mendidikmu dan tidak
membolehkan kamu mengingkari jasa mereka. Lewatilah jalan orang yang kembali
kepada Allah dengan tauhid, taat dan amal shaleh. Kembalinya makhluk adalah
kepada Allah, lalu Allah membalas mereka sesuai amal perbuatan mereka. Meskipun
Allah memerintahkan manusia untuk berbuat baik kepada orang tuanya dan
memerintahkannya untuk sayang kepada mereka serta mewajibkan taat kepadanya
karena hak mereka besar, namun Allah tetap mencegahnya untuk taat kepada mereka
ketika mereka mengajak syirik dan durhaka kepada Allah, sebab syirik kepada
Allah termasuk dosa paling besar dan sangat buruk dan tercela.[40]
b. Dalam kitab tafsir “Taisir Al-Karim Ar-Rahman Fi Tafsir Kalam
Al-Mannan” menerangkan bahwa dalam ayat ini Allah mewasiatkan kepada
manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Dengan perkataan yang
lemah lembut, ucapan yang santun, perbuatan baik, bersikap rendah hati kepada
mereka, memuliakan dan menghormati mereka, memberi mereka belanja (nafkah) dan
menjauhi perbuatan buruk terhadap mereka dari segala sisi dengan perkataan dan
perbuatan. Lalu Allah memberi balasan yang berlipat ganda, ataukah akan
menyia-nyiakannya, lalu Dia akan menyiksa dengan siksaan yang sangat buruk.
Kemudian Allah menjelaskan sebab yang mewajibkan berbuat baik kepada ibu bapak
terletak pada ibu. Dalam keadaan sengsara dan makin sengsara, dia terus
merasakan penderitaan mulai dari sejak (sang bayi) masih berbentuk sperma,
seperti rasa mual, sakit, lemah, berat dan berubahnya kondisi, kemudian
sakitnya melahirkan, yaitu rasa sakit yang sangat perih. Kemudian menyapuhnya
dalam dua tahun di mana sang anak terus berada dalam asuhan, lindungan dan
susuan ibunya. Tidakkah sangat pantas sekali kalau ditekankan kepada anaknya
untuk berbuat baik kepada orang yang telah menanggung penderitaan-penderitaan
dengan penuh rasa kasih sayang demi dia, dan dipesankan kepadanya agar
benar-benar berbakti kepadanya.
Dan jika kedua ibu bapakmu
bersikeras untuk mempersekutukan Allah, jangan sekali-kali kamu mengira bahwa
yang demikian itu termasuk berbuat baik terhadap kedua orang tua, sebab hak
Allah harus lebih diutamakan atas hak semua orang. Dan tidak ada kepatuhan
kepada makhluk dalam kemaksiatan terhadap sang Khaliq.[41]
Tafsir Mufradat :
( حَمَلَتْهُ أُمُّهُ ) : “Ibunya telah mengandungnya” hingga
tubuhnya lemah
( وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ ) : “Dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah”
Maksudnya lemah karena mengandung, lemah karena kontraksi dan lemah karena
melahirkan.
( وَفِصَالُهُ ) : “Dan
memisahkannya” Maksudnya menyapihnya.
4.
Q.S. Al-Ahqaf ayat 15
Artinya :
“Kami perintahkan kepada manusia supaya
berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah
payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula), mengandungnya sampai
menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan
umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk
mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu
bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai;
berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada
Engkau dan sesungguhnya
aku termasuk
orang-orang yang berserah diri.”
Tafsir Ayat :
a. Dalam kitab tafsir “Shafwatut
Tafaasir” menerangkan bahwa dalam ayat ini Allah mendorong hamba-Nya untuk
berbuat baik kepada kedua orang tuanya, karena ridha-Nya ada pada ridha kedua
orang tua dan murka-Nya ada pada murka keduanya. Allah memerintahkan hambanya
dengan perintah yang sangat kuat dan pasti untuk berbuat baik kepada kedua orang
tua. Ibunya mengandungnya dengan susah dan sulit juga melahirkannya dengan
susah dan sulit. Masa melahirkannya dan menyusuinya dalah dua tahun setengah.
Ibu selalu merasakan capek dan letih selama itu. Ketika anak itu telah mencapai
kesempurnaan dan kekuatan dalam akal dan pikiran, dia berkata : Tuhanku,
berikanlah aku ilham untuk bersyukur atas nikmat yang engkau berikan kepadaku
dan kepada kedua orang tuaku yang telah mendidikku ketika kecil, dan berilah
aku taufik untuk melakukan amal shaleh yang membuat Engkau ridha kepadaku.
Jadikanlah anak cucuku dan keturunanku orang yang shaleh. Aku bertaubat
kepada-Mu dari segala dosa dan aku termasuk orang yang berpegang teguh kepada
Islam.[43]
b. Dalam kitab tafsir “Al-Maragi” menerangkan bahwa dalam ayat ini Allah memerintahkan manusia supaya berbuat baik kepada kedua ibu bapakya
serta mengasihi keduanya dan berbakti kepada keduanya semasa hidup mereka maupun sesudah kematian mereka. Dan Allah jadikan berbakti
kepada kedua orang tua sebagai amal yang paling utama, sedang durhaka terhadap
keduanya termasuk dosa besar. Kemudian Allah SWT. menyebutkan pula sebab dari
wasiat tersebut dan membicarakan secara khusus tentang ibu. Karena ibulah yang lebih
lemah kondisinya dan lebih patut mendapat perhatian. Sedangkan keutamaannya
lebih besar. Sebagaimana dinyatakan pada hadist-hadist sahih. Oleh karena itu,
ibu memperoleh 2/3 kebaktian.
Sesungguhnya ibu itu ketika mengandung anaknya mengalami susah payah berupa mengidam, kekacauan
pikiran maupun beban yang berat dan lain sebagainya, yang biasa dialami oleh
orang-orang hamil. Dan ketika melahirkan juga mengalami susah payah berupa rasa
sakit menjelang kelahiran anak maupun ketika kelahiran itu berlangsung. Semua
itu menyebabkan wajibnya prang
berbakti kepada ibu dan menyebabkan ia terhak mendapat kemuliaan dan pergaulan yang
baik. Dan masa mengandung anak dan menyapihnya adalah 30 bulan, dimana ibu
mengalami bermacam-macam penderitaan jasmani dan kejiwaan.
Ia tidak tidur di waktu malam sekian lama apabila anaknya sakit dan menyelenggarakan
makanan anak itu, membersihkan dan memenuhi segala keperluan anak tanpa
mengeluh dan rasa bosan. Dan ibu itu merasa sedih apabila tubuh anak terganggu
atau mengalami hal yang tidak disukai, yang memengaruhi perkembangan anak
maupun mengganggu kesehatannya.
Sehingga apabila manusia itu telah menjadi tua dan sempurna umurnya, dimana
kekuatan dan akalnya menjadi kokoh, yaitu dalam umur antara 30-40 tahun. Dan mencapai umur 40
tahun. Dan umur sekian adalah akhir dari kematangan dan kesempurnaan akal.
Oleh karena itu, barang siapa yang telah berumur 40 tahun namun kebaikannya
tidak melebihi keburukannya, maka hendaklah ia bersiap-siap untuk masuk neraka
Dan oleh karenanya orang berkata, bila seseorang telah berumur 40 tahun sedang
ia tidak berbuat selain yang merendahkan rasa malunya saja, dan ia tidak
menutupi lagi keburukannya, maka biarkan saja, sekalipun umurnya telah
memberikan kepadanya berbagai macam sarana hidup.
Tuhanku,
berilah aku taufik untuk dapat mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau curahkan
kepadaku tentang agama maupun duniaku, yaitu keluasan penghidupan, kesehatan
tubuh, keamanan dan keenakan yang aku nikmati, agar aku dapat sepenuhnya
beribadah kepada-Mu dan menunaikan perintah-perintah-Mu, di samping
meninggalkan larangan-larangan-Mu, dari mensyukuri nikmat yang telah Engkau
anugerahkan kepadaku, kedua ibu bapakku, berupa belas kasih kepadaku ketika
mereka berdua mengasuhku di masa kecil. Dan jadikanlah amalku sesuai dengan ridha-Mu
agar aku memperoleh pahala dari-Mu. Dan jadikanlah kesalehan berlaku pada anak
cucuku dan menempat pada jiwa mereka, bahkan merasuk ke dalam hati mereka.[44]
Tafsir Mufradat :
( إِحْسَانًا ) : Maksudnya Kami memerintahkan padanya untuk
berbuat baik kepada ibu-bapaknya.
( ثَلَاثُوْنَ شَهْرًا ) : “Adalah
tiga puluh bulan” yakni enam bulan adalah masa kehamilan paling sedikit.
Sedangkan sisanya adalah masa menyusui yang paling panjang. Dan ada yang
berpendapat, jika wanita mengandungenam bulan atau sembilan bulan, maka sisanya
digunakan untuk masa menyusui.
( إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ ) : “Apabila dia telah dewasa” yaitu masa
sempurnanya kekuatan, akal dan pemikirannya.
(وَبَلَغَ أَرْبَعِيْنَ سَنَةً ) : “Dan umurnya sampai empat puluh tahun”
Inilah puncak yang paling sempurna dari kematangan itu.
( أَوْزِعْنِى ) : “Tunjukilah aku” berilah saya ilham.
E. Kata-Kata Yang Berkaitan
Dengan Orang Tua Dan Anak Di Dalam Al Quran Beserta I’rabnya
Adapun kata-kata yang berkaitan dengan orang tua dan anak yang terdapat di dalam Al Quran, yaitu disajikan dalam bentuk
tabel sebagai berikut :
No.
|
Surah Dan Ayat
|
I’rab
Kata
|
1.
|
Ash-Shaaffat ayat 152
|
وَلَدَ
(Fi’il Madhi Mufrad Mudzakkar Ghaib)
|
2.
|
Al-Mujadalah ayat 2
|
وَلَدْنَهُمْ
(Fi’il Madhi Mutakallim Ma’al Ghair, هم Dhamir Muttashil Jama’ Mudzakkar Mansub)
|
3.
|
Hud ayat 72
|
ءَأَلِدُ
(Hamzah
Istifham, Fi’il Mudhari’ Mutakallim Wahdah)
|
4.
|
Al-Ikhlash ayat 3
|
يَلِدْ
(Fi’il Mudhari’ Mufrad Mudzakkar Ghaib Majzum)
|
5.
|
Nuh ayat 27
|
يَلِدُوْا
(Fi’il Mudhari’ Jama’ Mudzakkar )
|
6.
|
Maryam ayat 15
|
وُلِدَ
(Fi’il Madhi Majhul (Mabniyyun Lilmaf’ul))
|
7.
|
Maryam ayat 33
|
وُلِدتُّ
(Fi’il Madhi Majhul Mutakkalim Wahdah)
|
8.
|
Al-Ikhlash ayat 3
|
يُوْلَدْ
(Fi’il Mudhari’ Majhul Mufrad Mudzakkar Ghaib)
|
9.
|
Ali ‘Imran ayat 47
An-Nisa ayat 11, 12, 171 dan 176
Al-An’am ayat 101
Maryam ayat 35, 77, 88, 91 dan 92
Al-Mu’minun ayat 91
Az-Zukhruf ayat 81
Al-Baqarah ayat 116
Yunus ayat 68
Yusuf ayat 21
Al-Isra ayat 111
Al-Kahfi ayat 4 dan 39
Al-Anbiya ayat 26
Al-Furqan ayat 2
Al-Qashash ayat 9
Az-Zumar ayat 4
Al-Jinn ayat 3
|
وَلَدٌ
/ وَلَدٍ / وَلَدًا
(Isim Mufrad Mudzakkar)
|
10.
|
Al-Baqarah ayat 233
Luqman ayat 33
Nuh ayat 21
|
وَلَدُهُ
/ وَلَدِهِ
(Isim Mufrad
Mudzakkar Mudhaf, ه
Dhamir Muttashil Mufrad Mudzakkar Ghaib Mudhaf Ilaih)
|
11.
|
Al-Baqarah ayat 233
|
وَلَدِهَا
(Isim Mufrad
Mudzakkar Mudhaf, ها Dhamir Muttashil Mufradah Muannatsah Ghaibah Mudhaf Ilaih)
|
12.
|
Al-Isra ayat 64
Al-Hadid ayat 20
|
الأَوْلَادِ
(Jama’ Taksir)
|
13.
|
At-Taubah ayat 69
Saba ayat 35
|
أَوْلَادًا
(Jama’ Taksir)
|
14.
|
Al-Baqarah ayat 233
An-Nisa ayat 11
Al-An’am ayat 151
Al-Anfal ayat 28
Al-Isra ayat 31
Saba ayat 37
Al-Mumtahanah ayat 3
Al-Munafiqun ayat 9
At-Taghabun ayat 14 dan 15
|
أَوْلَادُكُمْ
/ أَوْلَادَكُمْ
(Jama’ Taksir,
Mudhaf كمDhamir Muttashil Jama’ Mudzakkar Mukhattab
Mudhaf Ilaih)
|
15.
|
Ali ‘Imran ayat 10 dan 116
Al-An’am ayat 137 dan 140
At-Taubah ayat 55 dan 85
Al-Mujadalah ayat 17
|
أَوْلَادُهُمْ
/ أَوْلَادَهُمْ / أَوْلَادِهِمْ
(Jama’ Taksir,
Mudhaf هم Dhamir Muttashil Jama’ Mudzakkar Ghaib Mudhaf Ilaih)
|
16.
|
Al-Baqarah ayat 233
Al-Mumtahanah ayat 12
|
أَوْلَادَهُنَّ
(Jama’ Taksir,
Mudhaf هن Dhamir Muttashil Jama’
Muannats Ghaibah Mudhaf Ilaih)
|
17.
|
Luqman ayat 33
Al-Balad ayat 3
|
وَالِدٌ
/ وَالِدٍ
(Isim Mufrad Mudzakkar Ghaib)
|
18.
|
Luqman ayat 33
|
وَالِدِهِ
(Isim Mufrad
Mudzakkar Ghaib, Mudhaf ه Dhamir Muttashil Mufrad Mudzakkar Ghaib Mudhaf Ilaih)
|
19.
|
An-Nisa ayat 7 dan 33
|
الْوَالِدَانِ
(Isim Tatsniyah Mudzakkar Ghaib)
|
20.
|
Al-Baqarah ayat 83, 180 dan 215
An-Nisa ayat 36 dan 135
Al-An’am ayat 151
Al-Isra ayat 23
|
الْوَالِدَيْنِ
(Isim Tatsniyah Mudzakkar Ghaib)
|
21.
|
Luqman ayat 14
|
وَالِدَيْكَ
(Isim
Tatsniyah Mudzakkar Ghaib, ك Dhamir Muttashil Mufrad Mudzakkar Mukhattab)
|
22.
|
Maryam ayat 14
Al-‘Ankabut ayat 8
Luqman ayat 14
Al-Ahqaf ayat 15 dan 17
|
وَالِدَيْهِ
(Isim
Tatsniyah Mudzakkar Ghaib, ه Dhamir Muttashil Mufrad Mudzakkar Ghaib)
|
23.
|
Ibrahim ayat 41
An-Naml ayat 19
Al-Ahqaf ayat 15
Nuh ayat 28
|
وَالِدَيَّ
(Isim
Tatsniyah Mudzakkar Ghaib, ي Dhamir Muttashil Mutakallim Wahdah)
|
24.
|
Al-Baqarah ayat 233
|
وَالِدَةٌ
(Isim Mufrad Muannatsah Ghaibah)
|
25.
|
Al-Maidah ayat 110
|
وَالِدَتِكَ
(Isim Mufrad
Muannatsah Ghaibah, ك Dhamir Muttashil
Mufrad Mudzakkar Mukhattab)
|
26.
|
Maryam ayat 32
|
وَالِدَتِى
(Isim Mufrad
Muannatsah Ghaibah, ى Dhamir Muttashil Mutakallim Wahdah)
|
27.
|
Al-Baqarah ayat 233
|
الْوَالِدَاتُ
(Isim Jama’ Muannatsah Ghaibah)
|
28.
|
Asy-Syu’ara ayat 18
|
وَلِيْدًا
(Isim Mufrad Mudzakkar Mukhattab)
|
29.
|
An-Nisa ayat 75, 98 dan 127
Al-Waqi’ah ayat 17
Al-Muzammil ayat 17
Al-Insan ayat 19
|
الْوِلْدَانَ
/ الْوِلْدَانِ / الْوِلْدَانُ
(Jama’ Taksir)
|
30.
|
Al-Baqarah ayat 233
Luqman ayat 33
|
مَوْلُوْدٌ
/ مَوْلُوْدٍ
(Isim Maf’ul Mufrad Mudzakkar Ghaib)
|
[1]Ahmad Warson
Munawwir, Al-Munawwir : Kamus Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya
: Pustaka Progressif, 1997). Cet. 14. Hal. 74.
[2]H.G. Abdurrasyid, M.A. dan A.F. Hidayat, M.Pd., Kamus Lengkap
Arab-Indonesia Indonesia-Arab (Kontekstual-Aplikatif), (Bandung : Pustaka Setia, 2005). Cet. 2. Hal. 30.
[3]Ali Mutahar, Qamus Muthahar : Kamus
Arab-Indonesia, (Jakarta Selatan : Hikmah (PT Mizan Publika), 2005). Cet. 1. Hal. 214.
[6]https://id.wikipedia.org/Birrul_Walidain, di unduh pada tanggal 09 April 2017. Pukul. 23.12 WITA.
[7]Yazid Bin Abdul Qadir Jawas, Ar-Rasaa’il : Kumpulan Risalah Aqidah,
Fiqih Dan Hukum, (Bogor : Media Tarbiyah, 2016). Cet. 3. Hal. 212-213.
[8]‘Abdul ‘Aziz bin Fathi
As-Sayyid Nada ; Penerjemah ; Abu Hamzah Yusuf Al-Atsari, Birrul Walidain : Berbakti Kepada
Kedua Orang Tua, (Ebook, Islamhouse.com, 2009). Hal. 14.
[9]‘Abdul ‘Aziz bin Fathi
As-Sayyid Nada ; Penerjemah ; Abu Hamzah Yusuf Al-Atsari, Birrul Walidain : Berbakti Kepada
Kedua Orang Tua...... Hal. 14.
[10]Abdul ‘Aziz bin Fathi As-Sayyid Nada ; Penerjemah ;
Abu Hamzah Yusuf Al-Atsari, Birrul Walidain : Berbakti Kepada
Kedua Orang Tua...... Hal. 15.
[11]Muhammad Fu’ad Abdul Baqi ; Penerjemah ; H. Salim Bahreisy, Al-Lu’lu’
Wal Marjan : Himpunan Hadits-Hadits Shahih Disepakati Oleh Bukhari Dan Muslim,
(Surabaya : PT Bina Ilmu, 1979). Hal. 1006. Kitab : Adab Sopan Santun, Hubungan
Silaturrahim, Taat Bakti. Bab : Taat Bakti Kepada Kedua Orang Tua. Hadits Nomor
1652.
[12]Abu Abdillah Muhammad Luqman Muhammad As-Salafi ; Penerjemah ; M. Taqdir
Arsyad, Syarah Adabul Mufrad (Kumpulan Hadits Adab Dan Akhlak Seorang
Muslim), (Jakarta : Griya Ilmu, 2009). Jilid. 1. Hal. 14-16.
[13]‘Abdul ‘Aziz bin Fathi
As-Sayyid Nada ; Penerjemah ; Abu Hamzah Yusuf Al-Atsari, Birrul Walidain : Berbakti Kepada
Kedua Orang Tua...... Hal. 3-6.
[14]'Abdul 'Aziz bin Fathi As-Sayyid Nada ; Penerjemah
; Abu Hamzah Yusuf Al-Atsari, Birrul Walidain
: Berbakti Kepada Kedua
Orang Tua...... Hal. 7.
[15]'Abdul 'Aziz bin Fathi As-Sayyid Nada ; Penerjemah
; Abu Hamzah Yusuf Al-Atsari, Birrul Walidain
: Berbakti Kepada
Kedua Orang Tua...... Hal. 7.
[16]'Abdul 'Aziz bin Fathi As-Sayyid Nada ; Penerjemah
; Abu Hamzah Yusuf Al-Atsari, Birrul Walidain
: Berbakti Kepada
Kedua Orang Tua...... Hal. 7.
[17]'Abdul 'Aziz bin Fathi As-Sayyid Nada ; Penerjemah
; Abu Hamzah Yusuf Al-Atsari, Birrul Walidain
: Berbakti Kepada
Kedua Orang Tua...... Hal. 8.
[18]'Abdul 'Aziz bin Fathi As-Sayyid Nada ; Penerjemah
; Abu Hamzah Yusuf Al-Atsari, Birrul Walidain
: Berbakti Kepada
Kedua Orang Tua...... Hal. 8.
[19]'Abdul 'Aziz bin Fathi As-Sayyid Nada ; Penerjemah
; Abu Hamzah Yusuf Al-Atsari, Birrul Walidain
: Berbakti Kepada
Kedua Orang Tua...... Hal. 8.
[20]'Abdul 'Aziz bin Fathi As-Sayyid Nada ; Penerjemah
; Abu Hamzah Yusuf Al-Atsari, Birrul Walidain
: Berbakti Kepada
Kedua Orang Tua...... Hal. 8.
[21]'Abdul 'Aziz bin Fathi As-Sayyid Nada ; Penerjemah
; Abu Hamzah Yusuf Al-Atsari, Birrul Walidain
: Berbakti Kepada
Kedua Orang Tua...... Hal. 9.
[22]'Abdul 'Aziz bin Fathi As-Sayyid Nada ; Penerjemah
; Abu Hamzah Yusuf Al-Atsari, Birrul Walidain
: Berbakti Kepada
Kedua Orang Tua...... Hal. 9.
[23]'Abdul 'Aziz bin Fathi As-Sayyid Nada ; Penerjemah
; Abu Hamzah Yusuf Al-Atsari, Birrul Walidain
: Berbakti Kepada
Kedua Orang Tua...... Hal. 9.
[24]'Abdul 'Aziz bin Fathi As-Sayyid Nada ; Penerjemah
; Abu Hamzah Yusuf Al-Atsari, Birrul Walidain
: Berbakti Kepada
Kedua Orang Tua...... Hal. 9.
[25]'Abdul 'Aziz bin Fathi As-Sayyid Nada ; Penerjemah
; Abu Hamzah Yusuf Al-Atsari, Birrul Walidain
: Berbakti Kepada
Kedua Orang Tua...... Hal. 10.
[26]'Abdul 'Aziz bin Fathi As-Sayyid Nada ; Penerjemah
; Abu Hamzah Yusuf Al-Atsari, Birrul Walidain
: Berbakti Kepada
Kedua Orang Tua...... Hal. 10.
[27]'Abdul 'Aziz bin Fathi As-Sayyid Nada ; Penerjemah
; Abu Hamzah Yusuf Al-Atsari, Birrul Walidain
: Berbakti Kepada
Kedua Orang Tua...... Hal. 11.
[28]'Abdul 'Aziz bin Fathi
As-Sayyid Nada ; Penerjemah ; Abu Hamzah Yusuf Al-Atsari, Birrul Walidain : Berbakti Kepada Kedua Orang Tua...... Hal. 11.
[29]'Abdul 'Aziz bin Fathi As-Sayyid Nada ; Penerjemah
; Abu Hamzah Yusuf Al-Atsari, Birrul Walidain
: Berbakti Kepada
Kedua Orang Tua...... Hal. 12.
[30]'Abdul 'Aziz bin Fathi As-Sayyid Nada ; Penerjemah
; Abu Hamzah Yusuf Al-Atsari, Birrul Walidain
: Berbakti Kepada
Kedua Orang Tua...... Hal. 12.
[31]'Abdul 'Aziz bin Fathi As-Sayyid Nada ; Penerjemah
; Abu Hamzah Yusuf Al-Atsari, Birrul Walidain
: Berbakti Kepada
Kedua Orang Tua...... Hal. 12.
[32]'Abdul 'Aziz bin Fathi As-Sayyid Nada ; Penerjemah
; Abu Hamzah Yusuf Al-Atsari, Birrul Walidain
: Berbakti Kepada
Kedua Orang Tua...... Hal. 13.
[33]'Abdul 'Aziz bin Fathi As-Sayyid Nada ; Penerjemah ; Abu Hamzah Yusuf Al-Atsari, Birrul
Walidain : Berbakti Kepada
Kedua Orang Tua..... Hal. 13.
[34]Syaikh Muhammad
Ali Ash-Shabuni ; Penerjemah ; KH. Yasin, Shafwatut Tafaasir ;
Tafsir-Tafsir Pilihan, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2011). Jilid. 3.
Cet. 1. Hal. 206-207.
[35]Ahmad Musthafa Al-Maragi ; Penerjemah ; Bahrun Abu Bakar, Lc., et. al., Terjemah
Tafsir Al-Maragi, (Semarang : PT Karya Toha Putra, 1993). Jilid. 15.
Cet. 2. Hal. 59-64.
[36]Imam Jalaluddin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Al-Mahalli dan Imam
Jalaluddin Abdirrahman bin Abu Bakar As-Suyuthi ; Penerjemah ; Najib Junaidi,
Lc., Terjemah Tafsir Jalalain, (Surabaya : Pustaka eLBA, 2015).
Jilid. 2. Cet. 2 Hal. 313.
[37]Syaikh Muhammad Ali Ash-Shabuni ; Penerjemah ; KH. Yasin, Shafwatut
Tafaasir ; Tafsir-Tafsir Pilihan, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2011).
Jilid. 4. Cet. 1. Hal. 80-81.
[38]Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di ; Penerjemah ; Muhammad Iqbal, Lc.,
et. al., Taisir Al-Karim Ar-Rahman Fi Tafsir Kalam Al-Mannan ; Tafsir
Al-Quran Surat Al-Mu’minun-Saba’, (Jakarta : Darul Haq, 2016).
Jilid. 5. Cet. 6. Hal. 425-426.
[39]Imam Jalaluddin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Al-Mahalli dan Imam
Jalaluddin Abdirrahman bin Abu Bakar As-Suyuthi ; Penerjemah ; Najib Junaidi,
Lc., Terjemah Tafsir Jalalain...... Jilid. 2. Cet. 2 Hal. 792.
[40]Syaikh Muhammad Ali Ash-Shabuni ; Penerjemah ; KH. Yasin, Shafwatut
Tafaasir ; Tafsir-Tafsir Pilihan…… Jilid. 4. Hal. 169-170.
[41]Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di ; Penerjemah ; Muhammad Iqbal, Lc.,
et. al., Taisir Al-Karim Ar-Rahman Fi Tafsir Kalam Al-Mannan ; Tafsir
Al-Quran Surat Al-Mu’minun-Saba’...... Jilid. 5. Cet. 6. Hal. 535-536.
[42]Imam Jalaluddin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Al-Mahalli dan Imam
Jalaluddin Abdirrahman bin Abu Bakar As-Suyuthi ; Penerjemah ; Najib Junaidi,
Lc., Terjemah Tafsir Jalalain...... Jilid. 3. Cet. 1 Hal. 36.
[43]Syaikh Muhammad
Ali Ash-Shabuni ; Penerjemah ; KH. Yasin, Shafwatut Tafaasir ;
Tafsir-Tafsir Pilihan…… Jilid. 4. Hal. 814-815.
[44]Ahmad Musthafa Al-Maragi ; Penerjemah ; Bahrun Abu Bakar, Lc., et. al., Terjemah
Tafsir Al-Maragi, (Semarang : PT Karya Toha Putra, 1993). Jilid. 26.
Cet. 2. Hal. 30-33.
[45]Imam Jalaluddin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Al-Mahalli dan Imam
Jalaluddin Abdirrahman bin Abu Bakar As-Suyuthi ; Penerjemah ; Najib Junaidi,
Lc., Terjemah Tafsir Jalalain...... Jilid. 3. Cet. 1 Hal.
421-422.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar